Beberapa waktu lalu, sempat viral kisah seorang perempuan bernama Asma, korban dari praktik ilegal Female Genital Mutilation (FGM) atau mutilasi kelamin perempuan. Dilansir dari akun Instagram @clickkiyakya, Asma bercerita bahwa kedua orangtuanya memaksanya untuk memotong sebagian kemaluan dan menjahitnya demi memastikan kesuciannya. Di hari pernikahannya, suami Asma membuka paksa jahitan tersebut tanpa prosedur medis dan memaksa untuk berhubungan intim di tengah pendarahan dan rasa sakit yang dialaminya.
FGM atau sunat perempuan adalah praktik pemotongan atau penghilangan sebagian atau keseluruhan bagian luar kelamin perempuan. Kisah pilu Asma hanyalah satu dari sekian banyak praktek FGM yang tersebar di Asia, Afrika, Timur Tengah dan puluhan negara lain di dunia. Prosedur FGM biasanya dilakukan atas dasar budaya turun temurun suatu komunitas.
Terlepas dari norma yang mendasarinya, sunat perempuan ternyata memiliki sejumlah implikasi berbahaya bagi kesehatan tubuh dan mental penyintasnya. Apa saja risiko yang bisa timbul dari prosedur FGM? Simak penjelasan berikut ini!
Risiko Medis dari FGM, Tak Bisa Buang Air Kecil Hingga Tak Bisa Punya Anak
Ilustrasi Perempuan Depresi/Foto: Canva/doidam10 |
FGM atau sunat perempuan sangat ditentang oleh aktivis feminis bahkan organisasi kesehatan dunia. World Health Organization (WHO) bahkan mendesak seluruh praktisi medis untuk tidak melayani prosedur sunat perempuan meskipun para orangtua yang memintanya sendiri. Dilansir dari laman WHO, sunat perempuan memiliki implikasi serius baik jangka pendek maupun jangka panjang pada penyintasnya.
Komplikasi jangka pendek yang dialami penyintas antara lain:
- Pendarahan berlebihan.
- Pembengkakan jaringan genital.
- Demam.
- Masalah pada saluran kencing.
- Penyembuhan luka yang lama.
- Berbagai infeksi seperti tetanus yang bahkan bisa berujung pada kematian.
Malangnya, penyintas juga rentan mengalami komplikasi jangka panjang yang meliputi:
- Infeksi saluran kemih.
- Vaginosis bakterialis.
- Masalah menstruasi dan nyeri luar biasa saat mengeluarkan darah haid.
- Timbul jaringan keloid.
- Peningkatan risiko komplikasi persalinan seperti pendarahan berlebihan.
- Harus melakukan caesar saat melahirkan.
- Kematian bayi yang baru lahir atau bahkan tidak bisa memiliki anak sama sekali akibat kerusakan parah pada area genital.
FGM Mengguncang Mental Penyintas, Merasa Hampa Sebagai Perempuan
Ilustrasi Penyintas FGM Depresi/Foto: Canva/RyanKing999 |
Selain menderita secara fisik, penelitian yang dipublikasikan di laman American Psychological Association juga menemukan bahwa penyintas sunat perempuan mengalami guncangan mental jangka panjang pasca prosedur FGM. Mengutip dari WHO, perempuan yang telah melakukan prosedur ini akan mengalami kecemasan, depresi, dan PTSD (Post traumatic stress disorder)
Dalam hubungan seksual yang dilakukan dengan suami, penyintas tidak akan merasakan kepuasan dan bahkan merasa kesakitan. Perempuan merasa hampa karena haknya atas kendali tubuh telah dirampas secara sepihak. Selain itu, mengingat orangtua berperan penting dalam pemaksaan FGM, penyintas akan memiliki hubungan interpersonal yang rumit dengan orangtua mereka dan kehilangan keyakinan pada norma yang selama ini mereka pegang.
Itulah dampak negatif FGM atau sunat perempuan bagi penyintas ditinjau dari sisi medis dan psikis. Terlepas dari perdebatan norma dan keyakinan yang ada di masyarakat, memiliki kendali atas tubuh seharusnya merupakan hak asasi manusia yang dijunjung tinggi. Segala bentuk pemaksaan, terutama yang melibatkan kekerasan tidak dapat dibenarkan apalagi dinormalisasi. Karena perempuan juga berhak menentukan nasibnya sendiri.
***
Ingin jadi salah satu pembaca yang bisa ikutan beragam event seru di Beautynesia? Yuk, gabung ke komunitas pembaca Beautynesia, B-Nation. Caranya DAFTAR DI SINI!