Mengenang 21 Tahun Pembunuhan Munir, Aktivis Pembela HAM yang Diracun di Udara

Nadya Quamila | Beautynesia
Senin, 08 Sep 2025 12:00 WIB
Kenapa Munir Dibunuh?
Kenapa Munir Dibunuh?/Foto: Grandyos Zafna/detikcom

Sudah 21 tahun berlalu sejak kepergian aktivis pembela Hak Asasi Manusia (HAM), Munir. Meski raganya sudah tidak dunia, kisah perjuangannya masih dikenang hingga kini oleh masyarakat Indonesia, bahkan dunia.

Pria bernama lengkap Munir Said Thalib adalah aktivis yang memperjuangkan penegakan Hak Asasi Manusia (HAM) sejak masa pemerintahan Orde Baru. Semasa hidupnya, ia selalu memperjuangkan keadilan bagi kaum buruh, aktivis mahasiswa, pemuda, serta kelompok masyarakat yang mengalami penindasan.

Munir meninggal dunia pada 7 September 2004. Kepergiannya kala itu menghebohkan masyarakat, pasalnya ia dibunuh dengan racun jenis arsenik di dalam pesawat ketika melakukan penerbangan dari Jakarta menuju Belanda.

Kasus pembunuhan Munir masih belum terus berjalan. Meski pelakunya sudah diadili, tapi dalang di balik kasus pembunuhan ini belum menemukan titik terang. Banyak yang menuntut agar kasus Munir ini dijadikan pelanggaran HAM berat.

Profil Munir, Sang Aktivis Pembela HAM

Mahasiswa Universitas Sebelas Maret (UNS) gelar aksi bertajuk September Hitam di pintu masuk UNS, Jawa Tengah, Kamis (30/9). Mereka tampak membawa foto aktivitas HAM Munir.

Profil Munir, Sang Aktivis Pembela HAM/Foto: Agung Mardika/detikcom

Dilansir dari detikNews, Munir Said Thalib lahir di Malang, Jawa Timur pada 8 Desember 1965. Munir tumbuh di tengah keluarga yang merupakan pedagang muslim keturunan Yaman, Arab.

Sedari kecil Munir terbentuk menjadi anak yang sederhana dan menghargai orang lain. Sejak ayahnya meninggal saat duduk di kelas 5 SD, Munir ikut dengan ibunya untuk membantu berdagang. Pengalaman ini membatunya belajar cara berinteraksi, berhubungan, serta menghargai orang lain.

Di masa mudanya, Munir mengikuti beberapa organisasi keagamaan, di antaranya Himpunan mahasiswa Islam (HMI) dan Al Irsyad. Setelah menyelesaian S1 di Fakultas Hukum Universitas Brawijaya, Malang, Munir menghabiskan waktunya untuk penegakan HAM. Munir bergabung sebagai relawan Lembaga Bantuan Hukum (LBH) di Surabaya dan dikenal sebagai pejuang buruh. 

Pada 1996 dia bersama sejumlah aktivis HAM mendirikan Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) yang kian melambungkan namanya. Dia juga mendirikan Lembaga Pemantau Hak Asasi Manusia Indonesia, Imparsial.

Sepanjang hidupnya, Munir menjadi adalah satu dari sekian banyak orang yang lantang memperjuangkan HAM. Namanya tak bisa dilepaskan dari perjuangan HAM di tanah air. Bahkan sejak zaman Orde Baru yang otoriter di bawah Presiden Soeharto, Munir sudah lantang membela pihak-pihak pencari keadilan.

Sejumlah kasus pelanggaran HAM yang pernah dia tangani antara lain: penembakan mahasiswa di Trisakti, Semanggi I dan Semanggi II, Tragedi Mei (1998), Kasus Tanjung Priok (1984), Kasus Talangsari (1989), kasus Timor Timur pasca referendum 1999, DOM Aceh dan Papua, kerusuhan di Maluku, kalimantan, dan Poso. Sebelumnya, pada 1993 Munir juga menggarap kasus seorang buruh perempuan yang dibunuh karena meminta kenaikan upah bernama Marsinah.

Kronologi Tewasnya Munir, Diracun di Udara

Kumpulan Quotes Munir Tentang HAM hingga Kesederhanaan

Kronologi Tewasnya Munir, Diracun di Udara/Foto: Grandyos Zafna/detikcom

Perjuangan Munir menjadi akvitis pembela HAM bukanlah tanpa hambatan. Keberaniannya mengungkap berbagai kasus mebuatnya memiliki sejumlah "musuh". Namun, hal tersebut tidak menyurutkan semangatnya untuk terus membela HAM.

Dilansir dari detikcom, kala itu, pada 6 September 2004 malam, Munir bertolak dari Jakarta ke Belanda untuk melanjutkan pendidikannya menggunakan maskapai Garuda. Ketika boarding, pilot senior Garuda bernama Pollycarpus Budihari Priyanto yang sedang tidak bertugas saat itu menghampiri dan menawarkan Munir duduk di kursi kelas bisnis.

Munir mulanya menolak tawaran itu, tapi pada akhirnya ia tetap duduk di kursi 3K kelas bisnis pesawat garuda. Pesawat itu lepas landas pukul 21.55 menuju Singapura. Di tempat transit tersebut Munir sempat menyantap hidangan.

Perjalanan menuju Belanda pun berlanjut. Pesawat yang ia tumpangi dijadwalkan tiba di bandara Amsterdam pada tanggal 7 September 2004 pukul 08.10 waktu setempat.

Pada perjalanan dari Singapura ke Amsterdam, Munir meninggalkan kelas bisnis dan duduk di kelas ekonomi kursi 40G. Setelahnya Munir terlihat menuju toilet dan dua jam kemudian mendatangi pramugara untuk dipertemukan dengan dokter Tarmizi yang ada di kelas bisnis.

Setelah bertemu, Munir mengeluh sudah muntah dan buang air besar sebanyak 6 kali. Munir pun ditangani oleh dokter Tarmizi namun masih muntah dan buang air besar berkali-kali. Dokter Tarmizi kemudian menyuntikkan obat sehingga Munir menjadi tenang.

Lalu pada pukul 04.05 atau sekitar 2 jam sebelum mendarat di Bandara Schiphol, Amsterdam, Munir dinyatakan meninggal ketika pesawat Garuda GA-974 diperkirakan berada di atas Rumania.

Institut Forensik Belanda (NFI) membuktikan Munir meninggal akibat racun arsenik dengan jumlah dosis yang fatal. Pembunuhan Munir diduga dilakukan dengan cara meracuni makanannya.

Siapa yang Membunuh Munir?

Mural bergambar sosok aktivis HAM Munir Said Thalib hiasi sudut Ibu Kota Jakarta. Mural itu dibuat untuk mengenang sang aktivis yang meninggal 16 tahun silam.

Siapa yang Membunuh Munir?/Foto: Ari Saputra/detikcom

Pollycarpus Budihari Prijanto merupakan pilot senior Garuda. Dia berada dalam satu pesawat dengan Munir. Saat kejadian, Pollycarpus sedang tidak bertugas. Kursi yang diduduki Munir awalnya merupakan kursi yang sebenarnya untuk Pollycarpus.

Kepada Munir, Pollycarpus menawarkan pergantian tempat duduk. Karena hal ini, Pollycarpus kemudian ditangkap dan ditetapkan sebagai tersangka pada 18 Maret 2005. Pollycarpus didakwa melakukan pembunuhan berencana.

Selain Pollycarpus, ada dua kru Garuda yang ditetapkan sebagai tersangka kasus Munir. Dua orang tersebut adalah kru pantry bernama Oedi Irianto dan pramugari bernama Yeti Susmiarti.

Eks Dirut Garuda Indra Setiawan juga dinyatakan bersalah oleh pengadilan karena ikut membantu dalam pembunuhan tokoh HAM itu. Indra merekayasa sedemikian rupa sehingga Pollycarpus bisa naik pesawat Garuda dari Singapura-Belanda. Di langit Thailand-Sri Lanka, Munir minum minuman yang sudah dicampur arsenik hingga meninggal. Indra dihukum 1 tahun penjara.

Sedangkan Polly dituntut hukuman penjara seumur hidup pada 1 Desember 2005. Namun akhirnya Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat menjatuhkan hukuman 14 tahun penjara kepada Pollycarpus. Ia dinyatakan terbukti melakukan pembunuhan berencana terhadap Munir dengan cara memasukkan racun arsenik ke dalam mi goreng yang disantap Munir saat penerbangan menuju Singapura.

Pollycarpus mengajukan banding dan setelah proses yang cukup panjang, ia menjalani masa tahanan selama 8 tahun dan dinyatakan bebas bersyarat sejak 28 November 2014. Dia bebas murni pada 29 Agustus 2018.

Kenapa Munir Dibunuh?

Aksi Kamisan ke-505 di depan Istana Merdeka, hari ini dibarengi peringatan 13 tahun wafatnya Munir. Istri Munir, Suciwati dan aktor Rio Dewanto menghadiri aksi itu.

Kenapa Munir Dibunuh?/Foto: Grandyos Zafna/detikcom

Alasan mengapa Munir dibunuh masih menjadi misteri. Padahal, istri Munir, Suciwati, sempat meminta Pollycarpus bersikap 'jujur'. Suciwati meragukan Pollycarpus sejak awal.

"Saya hanya mau bilang, seharusnya dia belajar bicara jujur siapa pelaku sebetulnya pembunuh suami saya dan siapa yang menyuruh dia," ujar Suciwati dilansir detikNews dari Deutsche Welle (DW), sesaat setelah Pollycarpus bebas murni, Rabu (29/08/2018).

Namun, banyak yang beranggapan bahwa pembunuhan Munir merupakan pembunuhan politik. Ada dugaan kasus ini berhubungan dengan situasi demokrasi saat peristiwa, yakni putaran akhir pemilihan langsung presiden yang berlangsung kurang dari dua pekan sesudahnya, yaitu 20 September 2004.

Pembunuhan Munir disebut berbeda dengan kekerasan politik biasa. Pembunuhan politik disebut kerap menimpa orang yang berseberangan dengan pemerintahan. Atas perjuangan sang aktivis, sosoknya diabadikan dalam bentuk pembangunan museum di tempat kelahirannya, di Kota Batu, Jawa Timur, yaitu Museum HAM Munir. 

Bagaimana Perkembangan Kasusnya Kini?

Sudah 21 tahun sejak aktivis Munir dibunuh dan keadilan belum juga tampak. Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) mengaku menemui kendala untuk memeriksa saksi terkait penyelidikan kematian Munir. Komnas HAM tidak menyebut secara gamblang saksi dimaksud.

"Saat ini, tim penyelidik masih dihadapkan pada sejumlah tantangan dalam proses menghadirkan para saksi untuk dimintai keterangannya," ujar Ketua Komnas HAM Anis Hidayah dalam keterangan persnya, Minggu (7/9), dilansir dari CNN Indonesia.

Anis turut mengungkapkan progres penanganan penyelidikan kasus kematian Munir. Tim penyelidik, terang dia, sudah mengumpulkan bukti dokumen dari sejumlah lembaga dan instansi terkait. Kemudian telah melakukan pemeriksaan terhadap saksi-saksi, hingga saat ini terdapat 18 orang saksi yang telah diperiksa. Selanjutnya melakukan koordinasi dengan sejumlah instansi yang berwenang untuk kepentingan penyelidikan.

Sementara itu, Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia Usman Hamid menegaskan kasus kematian Munir harus dianggap sebagai pelanggaran HAM berat.

"Kenapa penting dianggap sebagai pelanggaran HAM berat? Karena dengan demikian dia tidak mengenal daluwarsa. Jadi, sampai kapan pun Komnas HAM ada, selama itu pula kita akan kejar-kejar," kata Usman dalam diskusi di Kantor Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), Jakarta Pusat, Minggu (7/9).

***

Ingin jadi salah satu pembaca yang bisa ikutan beragam event seru di Beautynesia? Yuk, gabung ke komunitas pembaca Beautynesia, B-Nation. Caranya DAFTAR DI SINI!

(naq/naq)
Komentar
0 Komentar TULIS KOMENTAR
Belum ada komentar.
Jadilah yang pertama memberikan komentar.