Single Shaming Bisa Sangat Melelahkan, Kamu Bisa Menghadapinya dengan 3 Cara Ini
Single shaming ada karena adanya gagasan bahwa menjadi lajang itu adalah 'kasta yang lebih rendah' dibanding orang-orang yang telah memiliki pasangan dan menikah. Alhasil, orang yang masih lajang, terutama wanita di atas usia 25 tahun, sering jadi sasaran ejekan atau olok-olokan para kerabat yang usil atau pasutri yang jumawa.
Single shaming paling banyak terjadi ketika keluarga besar berkumpul, seperti pada hari perayaan, hari libur bersama, atau hari pernikahan salah satu kerabat. Bahkan meskipun kamu tidak khawatir dengan status lajang, dan mungkin sedang tidak ingin menjalin hubungan asmara, orang-orang di sekitar tetap saja melakukan single shaming karena adanya opini yang luas bahwa semua wanita lajang setengah mati mencari jodoh.
Buat kamu yang berada dalam posisi ini, simak tiga tips berikut agar bijak menghadapi single shaming.
1. Pertama, ketahui terlebih dulu mengapa kamu merasa dihakimi atau diolok-olok
![]() Menghadapi Single Shaming/ Foto: Pexels.com/Anastasia Shuraeva |
Psikolog klinis Dr. Joshua Klapow seperti dilansir dari HelloGiggles bahwa penting untuk menanyakan kepada diri sendiri dengan pertanyaan-pertanyaan seperti, "Apakah mereka benar-benar mengatakan sesuatu yang menghakimi saya? Apakah saya merasa tidak nyaman dengan status lajang?"
Bisa jadi, kamu mungkin membuat narasi palsu di benak sendiri. Meskipun sangat mungkin kamu sedang diejek atau diolok-olok, namun mungkin juga ketidaknyamanan, frustrasi, dan ekspektasi sendiri tentang apa yang akan dipikirkan orang terhadap status lajang yang kamu sandang saat ini pada akhirnya mendorong interpretasi kamu terhadap komentar, nada, dan percakapan dari orang lain.
Hal senada juga dikatakan Hayley Quinn, dating expert di Match, kepada Cosmopolitan. Menurutnya, meskipun komentar-komentar tersebut tidak kamu inginkan dan mungkin terdengar angkuh, namun tak dibenarkan untuk menganggap orang yang mengatakannya bermaksud menyakiti atau menyinggung. Sangat disayangkan memang, tapi masyarakat terlanjur menganggap normal untuk mengajukan pertanyaan yang cukup invasif tentang status hubungan kamu sebagai bagian dari percakapan untuk mengenal kamu lebih dekat.
Jika saat ini kamu adalah seorang lajang yang tengah mendamba dan mencari jodoh, pertanyaan dan pernyataan semacam "Kapan menikah?" atau "Mana pacar?" atau "Kamu pemilih, sih!" atau "tak laku" memang dapat benar-benar mengenai ulu hati.
Namun demikian, ingatlah bahwa komentar semacam itu sejatinya tidak mencerminkan kamu yang sesungguhnya. Komentar tersebut biasanya datang dari orang yang memiliki pengalaman hidup berbeda dan tidak selalu melihat perspektif dari sudut pandang kamu.
2. Tak perlu berkeras membela diri
![]() Menghadapi single shaming/ Foto: Pexels.com/Askar Abayev |
Hayley Quinn merekomendasikan untuk menghindari amarah dan sebaliknya mencoba untuk tidak menjelaskan tentang kehidupan percintaan kamu. Kamu cukup merespon dengan mengangkat bahu dan berkata, "Saya belum bertemu orang yang tepat."
Jika seseorang benar-benar bermaksud untuk menyakiti atau mempermalukan kamu, Hayley menyarankan kamu untuk tidak gegabah melakukan pembelaan diri. Tanggapan yang singkat sudah cukup untuk menghentikan percakapan yang tidak nyaman dan untuk mengomunikasikan bahwa kamu puas dengan kehidupan yang sekarang.
Dr. Joshua Klapow juga menyarankan hal yang sama. Hal utama yang perlu kamu ingat, menjadi lajang bukanlah sesuatu yang memalukan. Kamu bisa saja membeberkan alasan mengapa kamu masih melajang sampai sekarang, tetapi kamu tidak perlu menjelaskan hidupmu kepada orang lain.
3. Alihkan ke topik lain
![]() Menghadapi single shaming/ Foto: Pexels.com/cottonbro |
Kamu bisa mengalihkan percakapan ke topik lain, namun tetap berhubungan dengan status lajang. Misalnya dengan mengubah percakapan ke apa yang kamu sukai tentang menjadi lajang, karier, kehidupan sosial, hingga hobi. Dengan demikian kamu dapat mengendalikan narasi dan menyampaikan bahwa menjadi lajang tidak membuat kamu malu atau semacamnya.
Jika mereka lalu mengomentari bahwa hidup akan jadi lebih baik jika kamu punya pasangan dan menikah, cukup katakan bahwa kamu puas dengan kondisi saat ini. Menurut Dr. Joshua Klapow, pernyataan semacam ini membuat segalanya tetap positif, membuat kamu bersikap defensif, dan memungkinkan kamu menyampaikan kepada mereka bahwa penilaian mereka tidak sesuai denganmu.
Bagaimana jika kamu tidak sengaja melakukan single shaming kepada orang lain?
![]() Menghadapi Single Shaming/ Foto: Pexels.com/Maria Orlova |
Karena adanya opini yang mengakar dalam budaya kita bahwa lajang itu adalah 'kasta' yang rendah, kamu mungkin saja secara tidak sengaja melakukan single shaming pada teman atau kerabat. Saat kamu telah memiliki pasangan dan menikah, kamu mudah saja berkomentar seperti, "Jika saja dia melakukan ini dan itu, saya yakin dia bisa bertemu jodohnya."
Namun, menurut Hayley Quinn, nasihat seperti itu hanya dapat diterima dengan baik jika orang tersebut datang untuk meminta dan mendengarkan saran darimu. Sebaiknya tinggalkan asumsi bahwa seseorang tidak bahagia karena mereka lajang, atau seseorang ingin cepat menikah, atau seseorang ingin mendengar nasihatmu.
Ingatlah bahwa semua orang memiliki perjalanan hidup yang berbeda, serta prioritas dan hal yang berbeda dalam upayanya memperoleh kebahagiaan. Meskipun status hubunganmu saat ini membuat kamu bahagia, belum tentu demikian halnya dengan orang lain. Temanmu mungkin juga sedang berproses menemukan jodohnya di ruang dan waktu mereka sendiri.
Jadi, sadarilah bahwa mereka mungkin juga sudah melakukan banyak hal untuk menemukan jodoh. Ingatlah untuk selalu berpikir baik-baik dan berulang kali sebelum kamu berkomentar dan mengatakan sesuatu.



