Beauties, coba perhatikan berapa banyak baju baru yang kamu beli dalam satu bulan? Jika harganya sangat terjangkau, apakah kamu langsung beli tanpa berpikir panjang? Lalu, apakah kamu selalu memerhatikan apa kain yang digunakan?
Tanpa disadari, banyak hal yang kita lakukan justru mendorong fashion merusak lingkungan sehingga tidak heran jika sekarang fashion dikenal sebagai salah satu industri paling tidak sustainable (berkelanjutan). Data yang disajikan World Economic Forum menyebutkan bahwa industri fashion menyumbang emisi karbon sebesar 10% secara global dan merupakan konsumen air kedua terbesar di dunia. Menjawab krisis itu, berbagai cara telah dilakukan oleh pelaku industri agar lebih ramah lingkungan. Hanya saja tak sedikit pula yang justru terjebak praktik greenwashing.
Ali Charisma, desainer sekaligus Ketua Indonesian Fashion Chamber (IFC) membahas hal tersebut bersama pembicara lainnya di BRICS+ Fashion Summit (13/12/2023) Moskow, Rusia, pada sesi "Marketing Lingkungan yang Transparan atau Greenwashing". Sebagai informasi, greenwashing merupakan strategi pemasaran yang dilakukan perusahaan agar punya citra ramah lingkungan bagi konsumen meskipun kenyataan menunjukkan sebaliknya atau tidak sepenuhnya ramah lingkungan.
Sustainable fashion sudah menjadi sorotan global beberapa tahun terakhir seiring gentingnya perubahan iklim. Bukan cuma mengusahakan bisnis yang ramah lingkungan, sustainability juga memiliki cakupan aspek cukup luas sehingga membuat konsep ini relatif kompleks. Ali Charisma menjelaskan konsep sustainability lebih lanjut kepada Beautynesia dengan fokus kain tradisional Indonesia atau wastra.