Simpang Siur Penggunaan Kata "DPR Dinonaktifkan", Apa Maknanya?

Dimitrie Hardjo | Beautynesia
Senin, 01 Sep 2025 18:30 WIB
Simpang Siur Penggunaan Kata
Foto: detikcom/Andhika Prasetia

Akhir Agustus 2025 dipenuhi dengan berbagai kabar memilukan. Banyak yang menjadi korban dalam demonstrasi terhadap DPR RI yang berlangsung, tak hanya korban luka saja, tapi juga memakan korban jiwa.

Merespons tuntutan masyarakat luas, sejumlah partai memutuskan untuk menonaktifkan kadernya akibat pernyataan mereka yang tidak pantas dan melukai hati rakyat, Beauties. Anggota DPR yang dinonaktifkan tersebut adalah Ahmad Sahroni, Nafa Urbach, Eko Hendro Purnomo (Eko Patrio), Surya Utama (Uya Kuya) dan Adies Kadir.
Namun penggunaan kata "nonaktif" ini cukup simpang siur, karena perbedaan pemaknaan. Apakah benar dipecat atau hanya akal-akalan?

Tafsiran “DPR Dinonaktifkan” yang Berbeda

Ahmad Sahroni dan Eko Patrio dinonaktifkan sebagai anggota dewan

Ahmad Sahroni dan Eko Patrio yang dinonaktifkan/ Foto: Dok. Detikcom

Kata “DPR dinonaktifkan” yang digunakan mengundang tanda tanya. Apa maksudnya? Mengutip dari DetikNews, Nazaruddin Dek Gam selaku Ketua Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) DPR RI, menjelaskan jika anggota DPR RI dinonaktifkan, maka mereka tidak dapat beraktivitas sebagai anggota DPR lagi, termasuk tidak dapat memanfaatkan fasilitasnya.

“Kalau sudah dinonaktifkan, artinya mereka tidak bisa lagi beraktivitas sebagai anggota DPR,” katanya (31/8/2025). “Dengan dinonaktifkan, otomatis mereka juga tidak bisa mendapatkan fasilitas ataupun tunjangan sebagai anggota DPR RI.”

Lain hal disampaikan oleh anggota Constitutional and Administrative Law Society (CALS) Herdiansyah Hamzah yang disapa Castro. Ada kecurigaan bahwa diksi tersebut hanyalah cara yang dilakukan partai politik untuk meredam amarah publik. “Saya membaca upaya penonaktifan itu adalah akal-akalan partai politik untuk menghindar dari kritik publik," kata Castro kepada CNN Indonesia melalui pesan tertulis, hari Senin (1/9/2025).

“Istilah penonaktifan sekali lagi tidak ada di dalam UU MD3 ataupun Tatib DPR 1/2020," imbuhnya, lalu menyebutkan bahwa yang ada adalah pemberhentian dan pemberhentian sementara, serta tidak ada konsekuensi hukum. “Mereka tetap anggota DPR, dan tetap makan gaji.”

 

Pemberhentian Menurut UU MD3

Ilustrasi Gedung DPR (Andhika/detikcom)

Ilustrasi gedung DPR/ Foto: detikcom/Andhika

Pemberhentian anggota DPR RI dijelaskan dalam UU Nomor 17 tahun 2014 tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (MD3), Beauties. Pemberhentian itu juga dibedakan menjadi pemberhentian antarwaktu, penggantian antarwaktu, dan pemberhentian sementara, sebagaimana dilansir dari CNBC Indonesia. Ini dia perbedaannya:

Pemberhentian antarwaktu: saat anggota meninggal dunia, mengundurkan diri, atau diberhentikan;

Penggantian antarwaktu: penggantian sesuai dengan keputusan partai masing-masing;

Pemberhentian sementara: pemberhentian karena alasan tertentu, termasuk ketika anggota menjadi terdakwa dalam perkara tindak pidana umum yang diancam dengan pidana penjara paling singkat lima tahun atau menjadi terdakwa dalam perkara tindak pidana khusus.

Kalau menurut kamu, bagaimana, Beauties?

***

Ingin jadi salah satu pembaca yang bisa ikutan beragam event seru di Beautynesia? Yuk gabung ke komunitas pembaca Beautynesia B-Nation. Caranya DAFTAR DI SINI!

(dmh/dmh)
Komentar
0 Komentar TULIS KOMENTAR
Belum ada komentar.
Jadilah yang pertama memberikan komentar.

RELATED ARTICLE