Dalam kehidupan sosial, sudah terbentuk konsep bahwa perempuan adalah makhluk yang cenderung feminin, lembut, rapi, anggun, dan dicirikan berambut panjang. Sebaliknya, pria dipandang sebagai makhluk yang kuat, keras, dominan menyukai olahraga dan aktivitas maskulin atau fisik, dicirikan berambut pendek dan botak.
Namun, demi melanggengkan kedamaian dan kenyamanan dalam pertemanan dan bermasyarakat, kita perlu menghargai orang lain yang tidak melulu seperti stereotipnya sebagai perempuan maupun pria, Beauties. Salah satu caranya adalah dengan tidak lagi menuduh atau berceletuk seperti: "Hebring banget baju lo, kayak banci!", "Tampangnya kayak gay ya?", "Fix dia homo, lihat aja perawakannya", "Cewek itu dandanannya laki banget, pasti lesbi!" saat melihat ekspresi gender atau tingkah laku, cara berpenampilan, dan karakter seseorang. Apalagi sampai menduga orang yang berorientasi seksual tertentu memiliki penyakit mental. Mengapa?
Simak sejumlah alasan dan dampaknya di bawah ini ya, Beauties!
Menyebabkan Tekanan Psikologis
Dampak melabelkan orang dengan kata banci, gay, lesbian/Freepik/DCStudio |
Terasingkan dan terpojokkan dari lingkungan sosial dapat memberikan tekanan psikologis pada orang-orang yang sering dilabeli lesbian, gay, atau banci dan mendapat reaksi negatif dari orang sekitar, demikian yang dikutip dari Daily Mail.
Namun, yang perlu diperhatikan adalah orang yang memiliki kecenderungan seperti lesbian atau gay pun—karena terdampak oleh label-label tersebut—tidak bisa juga dikatakan memiliki gangguan mental, demikian sebagaimana pernyataan American Psychiatric Association pada tahun 1973 yang dikutip dari Pflag.
Tidak Berkaitan dengan Orientasi Seksual
Dampak melabelkan orang dengan kata banci, gay, lesbian/Freepik/egoitzbengoetxea |
Masih dari Pflag, kefemininan pada pria dan sikap tomboi pada perempuan pun tidak berkaitan dengan kepada siapa seseorang tertarik secara perasaan dan seksual. Ekspresi gender dan ketertarikan seksual merupakan dua hal yang sebenarnya tidak perlu selalu dan menimbulkan pandangan yang semakin merendahkan orang-orang dengan keunikan ekspresi gender yang dimiliki.
Menimbulkan Krisis Harga Diri
Dampak melabelkan orang dengan kata banci, gay, lesbian/Freepik/Freepik |
Berkaitan dengan poin di atas, dilansir dari Them, baik yang mempunyai kecenderungan menjadi gay atau lesbian menurut masyarakat, maupun yang benar-benar menjadi bagian dari preferensi tersebut, seringkali mengalami krisis harga diri sehingga rawan terserang depresi dan kecemasan tingkat tinggi. Penyebabnya adalah ketidakterimaan pada tubuh dan kondisi diri mereka yang merupakan dampak dari ditolak dan dikucilkannya mereka di kehidupan sosial.
Kalau tidak teratasi, tak jarang yang sampai mengalami fase ingin bunuh diri karena tertekan untuk terus mengikuti yang ideal berdasarkan stereotip dari masyarakat. Demikian seperti yang dilansir dari Ourwatch.
Mencetuskan Diskriminasi Sosial
Dampak melabelkan orang dengan kata banci, gay, lesbian/Freepik/Freepik |
Penyebutan kata ‘homo’ adalah penghinaan yang bisa menyebabkan homophobia, atau ketakutan yang berlebihan kepada mereka yang menyukai sesama jenis. Homophobia pun bisa menjadi faktor diskriminasi sosial atau pengotak-ngotakkan masyarakat berdasarkan ekspresi gender nantinya. Demikian yang dikutip dari Burning Man.
Menimbulkan Keraguan tentang Identitas Diri
Dampak melabelkan orang dengan kata banci, gay, lesbian/Freepik/rawpixel.com |
Alasan terakhir adalah kita perlu menghindari pengecapan banci, gay, dan lesbian karena dapat mempengaruhi keraguan mereka terhadap identitas dirinya. Mereka bisa saja menjadi bertanya-tanya mengapa satu-dua kebiasaan atau perilakunya dianggap tidak seharusnya dia lakukan sebagai perempuan atau pria oleh masyarakat atau teman-teman terdekatnya? Demikian yang dilansir dari Girl Scouts.
Jangan sampai persepsi ‘kurang laki’ atau ‘kurang perempuan’ yang kita timpakan orang lain menurunkan rasa berharga dari diri mereka yang sebenarnya berpotensi sukses mewujudkan ide gemilangnya, menjadi harus lebih sibuk dan lama mencari jati diri karena bercandaan seksis yang kita lontarkan.
Jadi, yuk kita hentikan kebiasaan bercandain kefemininan pria dan kemaskulinan perempuan agar kita semua dapat nyaman hidup berdampingan tanpa terkecuali. Daripada mencela orang lain berdasarkan prasangka kita sendiri, atau nge-jokes seksis, lebih baik kita menghargai keunikan mereka!
---
Ingin jadi salah satu pembaca yang bisa ikutan beragam event seru di Beautynesia? Yuk, gabung ke komunitas pembaca Beautynesia, B-Nation. Caranya DAFTAR DI SINI!