Sebuah petisi baru-baru ini muncul dari kalangan aktivis feminis internasional. Petisi tersebut mengincar seorang konten kreator asal Arab bernama Farhan yang disinyalir melakukan plagiarisme terhadap karya aktivis feminis terkemuka Arab, Farida D.
Farida D merupakan seorang peneliti gender dan sastrawati asal Arab yang sering menyoroti ketidakadilan gender di kehidupan perempuan Arab sehari-hari. Selain menerbitkan pandangan feminisnya dalam beberapa buku, Farida aktif menuliskan puisi dan buah pikirnya dalam Instagram pribadinya di @farida.d.author.
Beberapa unggahan farida tentang feminisme pernah viral di jagad maya hingga ia diwawancara oleh BBC London. Menurut deskripsi, petisi yang menghimpun suara melalui platform change.org, pada 9 April 2022, Farida D menemukan bahwa beberapa pemikirannya yang pernah viral telah disalin persis oleh Farhan tanpa mencatutkan kredit namanya. Mengetahui hal tersebut, Farida lantas menghubungi akun instagram Farhan di @che_guefarhan dan memintanya untuk menuliskan nama Farida sebagai sang pemikir orisinal.
Farhan sempat membalas pesan Farida dengan permintaan maaf dan mengaku akan menggunakan karya Farida secara bertanggung jawab. Namun kenyataannya, alih-alih melakukan apa yang telah dijanjikan, Farhan justru mengunci akunnya dan memblokir Farida. Ia juga terus membuat konten feminisme berdasarkan pemikiran Farida dan beberapa aktivis lain untuk memperkuat citranya seolah-olah ia adalah pro-feminis agar media sosialnya terus berkembang.
Caption: Konten Kreator Berpura-pura Pro-feminis dan Lakukan Plagiarisme/Foto: Change.org |
Kejadian ini sontak saja membuat para aktivis feminis naik pitam. Banyak aktivis feminis mendukung Farida dengan menyebarluaskan kasus ini di media sosial mereka masing-masing. Kumpulan dukungan ini terhimpun dalam highlight story Instagram Farida. Masing-masing dari aktivis tersebut menjelaskan mengapa kasus plagiarisme Farhan tidak bisa dianggap remeh.
Dilihat dari cara Farhan memblokir Farida dan terus merilis ulang pemikiran Farida tanpa kredit, sikap Farhan tentu tidak mencerminkan sikap pro-feminis. Sebaliknya, Farhan bersikap manipulatif di mana sika ini dapat menyabotase perjuangan women empowerment itu sendiri. Farhan tidak hanya telah membajak karya, tapi juga mengkerdilkan kaum perempuan atas pemikiran mereka yang padahal telah didapat susah payah dari studi, pengalaman, dan trauma pribadi.
Yang lebih disayangkan lagi adalah Farhan dianggap memanfaatkan penindasan yang dialami kaum perempuan dengan bersikap pro-feminis semata-mata hanya untuk menarik perhatian perempuan-perempuan di dunia maya, alias memanfaatkan politik feminisme untuk menaikkan sex appeal belaka.