Sejarah Gerakan Suffragette dan Gaun Putih yang Jadi Simbol Perlawanan Perempuan untuk Memiliki Kebebasan Berpendapat
Menyatakan pendapat tidak hanya bisa dilakukan secara verbal. Ketika mayoritas orang menutup telinga, mengacuhkan suara kaum marginal, terdapat instrumen lain yang tidak kalah kencang untuk menyuarakannya: fashion. Pemilihan fashion items hingga warna merupakan esensial untuk merepresentasikan sebuah pemikiran yang dibungkam. Mulai dari era akhir abad ke-19 sampai sekarang, fashion menjadi pilihan banyak orang untuk mengungkapkan hal-hal tertentu, mulai dari jati diri hingga sesuatu yang dipercayai, seperti para perempuan yang sejak dahulu melawan ketidaksetaraan gender. Sebut saja gerakan suffragette yang dimulai di Inggris tahun 1860an dan identik dengan dress warna putih. Selama satu setengah abad dipenuhi kerja keras dan pengorbanan dilakukan demi mendapatkan perhatian publik akan sebuah urgensi yang mentransformasi masyarakat dunia, terutama hak perempuan.
![]() Gaun Carolyn B. Maloney di Met Gala 2021/ Foto: pinterest.com/People |
Gaungnya masih terasa sampai sekarang. Mulai dari Hillary Clinton, Alexandria Ocasio-Cortez, hingga Kamala Harris, mereka sempat mengenakan setelan blazer dan pantsuit putih pada acara tertentu sebagai simbol solidaritas ini. Anggota kongres Amerika Serikat Carolyn B. Maloney bahkan mengenakan gaun dengan warna putih, ungu, hijau, dan kuning di MET Gala 2021 yang merupakan warna organisasi dibalik gerakan suffragette. Namun, apa sebenarnya yang melatarbelakangi gerakan suffragette yang telah eksis berabad-abad ini? Mengapa warna putih dari suffragette menjadi simbol bermakna kuat? Dirangkum dari banyak sumber, baca selengkapnya berikut ini.
Bentuk Propaganda Kesetaraan Gender dengan Mendapatkan Hak Bersuara
![]() Mengusahakan hak bersuara untuk perempuan/ Foto: pinterest.com/AllPosters |
Usaha perempuan di Amerika Serikat dan Inggris untuk mendapatkan hak memberikan suara membuahkan hasil setelah 150 tahun lamanya. Suffragette merupakan bentuk kerja keras para perempuan saat itu. Berusaha mendapatkan hak di bidang politik, perempuan di Inggris mendirikan Women’s Social and Political Union (WSPU) tahun 1903 yang diinisiasi oleh Emmeline Pankhurst. Mereka berbondong-bondong turun ke jalan mengenakan dress putih dan mendapat julukan “The Suffragettes” dari para jurnalis Inggris.
Mendapat Perhatian Berkat Warna dan Aksi
![]() Suffragrette yang identik dengan warna putih/ Foto: pinterest.com/BBC iPlayer/Paul Thompson |
Banyaknya perempuan yang menuntut haknya untuk memilih menjadikan anggota WSPU membludak. Aksi mereka tidak hanya dikerahkan secara verbal, tapi juga secara visual. Pada tahun 1908, sebanyak 300.000 perempuan memenuhi Hyde Park London, seragam mengenakan gaun putih dengan sentuhan aksesori berwarna hijau dan ungu. Dengan dikenakannya warna tersebut oleh ratusan ribu perempuan, putih tampak semakin menonjol di media massa yang saat itu hanya bisa mencetak warna hitam-putih. Mereka berkumpul menyerukan perubahan dan beberapa kali melakukan aksi dramatis, seperti mengganggu jalannya rapat hingga merusak properti publik.
Warna yang Umum dan Sarat Makna
![]() Warna yang aksesibel dan sarat makna/ Foto: pinterest.com/Mashable |
Dalam aksinya tersebut, warna-warna yang diadopsi memiliki alasan dan makna tersendiri. Organisasi WSPU di Inggris mengadopsi warna ungu, putih, dan hijau, sedangkan di Amerika berwarna ungu, putih, dan kuning. Dalam wawancaranya bersama Teen Vogue, profesor sejarah dari Case Western Reserve University, Einav Rabinovitch-Fox, mengatakan bahwa ungu mempunyai makna loyalitas dari isu yang diangkat, putih berarti kesucian, kuning bermakna harapan. Begitu pula dengan warna organisasi suffragette di Inggris yang juga memiliki warna hijau yang berarti harapan. Adapun pemilihan warna putih menjadi dominan dilandasi alasan berupa bahan kain dari warna yang paling murah dan terjangkau di berbagai kalangan. Dengan demikian, semakin banyak perempuan dari berbagai level masyarakat bisa turut bergabung dalam aksi perubahan sosial ini.
Dipergunakan untuk Protes Diskriminasi Masyarakat Berkulit Hitam
![]() Silent parade/ Foto: pinterest.com/en.wikipedia.org |
Walaupun warna ini dipergunakan untuk mengusahakan hak bersuara, para perempuan berkulit hitam menggunakannya untuk hal yang lebih dari itu. Mereka berkumpul untuk mengganyang kekerasan rasial yang kerap terjadi. Bahkan mereka tersingkirkan dari organisasi yang cenderung pro kulit putih. Dalam Silent Parade tahun 1917, ras Afrika-Amerika turut mengenakan gaun putih. Namun tidak hanya untuk mendukung gerakan suffragette, tapi juga untuk mengutarakan bahwa mereka juga memiliki kedudukan yang setara dan layak mendapat perlakuan yang lebih baik.
Di era modern ini, pakaian serba putih masih dikenakan dengan gaya yang berbeda, terutama para politisi perempuan di Amerika Serikat. Sebuah busana penuh makna dan bersejarah di mana perempuan berhasil memenangkan hak untuk bersuara.
---
Ingin jadi salah satu pembaca yang bisa ikutan beragam event seru di Beautynesia? Yuk gabung ke komunitas pembaca Beautynesia B-Nation. Caranya DAFTAR DI SINI!




