Studi: Indonesia Bisa Terancam Cuaca Panas Ekstrim, Bikin Populasi Manusia Sulit Berkembang-Tidak Bisa Punya Anak

Nadya Quamila | Beautynesia
Jumat, 09 Jun 2023 12:00 WIB
Studi: Indonesia Bisa Terancam Cuaca Panas Ekstrim, Bikin Populasi Manusia Sulit Berkembang-Tidak Bisa Punya Anak/Foto: Getty Images/iStockphoto/happy8790

Beauties, cuaca panas akhir-akhir ini mungkin membuat kamu tidak nyaman dan kesulitan beraktivitas. Namun, tidak hanya menghambat aktivitas dan berdampak pada kesehatan, sebuah studi baru-baru ini mengungkap bahwa cuaca panas ekstrim dapat mengancam populasi manusia. Duh, bagaimana bisa?

Beauties, kamu tentu tahu bahwa climate crisis atau krisis iklim adalah salah satu masalah serius yang sedang dihadapi umat manusia saat ini. Menurut sebuah studi terbaru yang diterbitkan dalam jurnal Nature Sustainability, jika pemanasan global terus tidak terkendali, maka akan membuat membuat manusia sulit berkembang hingga terancam tidak bisa punya anak.

Jika hal ini terjadi, maka ada lima negara yang punya tingkat keparahan paling signifikan, salah satunya termasuk Indonesia, nih, Beauties!

Cuaca Panas Ekstrim Bikin Populasi Manusia Sulit Berkembang hingga Terancam Tidak Bisa Punya Anak

Ilustrasi/ Foto: AFP via Getty Images/STR

Jika laju pemanasan global saat ini tidak terkendali, hal ini akan mendorong miliaran manusia keluar dari yang namanya 'climate niche', yaitu suhu di mana manusia dapat berkembang. 

Dilansir dari CNN, studi terbaru yang diterbitkan dalam jurnal Nature Sustainability mengevaluasi dampak cuaca panas ekstrim pada manusia. Suhu bumi rata-rata normalnya berkisar antara 13 hingga 27 derajat celsius.

Namun, berdasarkan studi terbaru, bumi diprediksi akan menghadapi suhu rata-rata 29 derajat celsius pada tahun 2030. Ini akan membuat manusia terdorong keluar dari 'climate niche' yang bisa mengancam populasi. Di luar kondisi tersebut, bumi akan cenderung terlalu panas, terlalu dingin, atau terlalu kering.

Ilustrasi/ Foto: AFP via Getty Images/JACK TAYLOR

Timothy Lenton, salah satu dari dua penulis utama studi tersebut, mengatakan bahwa sepertiga dari populasi global dapat mendapati diri mereka hidup dalam kondisi iklim yang tidak mendukung "perkembangan manusia".

"Itu adalah pembentukan kembali yang mendalam dari kelayakhunian permukaan planet dan berpotensi menyebabkan reorganisasi skala besar di mana orang tinggal," kata Lenton, direktur Institut Sistem Global di Universitas Exeter.

(naq/naq)