Ternyata Sejarah 'Pedagang Kaki Lima' Ada dari Zaman Belanda, Sudah Tahu?

Nisrina Salsabila | Beautynesia
Minggu, 22 Sep 2024 10:30 WIB
Ternyata Sejarah 'Pedagang Kaki Lima' Ada dari Zaman Belanda, Sudah Tahu?
Asal-usul istilah pedagang kaki lima/Foto: detikcom/Anindyadevi Aurellia

Pasti Beauties sudah akrab dengan istilah pedagang kaki lima atau sering disingkat PKL. Mereka ialah pedagang yang kerap berjualan di trotoar atau jalur pejalan kaki di pinggir jalan raya.

Dengan adanya PKL, orang-orang bisa mendapatkan kebutuhan makanan, minuman, dan barang-barang lain dengan harga relatif murah. Apalagi, bagi pecinta kuliner pinggir jalan, kamu pasti sering beli makan dari pedagang kaki lima.

Tapi, tahukah kamu asal-usul dari munculnya penyebutan “pedagang kaki lima” ini? Setidaknya, ada dua pendapat yang mengisahkan tentang asal-usul istilah pedagang kaki lima. Yuk, kita simak penjelasannya!

Jumlah Kakinya Lima

Gerobak pedagang kaki lima/Foto: Freepik.com/simonsupriyadi

Salah satu versi cerita paling terkenal menyebutkan bahwa istilah tersebut muncul karena pedagangnya punya kaki dua dan gerobaknya berkaki tiga, jadi disebut pedagang kaki lima. Seperti diketahui, gerobak memiliki dua roda ditambah satu tiang penyangga supaya ia bisa berdiri stabil, sehingga dianggap punya tiga kaki. Jika ditambah kaki si pedagang, maka jumlah kakinya jadi lima.

Tapi, versi tersebut belum bisa dipercaya dan dianggap sebagai teori asal-asalan. Pasalnya, pedagang yang berjualan menggunakan gerobak konon baru muncul sekitar tahun 1980-an. Sebelumnya, para pedagang didominasi menggunakan pikulan dan gelaran.

Bukan cuma itu, ada lagi yang iseng mengartikan kaki lima sebagai “kanan kiri lintas manusia.” Candaan itu mungkin muncul karena melihat banyak orang hilir mudik di sisi kiri dan kanan PKL yang berdagang di trotoar dan pinggir jalan.

Dari Ukuran Trotoar Five Feet

Pedagang kaki lima di trotoar/Foto: Freepik.com/Iqbal Akfa

Sejarahnya, mengutip laman RRI, Gubernur Jenderal Hindia Belanda Thomas Stamford Raffles yang berkuasa tahun 1811-1816 membuat kebijakan bahwa gedung-gedung di jalan utama di Batavia (sekarang Jakarta) wajib membangun fasilitas trotoar bagi para pejalan kaki. Pada masa itu, trotoar dibangun dengan tinggi 30 cm dari permukaan jalan raya, dan lebarnya 5 kaki atau setara 152 cm.

Dalam bahasa Inggris, lima kaki disebut five feet. Namun, dikutip detikfood dari Historia, terdapat perbedaan penafsiran tata bahasa antara bangsa Eropa dengan Bangsa Melayu. Bahasa Inggris memiliki tata bahasa MD (menerangkan-diterangkan). Sedangkan, orang Melayu terbiasa dengan hukum DM (diterangkan-menerangkan), sehingga mereka menerjemahkan five foot menjadi kaki lima, bukan lima kaki.

Puluhan tahun setelah itu, para pedagang keliling akhirnya malah menggunakan trotoar tersebut untuk menjajakan dagangan mereka. Sembari menunggu pembeli, terkadang mereka mangkal di trotoar.

Dari istilah trotoar 5 kaki (five feet) inilah maka mereka disebut pedagang kaki lima, yang sampai sekarang penyebutan tersebut masih tetap dipakai. Jadi, istilah kaki lima ini berasal dari ukuran trotoarnya, bukan jumlah kaki dari pedagang dan roda gerobaknya.

Kata pedagang kaki lima pun termasuk sebagai bahasa baku dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI). Menurut KBBI, pedagang kaki lima adalah pedagang yang berjualan di serambi (emper) toko atau di tepi jalan (di trotoar). Istilah PKL merujuk kepada seluruh pedagang di emperan dan trotoar yang menggunakan gerobak, meja kecil, gelaran tikar, pikulan, hingga sepeda.

Sering Kena Usir tapi juga Dicintai Masyarakat

Kuliner kaki lima sering kena usir Satpol PP/Foto: Freepik.com/EyeEm

Meski begitu, di beberapa kota besar, pedagang kaki lima dianggap meresahkan karena lapak mereka menggunakan trotoar dan badan jalan yang seharusnya diperuntukkan bagi pejalan kaki dan kendaraan. Ada juga PKL yang menggunakan sungai dan saluran air terdekat untuk membuang sampah dan air cucian. Oleh sebab itulah mereka seringkali kena gusur Satpol PP (Satuan Polisi Pramong Praja) yang bertugas menegakkan peraturan daerah dan menjaga ketertiban umum.

Namun, jika dilihat dari sisi positifnya, PKL senantiasa menyediakan makanan, minuman, atau barang lain dengan harga yang lebih terjangkau daripada membeli di toko. Model usaha pedagang emperan jalan juga hanya membutuhkan modal dan biaya yang kecil, sehingga kerap mengundang pedagang bermodal minim untuk mendirikan usaha kecil-kecilan di sekitar tempat tinggal mereka.

****
Ingin jadi salah satu pembaca yang bisa ikutan beragam event seru di Beautynesia? Yuk gabung ke komunitas pembaca Beautynesia B-Nation. Caranya DAFTAR DI SINI!

(ria/ria)
Komentar
0 Komentar TULIS KOMENTAR
Belum ada komentar.
Jadilah yang pertama memberikan komentar.

RELATED ARTICLE