Mengapa 'Brain Rot' Bisa Terjadi? Yuk, Kenali Berbagai Penyebabnya!

Budi Rahmah Panjaitan | Beautynesia
Selasa, 17 Dec 2024 11:00 WIB
Karakteristik Informasi
Karakteristik informasi/ Foto: Freepik.com/benzoix

Istilah “Brain Rot” kian popular setelah dinobatkan sebagai Word of The Year 2024 versi kamus Oxford. Oxford University Press mendefinisikan brain rot sebagai penurunan kondisi mental atau intelektual seseorang akibat konsumsi berlebihan terhadap materi, terutama konten online yang dianggap tidak menantang alias sepele.

Ini sejalan dengan apa yang disampaikan oleh John Crimmins, PhD, seorang konsultan psikoterapis Irlandia dalam tulisannya di Health News yang menyebutkan bahwa “brain rot” adalah kondisi yang disebabkan oleh overload digital, yang dapat memicu penurunan kemampuan kognitif dan kelelahan mental.

Dari kedua pengertian ini, satu kata yang mencolok adalah “berlebihan”. Konteksnya mengacu pada terpaparnya kita (pengguna) oleh banyaknya informasi yang bisa ditemukan di berbagai platform online. Mengutip dari laman University of New South Wales, hingga saat ini penelitian terkait hal ini masih terus dilakukan. Meski demikian, terjadinya 'brain rot' dikarenakan paparan informasi berlebih bisa ditelusuri lebih lanjut penyebabnya.

Faktor Pribadi

Kelebihan informasi sering kali bermula dari keterbatasan kita sebagai individu dalam memproses informasi. Mengutip dari International Journal of Information Management Data Insights, otak manusia memiliki kapasitas yang terbatas untuk memahami dan menyimpan data, sehingga saat informasi yang diterima terlalu banyak, proses pengolahannya menjadi lambat dan tidak optimal. Selain itu, motivasi dan sikap juga memengaruhi kemampuan kita dalam menghadapi informasi.

Individu yang kurang termotivasi atau memiliki pandangan negatif terhadap tugas cenderung lebih rentan mengalami kelebihan informasi. Hal ini diperburuk jika kita tidak memiliki keterampilan yang memadai untuk menyaring, mencari, atau memahami informasi. Disebutkan juga bahwa beberapa faktor demografis seperti usia, tingkat pendidikan, dan status pekerjaan juga turut berkontribusi dalam meningkatkan risiko overload.

Karakteristik Informasi

Karakteristik informasi/ Foto: Freepik.com/benzoix

Dalam sebuah artikel ilmiah berjudul Causes, consequences, and strategies to deal with information overload: A scoping review, dijelaskan bahwa informasi itu sendiri bisa menjadi penyebab utama overload. Ketika jumlah informasi yang tersedia terlalu banyak, individu akan kesulitan untuk memilih mana yang relevan.

Kuantitas informasi yang besar ini sering kali tidak diimbangi oleh kualitasnya. Informasi yang tidak relevan, tidak akurat, atau cepat kadaluarsa menambah kebingungan. Polusi informasi, yakni penyebaran data yang bertentangan atau menyesatkan, juga menjadi masalah serius.

Selain itu, ketika informasi disampaikan dalam bentuk yang kompleks dan sulit dipahami, individu membutuhkan waktu lebih lama untuk mencerna, yang pada akhirnya menambah tekanan kognitif.

Penggunaan Perangkat Digital Secara Berlebihan

Informasi berlebihan/ Foto: Freepik.com/freepik

Sudah pernah cek screen time harian? atau mungkin malah sudah sering melakukannya. Apa pun jawabannya, cukup jawab di dalam hati saja sembari merefleksi. Mengutip dari laman GoodRx, menghabiskan terlalu banyak waktu di depan perangkat digital tanpa jeda yang cukup dapat menyebabkan kelelahan digital atau digital burnout.

Ketika kita terus-menerus terhubung dengan perangkat, otak tidak memiliki kesempatan untuk beristirahat dan memulihkan energi. Tanpa adanya waktu istirahat yang teratur, paparan konstan terhadap perangkat digital dapat memperberat beban mental dan berkontribusi pada kelebihan informasi.

Penyerapan Informasi yang Berlebihan

Menyerap informasi berlebihan/ Foto: Freepik.com/benzoix

Tidak bisa kita pungkiri bahwa saat ini, informasi tersedia kapan saja dan dari sumber yang tampaknya tak terbatas. Keberadaan arus informasi yang konstan dapat membuat otak bekerja tanpa henti untuk menyaring, memahami, dan menyimpan informasi tersebut.

Namun, otak memiliki batas dalam menerima dan memproses data. Tanpa memberikan waktu bagi otak untuk beristirahat, kita sebagai individu berisiko mengalami overload akibat penyerapan informasi yang terus-menerus.

Multitasking Media

Multitasking media/ Foto: Freepik.com/freepik

Siapa nih yang masih punya kebiasaan menggunakan lebih dari satu perangkat atau platform media secara bersamaan? Nah, ternyata ini juga menjadi faktor yang signifikan lho!

Misalnya, kita mungkin cek media sosial sambil menonton series kesayangan di Netflix. Multitasking seperti ini tidak hanya meningkatkan jumlah informasi yang diterima, tetapi juga mengurangi kemampuan otak untuk fokus. Penelitian menunjukkan bahwa mereka yang sering melakukan multitasking media cenderung memiliki kinerja yang buruk dalam tugas-tugas yang membutuhkan konsentrasi tinggi.

***

Ingin jadi salah satu pembaca yang bisa ikutan beragam event seru di Beautynesia? Yuk, gabung ke komunitas pembaca Beautynesia, B-Nation. Caranya DAFTAR DI SINI!

(dmh/dmh)
Komentar
0 Komentar TULIS KOMENTAR
Belum ada komentar.
Jadilah yang pertama memberikan komentar.

RELATED ARTICLE