Menurut Psikologi, Ini Alasan Kenapa Banyak Orang Percaya Teori Konspirasi

Amoura Lingga Ranyana | Beautynesia
Kamis, 12 Jun 2025 22:30 WIB
3. Kurangnya Kepercayaan dan Perasaan Superior
Penjelasan Psikologi di Balik Orang yang Percaya Teori Konspirasi/Foto: Pexels/SHVETS production

Beauties, kamu pernah melihat orang yang percaya bahwa bumi itu datar, virus COVID-19 adalah buatan elite global, atau pendaratan manusia di bulan adalah hoaks? Ini adalah sedikit contoh dari ribuan teori konspirasi yang beredar dan dipercaya oleh banyak orang. 

Fenomena banyaknya orang yang percaya teori konspirasi ini mungkin membuat kita terheran-heran kenapa mereka bisa begitu yakin dengan opini-opini unik tersebut. Namun ternyata, kita bisa lihat jawabannya dari sisi psikologi. 

Sebuah studi besar-besaran yang dipublikasikan oleh American Psychology Association dan diterbitkan dalam Psychology Bulletin telah menelusuri lebih dari 150 ribu partisipan dari 170 studi berbeda. Studi ini bertujuan untuk memahami motivasi dan kepribadian di balik orang-orang yang percaya akan narasi konspirasi.

Hasilnya pun cukup mengejutkan dan membuka mata kita bahwa manusia begitu kompleks untuk menafsirkan segala sesuatu yang terjadi di dunia. Rupanya, ini berkaitan dengan kebutuhan psikologis yang tidak terpenuhi.

Seperti apa penjelasannya? Kita simak tuntas sampai habis, yuk!

1. Rasa Takut dalam Dunia yang Penuh Ancaman

Penjelasan Psikologi di Balik Orang yang Percaya Teori Konspirasi/Foto: Pexels/Timur Weber

Orang yang merasa hidupnya tidak aman, penuh ketidakpastian, atau melihat dunia sebagai tempat yang berbahaya cenderung lebih percaya pada teori konspirasi. Ada setitik perasaan takut dalam diri mereka sehingga muncul kebutuhan untuk memiliki kendali.

Saat seseorang merasa tidak punya kendali terhadap suatu hal, teori konspirasi menawarkan "penjelasan alternatif" yang membuat dunia terasa lebih masuk akal. Walaupun sebenarnya keliru, konspirasi ini akan mengisi ruang-ruang kosong dalam diri mereka yang sedang memiliki ketakutan dan membuat mereka merasa aman dari ancaman.

2. Terlalu Mengandalkan Intuisi dan Pikiran ‘Ajaib’

Penjelasan Psikologi di Balik Orang yang Percaya Teori Konspirasi/Foto: Pexels/Joshua Abner

Penelitian ini juga menemukan bahwa orang-orang yang sangat kuat dalam mengandalkan intuisi cenderung akan lebih rentan terhadap teori konspirasi. Belum lagi jika mereka cenderung percaya pada hal-hal supranatural atau sesuatu yang dianggap aneh secara umum.

Dengan sifat seperti ini, mereka akan lebih mudah melihat sebuah pola yang sebenarnya acak atau abstrak. Oleh karena itu, mereka lebih mudah terkecoh pada konspirasi. Meskipun sebenarnya, mereka hanya ingin memahami apa yang sebenarnya terjadi dengan mengandalkan intuisi dan kepercayaan yang diyakininya.

3. Kurangnya Kepercayaan dan Perasaan Superior

Penjelasan Psikologi di Balik Orang yang Percaya Teori Konspirasi/Foto: Pexels/SHVETS production

Orang yang punya tingkat kepercayaan rendah terhadap orang lain, termasuk institusi atau pemerintah, cenderung lebih mudah percaya konspirasi. Terlebih jika mereka juga punya sifat narsistik seperti merasa spesial, haus akan pengakuan, dan merasa kelompoknya lebih unggul dari yang lain.

Unsur ego lah yang bermain peran dalam hal ini. Percaya pada teori konspirasi akan memenuhi kebutuhan mereka untuk merasa unik atau istimewa dibanding orang lain. Beberapa orang merasa mereka punya pengetahuan rahasia yang tidak dimiliki orang kebanyakan.

Ini juga menyangkut tentang motivasi sosial. Orang-orang seperti ini akan membentuk sebuah identitas kelompok yang merasa lebih superior dari orang lain.  Mereka suka dengan ide bahwa mereka lebih tahu dari orang awam pada umumnya.

Jadi, Haruskah Kita Menyalahkan Mereka?

Penjelasan Psikologi di Balik Orang yang Percaya Teori Konspirasi/Foto: Pexels/cottonbro studio

Mereka yang memiliki kemampuan berpikir kritis dan reflektif lebih kecil kemungkinannya untuk mempercayai konspirasi. Namun, bukan berarti semua yang percaya konspirasi itu tidak cerdas, tetapi faktor utamanya lebih ke gaya berpikir, bukan kecerdasan semata.

Maka dari itu, kita tidak harus selalu menyalahkan mereka. Studi ini justru menunjukkan bahwa di balik kepercayaan terhadap teori konspirasi, ada kebutuhan yang sangat manusiawi, yaitu ingin merasa aman, memahami dunia, dan merasa dihargai. Masalahnya, kebutuhan ini kadang diekspresikan lewat jalan pintas yang berbahaya.

Ini mengingatkan kita bahwa mengedukasi masyarakat bukan hanya soal menyodorkan fakta, tapi juga soal memahami kebutuhan emosional dan sosial mereka. Kenyataannya, konspirasi adalah sebuah fenomena psikologis yang kompleks dan kita tidak bisa menyederhanakan seseorang hanya karena kepercayaannya terhadap teori konspirasi.

Jadi, lain kali ketika kamu mendengar seseorang bicara teori konspirasi, cobalah untuk lebih bijak. Mungkin, alih-alih menghakimi, kita bisa mulai dengan bertanya, “Apa sih yang bikin mereka percaya tentang hal itu?”

***

Ingin jadi salah satu pembaca yang bisa ikutan beragam event seru di Beautynesia? Yuk, gabung ke komunitas pembaca Beautynesia, B-Nation. Caranya DAFTAR DI SINI!

(naq/naq)
Komentar
0 Komentar TULIS KOMENTAR
Belum ada komentar.
Jadilah yang pertama memberikan komentar.

RELATED ARTICLE