Menurut Penelitian, Pria Gen Z Percaya Kehidupan Mereka Lebih Sulit Dibanding Perempuan

Nadya Quamila | Beautynesia
Rabu, 07 Feb 2024 06:15 WIB
Perihal Toxic Masculinity
Ilustrasi/Foto: Pexel.com/Andrew Neel

Sebuah penelitian terbaru mengungkapkan bahwa pria dari generasi Z percaya bahwa feminisme lebih banyak menimbulkan dampak buruk dibandingkan manfaat. Selain itu, satu dari empat pria Inggris berusia 16-29 tahun juga percaya bahwa kehidupan menjadi seorang pria lebih sulit dibanding perempuan.

Penelitian tersebut muncul dari jajan pendapat yang dilakukan oleh Global Institute for Women's Leadership di King's. Hasil penelitian menunjukkan adanya 'risiko nyata terjadinya perpecahan di kalangan generasi mendatang", sebagaimana dilansir dari laman The Guardian.

Tak hanya itu, dilaporkan bahwa seperlima dari orang yang diteliti yang melibatkan lebih dari 3.600 orang mengaku menyukai influencer media sosial Andrew Tate.

Andrew Tate adalah seorang mantan kickboxer profesional Inggris-Amerika yang memiliki 8,7 juta pengikut di platform media sosial X. Tate adalah sosok kontroversial; ia didakwa di Rumania atas kasus pemerkosaan dan perdagangan manusia. Ia dilaporkan membentuk kelompok kejahatan terorganisir untuk mengeksploitasi perempuan secara seksual.

Bahkan, ia mengaku pernah memukul dan mencekik perempuan dan mengatakan bahwa dia "benar-benar seorang misoginis". Sebagai informasi, misoginis adalah istilah untuk menggambarkan seseorang yang benci terhadap perempuan secara ekstrem.

Perihal Toxic Masculinity

toxic masculinity, maskulinitas beracun, pria, mental health

Ilustrasi/Foto: Pexel.com/Andrew Neel

Mengenai feminisme, 16 persen pria dari generasi Z merasa feminisme lebih banyak merugikan daripada membawa manfaat. Sementara itu, sebanyak 13 persen orang berusia 60 tahun memercayai hal yang sama.

Penelitian ini juga menemukan bahwa 37 persen pria berusia 16 hingga 29 tahun menganggap “maskulinitas beracun” atau toxic masculinity sebagai ungkapan yang tidak membantu. Melansir dari laman Kementerian Kesehatan RI, toxic masculinity adalah hasil dari seperangkat aturan yang menentukan seperti apa seharusnya (standar) menjadi seorang pria.

Adapun contoh pandangan toxic masculinity misalnya seorang pria tidak dapat mengekpresikan emosi secara terbuka, seorang pria harus tangguh setiap wakt, hingga seorang pria tidak boleh bergantung pada orang lain, meminta bantuan dianggap kelemahan.

“Ini adalah pola generasi yang baru dan tidak biasa,” kata Prof Bobby Duffy, direktur Policy Institute. “Biasanya, generasi muda cenderung lebih nyaman dengan norma-norma sosial yang muncul, karena mereka tumbuh dengan norma-norma tersebut sebagai bagian alami dari kehidupan mereka.”

Adanya Kesenjangan Pemahaman

Multi-ethnic female protesters looking at camera holding woman empowerment signs in demonstration for equality. Woman empowerment concept.

Ilustrasi/Foto: Getty Images/iStockphoto/Daniel de la Hoz

Namun, sebagian besar pria muda masih berpendapat bahwa menjadi perempuan saat ini lebih sulit dibandingkan pria. Mereka juga percaya bahwa feminisme lebih banyak memberikan manfaat daripada kerugian dan memiliki pandangan yang negatif terhadap Andrew Tate.

“Ada minoritas yang konsisten antara seperlima dan sepertiga yang menganut pandangan sebaliknya. Hal ini menunjukkan risiko nyata terjadinya perpecahan di antara generasi mendatang,” lanjut Duffy.

Profesor Rosie Campbell, direktur Global Institute for Women’s Leadership di King’s, mengatakan, “Fakta bahwa kelompok ini adalah kelompok pertama yang memperoleh sebagian besar informasi dari media sosial mungkin menjadi salah satu penjelasannya."

Menurut Campbell, perempuan muda merasa diberdayakan untuk merangkul dan mengidentifikasi diri dengan feminisme. Namun, remaja putra mungkin belum sepenuhnya memahami konsep feminisme pada tahap kehidupan mereka saat ini.

"Penyebutan “kekuatan perempuan” menyiratkan bahwa remaja pria sudah familiar dengan gagasan ini tetapi mungkin belum memahami kesenjangan yang semakin terlihat dalam bidang pekerjaan dan pengasuhan anak seiring dengan kemajuan kehidupan mereka," ungkapnya.

Ada kesenjangan pemahaman antara pria dan perempuan mengenai tantangan yang terkait dengan ketidaksetaraan gender dalam konteks masyarakat yang lebih luas.

***

Ingin jadi salah satu pembaca yang bisa ikutan beragam event seru di Beautynesia? Yuk gabung ke komunitas pembaca Beautynesia, B-Nation. Caranya DAFTAR DI SINI!

(naq/naq)
Komentar
0 Komentar TULIS KOMENTAR
Belum ada komentar.
Jadilah yang pertama memberikan komentar.

RELATED ARTICLE