Ternyata Gelar "Haji" Cuma Ada di Indonesia dan Bukan Berasal dari Arab, Tapi Kompeni Belanda! Kamu Sudah Tahu?
Beauties, di Indonesia ada salah satu kebiasaan menarik setiap kali ada orang yang baru pulang dari ibadah Haji di Tanah Suci selama 40 hari. Umumnya, panggilan mereka dari orang sekitar akan berubah jadi Pak Haji/Bu Hajah atau akan mencantumkan gelar "H" di depan namanya.
Pasti sejak kecil kamu sudah tak aneh ya, jika ada orang dipanggil Pak Haji/Bu Hajah atau menemui orang dengan nama bagian depannya ada gelar H/Hj. Namun ternyata, tahu nggak sih kamu kalau ini bukanlah syariat islam atau aturan dari Kerajaan Arab Saudi.
Ternyata, panggilan Haji/Hajah atau gelar Haji untuk orang yang sudah menunaikan ibadah Haji ternyata cuma ada di Indonesia. Asal muasalnya, hal ini dari pemerintah kolonial Hindia Belanda!
Nggak percaya? Berikut ceritanya...
Gelar "Haji" Ternyata Berasal dari Kompeni Belanda
Ibadah haji/Foto: Freepik/vecstock |
Pada dua abad lalu, pergi haji bukan hanya sebatas dilihat dari sudut pandang bisnis, ibadah atau spiritual. Namun juga, dari sudut pandang politik.
Alasannya, karena para jamaah haji asal Indonesia kerap 'berulah' usai pulang dari Makkah. Dalam pandangan kompeni Belanda, para jamaah ini kerap belajar hal-hal baru ketika di Tanah Suci.
Saat pulang kampung ke Indonesia, mereka menyebarkan ajaran baru itu, yang dapat memantik rakyat di akar rumput untuk berontak kepada pemerintah Hindia Belanda. Jacob Vredenbregt dalam Indonesia dan Haji (1997) menyebut, pikiran seperti ini pertama kali muncul di era Gubernur Jenderal Herman Willem Daendels, pada 1810-an.
Pada masa itu, pencetus Jalan Raya Anyer-Panarukan berpikir kalau seorang pribumi yang pulang Haji kerap menghasut rakyat untuk berontak ketika berpergian. Alhasil, Daendels meminta para jamaah untuk mengurus paspor haji sebagai penanda.
Pemikiran seperti ini juga dimunculkan saat Indonesia dijajah Inggris lewat Gubernur Jenderal Thomas Stanford Raffles. Dalam catatannya berjudul History of Java (1817), Raffles bahkan terang-terangan "menyerang" orang pergi haji.
Ibadah haji/ Foto: AP/Amr Nabil |
Katanya, orang Jawa yang pergi haji itu sok suci. Karena dengan kesuciannya itu mereka bisa menghasut rakyat dan menjadi ujung tombak perlawanan di kalangan kelompok masyarakat.
Meski begitu, tulis Dien Madjid dalam Berhaji di Masa Kolonial (2008), kebijakan politis haji baru diterapkan secara menyeluruh pada 1859 lewat aturan khusus. Aturan ini mengatur secara jelas mekanisme penerimaan orang yang baru saja pulang haji. Lewat mekanisme ini, mereka bakal melalui serangkaian ujian.
Apabila lolos ujian, maka mereka diharuskan menyantumkan gelar haji dalam sapaan atau nama. Sekaligus juga diwajibkan mengenakan pakaian khas orang haji, yakni jubah ihram dan sorban putih.
Latar belakang aturan ini sebenarnya berangkat dari ketakutan dan sikap traumatis pemerintah Hindia Belanda. Sebab, di abad ke-19, banyak pemberontakan bermula dari mereka yang pulang haji, sampai orang Belanda ini memandang orang bergelar haji sebagai bentuk kewaspadaan.
Lebih lengkap tentang ceritanya, baca selengkapnya di sini.
***
Ingin jadi salah satu pembaca yang bisa ikutan beragam event seru di Beautynesia? Yuk gabung ke komunitas pembaca Beautynesia B-Nation. Caranya DAFTAR DI SINI!
Ibadah haji/Foto: Freepik/vecstock
Ibadah haji/ Foto: AP/Amr Nabil