Menilik Pandangan dan Kecemasan Gen Z Soal Masa Depan Pekerjaan

Amoura Lingga Ranyana | Beautynesia
Jumat, 15 Aug 2025 07:30 WIB
Menilik Pandangan dan Kecemasan Gen Z Soal Masa Depan Pekerjaan
Kecemasan Gen Z Soal Masa Depan Pekerjaan/Foto: Pexels/Antoni Shkraba Studio

Dunia kerja saat ini mengalami perubahan yang sangat cepat. Hal ini membuat generasi muda yang sedang memasuki pasar kerja seperti Gen Z semakin vokal menyuarakan keresahannya. Belum lagi, kini semakin banyak isu terkait ketimpangan lapangan pekerjaan dan gelombang PHK yang turut memenuhi kecemasan di kepala mereka. 

Kecemasan karier pada Gen Z bukan hanya soal ketidakstabilan ekonomi. Sebagai generasi termuda dalam dunia kerja saat ini, mereka juga tumbuh dengan perkembangan teknologi seperti AI (Artificial Intelligence). 

Sebuah uraian dari SHRM mengungkapkan bahwa Gen Z memiliki kecemasan terhadap kemunculan AI di dunia kerja. Sementara, mereka sebenarnya tumbuh dengan pola pikir yang mengutamakan kesejahteraan, serta sangat peduli terhadap personalisasi dan optimisasi diri di lingkungan kerja.

Lalu, seperti apa fakta, tantangan, dan pandangan Gen Z terhadap dunia kerja hari ini? Melansir dari Forbes, berdasarkan survei global tahunan terbaru yang dilakukan oleh Deloitte, ada berbagai temuan menarik yang bisa menjawab pertanyaan tersebut. Yuk, tengok dan pelajari bersama!

Tantangan Sekaligus Peluang dari Kehadiran AI

Kecemasan Gen Z Soal Masa Depan Pekerjaan/Foto: Pexels/Tim Witzdam

Kecemasan Gen Z Soal Masa Depan Pekerjaan/Foto: Pexels/Tim Witzdam

Studi SHRM menunjukkan bahwa 35 persen pekerja di AS khawatir pekerjaan mereka akan digantikan oleh AI dalam lima tahun ke depan. Hasil survei Deloitte juga menemukan hal serupa di mana lebih dari 60 persen pekerja muda merasa cemas jika AI akan menggantikan pekerjaan manusia. 

Meski sebagian dari mereka optimis AI bisa meningkatkan kualitas kerja dan mendorong pemikiran strategis, banyak dari mereka kini aktif mencari posisi yang dianggap “tahan banting” terhadap disrupsi AI.

Namun di sisi lain, mereka juga menganggap soft skills justru lebih penting daripada keterampilan teknis. Mereka sadar, di tengah dunia kerja yang serba otomatis, keahlian manusiawi justru hadir sebagai pembeda utama.

Sulitnya Mentorship dan Kesempatan Berkembang

Kecemasan Gen Z Soal Masa Depan Pekerjaan/Foto: Pexels/Christina Morillo

Sebagian besar Gen Z menginginkan bimbingan dari atasan, bukan sekadar pengawasan tugas. Sebab, mereka sangat menghargai kesempatan untuk belajar dan berkembang.

Bahkan, mereka tidak segan-segan untuk keluar dari pekerjaan jika tidak mendapatkan pengalaman untuk mengembangkan kompetensinya. Sayangnya, hanya 36 persen yang benar-benar merasa mendapat coaching maupun mentoring di tempat kerja.

Jadi, fakta ini menjadi sinyal kuat bahwa organisasi perlu lebih serius membekali manajer agar mampu menjadi coach bagi bawahannya, bukan sekadar bos. Lagipula, ini juga akan memberikan dampak keberlanjutan bagi organisasi atau perusahaan.

Gen Z Lebih Menghargai Makna, Bukan Jabatan

Kecemasan Gen Z Soal Masa Depan Pekerjaan/Foto: Pexels/Kaboompics.com

Ini adalah temuan yang cukup menarik. Hanya 6 persen Gen Z yang menjadikan posisi puncak sebagai tujuan utama karier mereka. Apakah ini berarti mereka tidak ambisius? Tidak juga. Mereka hanya punya definisi sukses yang berbeda.

Alih-alih jabatan tinggi, Gen Z kini lebih memprioritaskan kesehatan mental, keseimbangan hidup, dan kesempatan belajar. Hampir 90 persen dari mereka mengatakan bahwa makna dan rasa punya tujuan adalah faktor penting dalam kepuasan kerja. 

Namun, tujuan ini bisa jadi sangat personal. Bisa berupa dampak sosial, kebebasan finansial, atau waktu untuk berkontribusi di luar pekerjaan. Organisasi atau perusahaan perlu memberi ruang bagi karyawan muda untuk menghubungkan nilai pribadi dengan pekerjaan profesional mereka.

Kecemasan Finansial dan Relevansi Gelar Pendidikan Tinggi

Kecemasan Gen Z Soal Masa Depan Pekerjaan/Foto: Pexels/Pavel Danilyuk

Kecemasan Gen Z Soal Masa Depan Pekerjaan/Foto: Pexels/Pavel Danilyuk

Meski mengejar makna, urusan finansial tetap jadi kekhawatiran utama. Hampir separuh Gen Z merasa tidak aman secara finansial dan banyak dari mereka mencari penghasilan tambahan di luar pekerjaan utama. Mereka tidak hanya menuntut gaji layak, tapi juga stabilitas, transparansi, dan komitmen jangka panjang terhadap kesejahteraan, baik finansial maupun emosional.

Di sisi lain, satu dari empat pekerja muda kini mulai mempertanyakan relevansi pendidikan tinggi. Di era AI, banyak yang merasa gelar mereka tak lagi sepadan dengan kenyataan di lapangan. Alternatif seperti kursus vokasi, magang, dan pelatihan praktis kini lebih menarik bagi sebagian besar Gen Z.

Nah, jadi, di balik label “gampang menyerah” atau “malas kerja” yang sering melekat pada Gen Z, mereka sebenarnya adalah generasi yang sebenarnya ingin maju, tapi tak selalu mendapatkan jalan yang sesuai dengan nilai pribadinya. Ketika kesempatan berkembang terbatas dan teknologi terus berlari, Gen Z hanya ingin satu hal, yaitu bisa tetap relevan tanpa kehilangan arah. 

Apakah kamu merasa relate dengan temuan ini, Beauties?

***

Ingin jadi salah satu pembaca yang dapat ikutan beragam event seru di Beautynesia? Yuk, gabung ke komunitas pembaca Beautynesia, B-Nation. Caranya DAFTAR DI SINI!

(naq/naq)
Komentar
0 Komentar TULIS KOMENTAR
Belum ada komentar.
Jadilah yang pertama memberikan komentar.

RELATED ARTICLE