Tren Foto Before After di Sosmed Bisa Berdampak Negatif Bagi Kesehatan Mental? Ini Kata Para Ahli

Nadya Quamila | Beautynesia
Rabu, 08 Dec 2021 14:00 WIB
Tren Foto Before After di Sosmed Bisa Berdampak Negatif Bagi Kesehatan Mental? Ini Kata Para Ahli
Menurut para ahli, tren foto before after bisa berdampak negatif bagi kesehatan mental/Foto: Freepik

Hadirnya media sosial memicu munculnya berbagai tren yang sering diikuti oleh masyarakat. Salah satu tren yang hingga saat ini masih digandrungi ialah tren foto before after.

Tren ini menjelaskan bahwa situasi after (setelah) merupakan hasil jerih payah dan lebih diinginkan daripada before (sebelumnya). Tren ini bisa hadir dalam berbagai bentuk, mulai dari membersihkan rumah, mengejar cita-cita, hingga yang paling sering kita lihat yang berkaitan dengan penampilan, seperti berat badan.

Sekilas, tren ini mungkin terlihat positif karena dapat memotivasi orang. Namun foto before after yang berhubungan dengan penampilan ternyata bisa berbahaya bagi kesehatan mental, lho!

Wah, kok bisa ya? Yuk, simak penjelasannya!

Menimbulkan Rasa Membanding-bandingkan yang Tidak Sehat

kepribadian neuroticism juga cenderung aktif di media sosialIlustrasi bermain media sosial/Foto: Foto: Unsplash.com/Vladimir Fedotov

Meskipun mungkin tidak ada niat buruk dan bermaksud untuk memotivasi, tak bisa terhindarkan foto before after dapat berdampak pada membandingkan diri dengan orang lain yang pada beberapa kasus bisa menjadi berbahaya bagi sebagian orang.

"Terutama pada orang yang sedang berjuang dengan citra tubuhnya dan masalah makan," ungkap Chelsea Kronengold, direktur komunikasi di National Asosiasi Gangguan Makan seperti dikutip dari HuffPost.

Ketika seseorang melihat foto before after, banyak yang merasa akan lebih relate dengan keadaan 'sebelum' daripada 'sesudah'. Karena inti dari perbandingan foto before after adalah untuk menunjukkan bahwa kondisi 'sesudah' lebih baik, beberapa orang akan mungkin merasa kurang dan merasa ada yang perlu diperbaiki dari tubuh. Seiring berjalannya waktu, hal ini bisa membahayakan.

Merasa tidak puas dengan bentuk tubuh menjadi salah satu risiko potensial timbulnya gangguan makan. "Orang yang memiliki citra tubuh negatif tidak hanya rentan terkena gangguan makan, namun juga depresi, harga diri yang rendah, serta terobsesi dengan penurunan berat badan," imbuh Kronengold.

Memperkuat Stigma Berat Badan

Berat badan dapat diatur dengan menerapkan pola makan sehat dan olahraga yang rutin.Ilustrasi berat badan/Foto: Freepik

Jenis foto before after sangat beragam, namun memang yang paling sering kita lihat adalah terkait berat badan. Jika kita lihat unggahan before after penurunan berat badan di media sosial, akan ada banyak komentar 'positif', seperti "wah, sangat menginspirasi!" atau "wow, body goals banget!"

Sekilas terlihat positif, namun ada sisi lain dari komentar tersebut: ada implikasi bahwa orang tersebut tidak terlihat keren saat tubuh mereka lebih besar, dan menyiratkan bahwa kurus adalah yang terbaik.

Stigma berat atau diskriminasi berdasarkan berat badan sudah sangat mengakar di masyarakat dan memiliki efek yang negatif. Menurut studi dari Journal of Advanced Nursing di tahun 2018, stigma berat badan meningkatkan risiko seseorang terkena diabetes, gangguan makan, depresi, kecemasan, dan ketidakpuasan dengan bentuk tubuh.

Stigma ini muncul dari keyakinan bahwa tubuh kurus lebih baik dan tubuh gemuk tidak sehat. Padahal, tubuh kurus belum tentu berarti sehat, dan tubuh gemuk belum berarti tidak sehat.

Walau memang hubungan antara berat badan dan kesehatan sangat rumit, namun tidak sepantasnya untuk menghakimi kesehatan seseorang hanya dengan melihat foto mereka.

Terlalu Mementingkan Penampilan Fisik

Spectrophobia atau fobia cerminIlustrasi becermin/Foto: Pexels.com/Athena

Hanya karena seseorang tersenyum di bagian 'sesudah' dalam foto before after, belum tentu mereka bahagia, lho! Faktanya, ketika kita menganggap seseorang telah mengalami perubahan hidup yang positif hanya karena mereka 'terlihat lebih baik' bisa merusak cara berpikir dan mengganggu kesehatan mental.

"Berbahaya untuk menempatkan harga diri pada sesuatu yang di luar kendali dan tidak terduga, contohnya seperti tubuh manusia," papar Ashley Seruya, terapis dan penulis di New York. Menurutnya, penampilan jarang bisa menjadi indikator kesejahteraan seseorang.

Alih-alih fokus pada transformasi tubuh melalui foto before after, Kronengold berpendapat bahwa kesehatan mental dan pencapaian yang tidak ada hubungannya dengan penampilan atau berat badan harus diutamakan.

Simply said, yang penting kamu mencintai bentuk tubuhmu dan menjaga tubuh agar tetap sehat ya, Beauties!

***

[Gambas:Youtube]

Ingin jadi salah satu pembaca yang bisa ikutan beragam event seru di Beautynesia? Yuk gabung ke komunitas pembaca Beautynesia B-Nation. Caranya DAFTAR DI SINI!

(naq/naq)
CERITA YUK!
Theme of The Month :

Theme of The Month :

Theme of The Month :

Theme of The Month :

Theme of The Month :

Komentar
0 Komentar TULIS KOMENTAR
Belum ada komentar.
Jadilah yang pertama memberikan komentar.

RELATED ARTICLE