Profil Pendiri Perusahaan Es Krim Ben & Jerry's yang Vokal Membela Palestina

Riswinanti Pawestri Permatasari | Beautynesia
Kamis, 22 May 2025 07:30 WIB
Profil Pendiri Perusahaan Es Krim Ben & Jerry's yang Vokal Membela Palestina
Ben Cohen dan Jerry Greenfield/Foto: Instagram/yobencohen

Beauties, pernah mendengar es krim Ben & Jerry’s? Melansir benjerry.com, perusahaan ini didirikan oleh Ben Cohen dan Jerry Greenfield di Burlington, Vermont pada tahun 1978. Berawal dari usaha kecil, brand ini berkembang pesat sehingga menjadi salah satu merk dagang ternama dan dikenal sebagai perusahaan yang memenuhi standar kinerja sosial dan lingkungan yang tinggi.

Selain dikenal sebagai brand ternama di daratan Amerika, Ben & Jerry’s juga diketahui sebagai perusahaan yang sangat peduli dengan urusan sosial. Salah satu pendirinya, Ben Cohen, baru-baru ini bahkan rela berurusan dengan aparat demi menunjukkan dukungan terhadap Palestina.

Melansir BBC, Ben Cohen diamankan polisi pada 14 Mei 2025 saat mengikuti aksi protes di Senat AS. Para aktivis, termasuk Cohen, memprotes prioritas pemerintah yang dinilai lebih fokus mendanai perang di Gaza ketimbang kebutuhan dasar masyarakat miskin di dalam negeri.

Penangkapan Cohen bukan peristiwa pertama yang memperlihatkan konsistensi pendiri Ben & Jerry’s dalam memperjuangkan hak asasi manusia, khususnya terkait isu Palestina. Rekannya, Jerry Greenfield juga diketahui menunjukkan sikap yang sama dalam menentang serangan Israel di jalur Gaza. Melansir berbagai sumber, berikut profil dan sepak terjang mereka.

Sejarah Perusahaan Es Krim Ben & Jerry’s

Dilaporkan MSN, kisah Ben & Jerry’s dimulai pada tahun 1978 di Burlington, Vermont, ketika dua sahabat Bernama Ben Cohen dan Jerry Greenfield memutuskan untuk membuka toko es krim kecil. Usaha ini dibangun dengan bermodalkan kursus singkat seharga 5 USD.

Mereka mendirikan bisnis ini dengan filosofi yang unik, yaitu menciptakan produk berkualitas tinggi, memperoleh keuntungan finansial, dan sekaligus memberikan dampak sosial yang positif. Tiga pilar ini menjadi dasar dari setiap keputusan bisnis yang mereka ambil.

Dalam waktu singkat, Ben & Jerry’s berkembang menjadi perusahaan es krim berskala nasional, dan kemudian merambah internasional. Selain itu, Perusahaan ini juga dikenal karena keberaniannya menyuarakan keadilan sosial, dari isu lingkungan hingga hak sipil.

Namun setelah semakin besar, brand Ben & Jerry’s akhirnya diakuisisi oleh Unilever pada April 2000. Tidak tanggung-tanggung, angka akusisi mencapai angka 326 juta USD (setara dengan lebih dari Rp5,3 triliun menurut kurs 19 Mei 2025).

Profil Ben Cohen

Produk Ben & Jerry's/Foto: Dok. Ben & Jerry's

Melansir Celebrity Net Worth, Ben Cohen lahir pada 18 Maret 1951 di Brooklyn, New York. Ia tumbuh dalam keluarga kelas menengah dan sempat kesulitan dalam bidang akademik karena mengidap anosmia parsial, yaitu kondisi yang membuat indra penciumannya terganggu. Namun, hal ini justru menjadi keunikannya saat meracik es krim karena Cohen mampu lebih fokus pada tekstur daripada aroma.

Cohen sendiri menjadi figur sentral dalam pertumbuhan Ben & Jerry’s. Bahkan setelah menjual perusahaan ke Unilever pada tahun 2000, ia tetap aktif menyuarakan nilai-nilai sosial yang menjadi jiwa dari brand tersebut. Di luar dunia bisnis, Cohen mendirikan sejumlah yayasan sosial, termasuk Stamp Stampede, sebuah gerakan untuk mengkampanyekan reformasi pendanaan politik di AS.

Meski sudah melepas kendali perusahaan, kekayaan pribadi Cohen tetap signifikan. Ia diperkirakan memiliki kekayaan bersih sekitar 150 USD juta (lebih dari Rp2,4 triliun menurut kurs 19 Mei 2025). Sebagian besar kekayaannya berasal dari penjualan saham Ben & Jerry’s dan investasi sosial lainnya.

Profil Jerry Greenfield

Ilustrasi/Foto: Dok. Ben & Jerry's

Jerry Greenfield lahir pada 14 Maret 1951 dan juga berasal dari New York, sebagaimana diulas oleh Celebrity Net Worth. Ia lebih fokus pada bidang sains dan sempat diterima di sekolah kedokteran, namun tak kunjung diterima secara penuh. Pilihan hidupnya kemudian berubah setelah bertemu kembali dengan Ben Cohen, sahabat lamanya, yang lalu mengajaknya membuka toko es krim.

Sebagai sosok yang lebih tenang dibanding Cohen, Greenfield sering kali berperan di balik layar, menjaga kualitas produk dan menjalankan visi sosial perusahaan. Keduanya kompak dalam menjaga filosofi bisnis yang tidak hanya mengejar keuntungan, tapi juga perubahan sosial. Seperti Cohen, Greenfield juga memiliki kekayaan bersih dalam kisaran puluhan juta dolar. Meski lebih jarang tampil di media, ia tetap aktif dalam kegiatan filantropi dan sosial.

Ben & Jerry’s dan Dukungan terhadap Palestina

Ben & Jerry's

Ben & Jerry's/Foto: Instagram/benandjerrys

Selama mengelola Ben & Jerry’s, Cohen dan Greenfield memang dikenal vokal menunjukkan pada Palestina. Pada tahun 2021, melansir Celebrity Net Worth, Ben & Jerry’s secara resmi mengumumkan akan menghentikan penjualan produknya di wilayah pendudukan Israel di Tepi Barat. Keputusan ini dianggap sebagai bentuk protes terhadap pelanggaran HAM terhadap warga Palestina. Meski menuai pujian dari kalangan aktivis, keputusan ini memicu kemarahan di kalangan pendukung Israel dan politikus AS.

Namun keputusan tersebut membuat Ben & Jerry’s berseteru dengan Unilever, selaku perusahaan induk. Unilever akhirnya menjual lisensi penjualan Ben & Jerry’s di Israel ke perusahaan lokal, tanpa persetujuan dewan independen Ben & Jerry’s. Tindakan ini dianggap melanggar perjanjian awal tentang otonomi sosial dan memicu gugatan hukum dari Cohen dan Greenfield terhadap Unilever.

Gugatan ini menyoroti pentingnya menjaga nilai-nilai sosial dalam sebuah perusahaan, bahkan setelah diakuisisi oleh korporasi besar. Cohen dan Greenfield membuktikan bahwa idealisme mereka tak bisa dibeli. Bahkan hingga saat ini, keduanya masih cukup vokal menunjukkan dukungan terhadap perdamaian dan menuntut gencatan senjata di jalur Gaza.

Ben Cohen dan Jerry Greenfield bukan hanya pengusaha sukses, tetapi juga suara hati dalam dunia bisnis yang sering kali diam terhadap ketidakadilan. Komitmennya terhadap Palestina, keberaniannya melawan Unilever, hingga aksinya di Senat AS memperlihatkan bahwa dunia usaha pun bisa menjadi ruang perjuangan bagi kemanusiaan.

***

Ingin jadi salah satu pembaca yang bisa ikutan beragam event seru di Beautynesia? Yuk, gabung ke komunitas pembaca Beautynesia, B-Nation. Caranya DAFTAR DI SINI!

(naq/naq)
Komentar
0 Komentar TULIS KOMENTAR
Belum ada komentar.
Jadilah yang pertama memberikan komentar.

RELATED ARTICLE