Belajar dari Kasus Remaja Siksa Anjing hingga Tewas, Ini Ciri-ciri Psikopat pada Anak yang Harus Diwaspadai

Nadya Quamila | Beautynesia
Selasa, 16 Apr 2024 12:00 WIB
Bagaimana Penanganan yang Tepat?
Ilustrasi/Foto: Freepik/freepik

Viral di media sosial empat remaja pria berusia belasan tahun di Kaliwates, Jember menyiksa seekor anjing hingga tewas. Anjing berjenis Maltese bernama Viki itu dilaporkan dihantam dengan balok semen cor di bagian muka dan kepala oleh para remaja itu. Viki berusia 6,5 tahun dengan berat 4 kg.

Peristiwa pilu ini diungkap oleh pemilik Viki, yaitu Lisa Meliana melalui akun Instagramnya. Saat itu, Lisa membawa Viki berlibur ke Jember dari Magelang. Sebab, ia tidak tega meninggalkan Viki di penitipan.

Tanpa sepengetahuan Lisa, Viki lolos dari pagar dan panik mondar-mandir di jalan depan rumah. Melalui rekaman CCTV yang diunggahnya, terlihat empat remaja berjalan ke arah Viki dan melancarkan aksi keji mereka.

Anjing Maltese disiksa di JemberAnjing Maltese disiksa di Jember/ Foto: Dok. Istimewa/Tangkapan Layar

Sekitar satu jam Viki terkapar kesakitan tak berdaya di jalanan, sampai akhirnya ada orang baik yang menyelamatkannya. Viki langsung ditangani oleh dua dokter hewan. Namun, keesokan paginya, setelah menjerit kesakitan dan muntah darah, Viki kesulitan bernapas dan akhirnya meninggal.

Hal yang membuat Viki lebih terkejut adalah ketika menonton rekaman CCTV. Terlihat para pelaku tertawa-tawa atas aksi keji mereka, tampak tak menunjukkan tanda-tanda menyesal. Lisa mengaku ketika proses mediasi oleh ketua RT setempat, ia tidak melihat pelaku sungguh-sungguh menyesali perbuatan mereka.

"Walaupun terlihat menangis, tapi ketika mereka pikir orang-orang tidak memperhatikan, salah satu dari mereka kedapatan sedang tersenyum," tulis Lisa.

Ciri-ciri Psikopat pada Anak

8 kalimat yang perlu dihindari saat marah pada anak/Foto: Pexels/Kindel Media

Ilustrasi/Foto: Pexels/Kindel Media

Aksi keji para remaja berusia belasan tahun itu tentu menimbulkan keresahan tersendiri. Tak sedikit netizen yang bertanya-tanya mengapa para remaja itu tega menyiksa binatang hingga tewas.

Lebih geramnya lagi, para pelaku tidak menunjukkan tanda penyesalan, bahkan dengan bebas tertawa, usai melakukan aksi keji tersebut. Lantas, benarkah anak yang gemar menyiksa hewan merupakan ciri-ciri dari psikopat?

Dilansir dari Very Well Family, meskipun istilah psikopat bukanlah diagnosis resmi kesehatan mental, istilah ini digunakan untuk menggambarkan sekelompok karakteristik dan perilaku yang menunjukkan bahwa seseorang tidak berperasaan, tidak peduli, dan penuh tipu daya.

Sebuah studi tahun 2016 yang dilakukan oleh para peneliti di Universitas Michigan menunjukkan tanda-tanda awal psikopat dapat dilihat pada anak-anak berusia 2 tahun. Bahkan di usia ini, mereka menunjukkan perbedaan empati dan hati nurani.

Studi tersebut meminta pengasuh utama, orang tua lainnya, dan guru/penyedia tempat penitipan anak, untuk menilai perilaku tidak berperasaan dan tidak emosional anak antara usia 2 dan 4 tahun berdasarkan item berikut:

  1. Anak tidak tampak bersalah setelah melakukan kesalahan.
  2. Hukuman tidak mengubah perilaku anak.
  3. Anak egois/tidak mau berbagi.
  4. Anak kerap berbohong.
  5. Anak bersikap licik.

Para peneliti menindaklanjuti anak-anak tersebut lagi ketika mereka berusia 9 tahun. Mereka menemukan bahwa anak-anak yang paling banyak menunjukkan masalah perilaku saat masih balita atau prasekolah, lebih cenderung menunjukkan masalah perilaku yang terkait dengan psikopat di kemudian hari di masa kanak-kanak.

Seorang anak dengan psikopat menunjukkan ciri-ciri yang mirip dengan orang dewasa yang menderita psikopat. Misalnya, mereka mungkin melakukan tindakan menyakiti hewan atau mencoba membunuh hewan untuk kesenangan.

Selain itu, remaja terkadang melakukan tindakan menyakiti dan membunuh hewan demi kepuasan seksual. Hal ini sering terjadi pada gangguan psikopat atau perilaku dan gangguan kepribadian antisosial.

Alasan Anak Menyiksa Hewan

Ilustrasi anak dan hewan peliharaan

Ilustrasi/Foto: Freepik/freepik

Anak kecil yang 'menyiksa' hewan mungkin bertindak karena rasa ingin tahu. Namun, menurut Dr Lim Boon Leng, psikiater dari Pusat Kesehatan Psikologis Dr BL Lim, kekerasan yang dilakukan oleh anak-anak yang lebih besar yang berusia di atas 10 tahun dikaitkan dengan kekerasan terhadap anak. 

“Sebuah penelitian menunjukkan bahwa sekitar sepertiga (32 persen) anak-anak yang mengalami kekerasan dalam rumah tangga terus melakukan kekerasan terhadap hewan,” katanya kepada laman Today Online.

“Kemungkinan besar anak-anak ini tidak peka terhadap kekerasan atau meniru orang dewasa dalam kehidupan mereka. Selain itu, anak-anak yang merasa tidak berdaya dalam kehidupan pribadinya mungkin akan menyakiti hewan untuk melakukan kontrol atau mendapatkan kekuasaan,” tambah Dr Lim.

Dr Chan, psikolog klinis juga sejalan dengan Dr Lim. Ketika ditanya apa motivasi di balik perilaku mengganggu hewan yang dilakukan anak tersebut, ia mengatakan bahwa tindakan kekejaman terhadap hewan mungkin berasal dari rasa ingin tahu serta pengalaman kekerasan atau pelecehan dalam kehidupan pribadi anak tersebut.

“Ada kemungkinan bahwa individu yang terlibat dalam perilaku (termasuk melakukan tindakan cabul) mungkin mengobjektifikasi hewan dan gagal merasakan empati atau emosi terhadap (makhluk hidup) yang ‘kurang berkuasa’,” tambah Dr Chan.

Beberapa peneliti berpendapat bahwa ciri-ciri psikopat tetap stabil sepanjang hidup, yang berarti bahwa seorang anak yang menunjukkan tanda-tanda psikopat kemungkinan besar akan tumbuh dengan menunjukkan ciri-ciri yang sama.

Bagaimana Penanganan yang Tepat?

Ilustrasi anak sedih

Ilustrasi/Foto: Freepik/freepik

Tanpa pengobatan, kecil kemungkinan psikopat akan membaik seiring berjalannya waktu. Menurut Dr Lim, orangtua harus khawatir jika melihat anaknya menganiaya hewan.

“Orangtua harus selalu khawatir ketika mereka melihat anak-anak mereka menganiaya hewan. Hal ini mungkin merupakan indikasi tekanan emosional yang mendasarinya dan mungkin merupakan cerminan dari lingkungan anak yang sulit atau penuh kekerasan," ungkapnya.

Tidak semua anak yang menyakiti hewan akan tumbuh dan menyakiti manusia, tetapi pada beberapa kasus ada yang berlaku demikian.

Dilansir dari Discover Magazine, penelitian telah mengungkapkan bahwa 25 persen narapidana agresif telah melakukan berbagai tindakan kekerasan terhadap hewan ketika masih anak-anak. Empat puluh lima persen penembak di sekolah memiliki riwayat dugaan kekejaman terhadap hewan, dan 21 persen pembunuh berantai mengaku melakukan pelecehan terhadap hewan pada masa kanak-kanak.

Dalam mengubah perilaku remaja yang menganiaya hewan, para ahli kesehatan mental mengatakan bahwa fokusnya tidak boleh hanya menyalahkan anak saja, dan pendekatan yang lebih penuh kasih mungkin lebih tepat.

“Fokusnya harus pada rehabilitasi dan pemahaman, bukan retribusi. Program rehabilitasi, jika terstruktur dengan baik dan komprehensif, bisa efektif dalam mengubah perilaku anak,” kata Dr Lim.

Menghukum anak secara fisik mungkin menghentikan perilaku tersebut untuk sementara waktu, namun tidak mengatasi akar permasalahannya, baik itu kesulitan mengendalikan impuls atau kekerasan dalam keluarga.

Menumbuhkan empati, mendorong komunikasi terbuka dan memahami perasaan dan motivasi anak, serta lingkungannya, akan lebih efektif dalam membawa perubahan jangka panjang, saran Dr Lim.

***

Ingin jadi salah satu pembaca yang bisa ikutan beragam event seru di Beautynesia? Yuk, gabung ke komunitas pembaca Beautynesia, B-Nation. Caranya DAFTAR DI SINI!

(naq/naq)
Komentar
0 Komentar TULIS KOMENTAR
Belum ada komentar.
Jadilah yang pertama memberikan komentar.