Mengenal 'Tall Poppy Syndrome', Fenomena Pencapaian yang Justru "Menjatuhkan"
Pernah merasa pencapaian yang kamu banggakan malah buat orang lain menjauh atau mengkritik? Fenomena ini dikenal dengan nama Tall Poppy Syndrome (TPS), sebuah istilah yang menggambarkan kecenderungan orang untuk “memangkas” individu yang terlihat terlalu menonjol dibandingkan sekitarnya.
Dari rasa iri, ketidakamanan, hingga budaya yang menjunjung kesetaraan berlebihan, TPS bisa berdampak besar pada hubungan sosial dan kesehatan mental. Di sini, Beauties akan mengenal arti Tall Poppy Syndrome, penyebabnya, tanda-tandanya, hingga dampak yang bisa muncul di kehidupan sehari-hari.
1. Apa Sih Tall Poppy Syndrome Itu?
Apa Sih Tall Poppy Syndrome Itu?/Foto: freepik.com/freepik
Tall Poppy Syndrome (TPS) adalah fenomena sosial di mana seseorang yang menonjol, baik lewat prestasi, kepintaran, atau kesuksesan, justru menjadi sasaran kritik, sindiran, atau bahkan penolakan dari lingkungannya. Istilah ini berasal dari metafora di Australia dan Selandia Baru, di mana bunga poppy yang tumbuh lebih tinggi dari yang lain harus dipotong agar rata.
Artinya, di dalam masyarakat yang menilai kesetaraan sebagai hal mutlak, orang yang “terlalu menonjol” dianggap mengganggu harmoni dan harus “direndahkan” agar sama dengan yang lain. Fenomena ini ternyata bukan hanya ada di budaya Barat, lho! Di Indonesia pun, bentuknya bisa muncul lewat komentar seperti “jangan sombong” atau “rendah hati dong” saat kita mencoba berbagi pencapaian.
2. Kenapa Fenomena Ini Bisa Terjadi?
Kenapa Fenomena Ini Bisa Terjadi?/Foto: freepik.com/galinkazhi
Sindrom ini bisa dipicu oleh kombinasi faktor psikologis, sosial, dan budaya. Rasa iri atau insecurity menjadi pemicu utamanya, ketika orang lain melihat keberhasilan kita, mereka jadi merasa posisinya terancam. Dalam budaya egalitarian seperti di Australia, ada norma tak tertulis bahwa semua orang “harus sama,” sehingga perbedaan mencolok memicu dorongan untuk mengkritik.
Selain itu, ada juga faktor ketakutan terhadap perubahan, karena sukses sering membawa dinamika baru yang membuat sebagian orang tak nyaman. Nggak kalah penting, bias gender dan ras juga berperan seperti misalnya perempuan dan kelompok minoritas kerap mendapat sorotan negatif yang lebih besar dibandingkan kelompok mayoritas saat mereka sukses.
3. Tanda-tanda Kamu Lagi Jadi “Tall Poppy”
Tanda-tanda Kamu Lagi Jadi “Tall Poppy”/Foto: freepik.com/The Yuri Arcurs Collection
Beauties, ada beberapa tanda yang bisa menunjukkan kalau kamu sedang jadi “poppy” yang dipangkas. Pertama, kamu sering menerima komentar yang meremehkan ambisi, seperti “terlalu ambisius” atau “nggak usah lebay deh”.
Kedua, ada perubahan sikap dari lingkungan, mungkin kamu mulai diabaikan di diskusi penting, atau tidak diajak dalam proyek tertentu.
Ketiga, kamu jadi menahan diri untuk nggak membagikan pencapaian karena takut dianggap pamer. Dan yang paling serius, TPS bisa berdampak ke kesehatan mental seperti munculnya rasa stres, kecemasan, harga diri menurun, bahkan gangguan tidur dan burnout.
4. Nggak Hanya Teori, Ini Fenomena Nyata
Nggak Hanya Teori, Ini Fenomena Nyata/Foto: freepik.com/asier_relampagoestudio
Walaupun awalnya banyak dibahas di Australia, TPS sebenarnya fenomena global. Di Indonesia, bentuknya bisa lebih halus, seperti komentar bercanda yang meremehkan, atau sikap menjauh saat kita meraih sesuatu yang membanggakan. Dilansir dari news.com.au, di Australia sendiri, banyak anak muda mengaku enggan memulai proyek kreatif atau berbicara di depan umum karena takut dianggap “terlalu pede” dan di-judge. Ini menunjukkan bahwa budaya cutting down bisa membuat kreativitas terhambat dan keberanian mencoba sesuatu jadi hilang.
5. Dampaknya di Kehidupan Sosial
Dampaknya di Kehidupan Sosial/Foto: freepik.com/freepik
- Bagi individu: Fenomena ini bisa mengikis rasa percaya diri dan mematikan motivasi untuk berkembang. Lama-lama, orang yang sering dipotong akan memilih untuk “bermain aman” dan menghindari menonjol di bidang apa pun.
- Bagi lingkungan sosial: Adanya stagnasi karena orang jadi enggan berinovasi, saling dukung berkurang, dan kreativitas terhambat. Akhirnya, yang tumbuh adalah budaya mediokritas, di mana semua orang takut untuk berbeda.
6. Cara Menghadapinya
Cara Menghadapinya/Foto: freepik.com/rawpixel.com
- Bangun mental tahan banting: Terus yakin bahwa pencapaianmu sah-sah saja dan bukan ancaman. Jangan biarkan komentar negatif membuatmu ragu karena pencapaianmu sah untuk dirayakan.
- Pilih lingkaran positif: Teman dan rekan yang mendukung dan merayakan pencapaian jauh lebih berharga.
- Bijak berbagi: Saat berbagi prestasi, sesuaikan konteksnya supaya nggak memicu reaksi defensif dari orang yang salah.
- Dukung diri lewat terapi: Kalau sudah memengaruhi kesehatan mental, pertimbangkan untuk mencari bantuan profesional seperti konselor atau psikolog.
Tall Poppy Syndrome adalah cerminan rasa takut dan ketidaknyamanan terhadap perbedaan yang mencolok. Tapi ingat, dunia maju karena ada orang-orang yang berani berbeda dan melangkah lebih jauh.
Jadi, tetaplah tumbuh tinggi seperti poppy yang indah, meski ada yang mencoba memotongmu. Pada akhirnya, yang penting adalah kamu bangga pada dirimu sendiri dan tetap berbagi cahaya pada orang lain.
Semangat dan keep blooming, Beauties!
***
Ingin jadi salah satu pembaca yang dapat ikutan beragam event seru di Beautynesia? Yuk, gabung ke komunitas pembaca Beautynesia, B-Nation. Caranya DAFTAR DI SINI!