3 Sinyal Halus Kalau Kamu Orang yang Sebenarnya Overthinker Berat

Overthinking atau berpikir berlebihan adalah masalah yang lebih umum daripada yang banyak orang duga. Sering kali, perilaku ini muncul secara samar dalam kehidupan sehari-hari dan sulit dikenali karena tampak seperti sikap hati-hati atau penuh pertimbangan. Namun, penting untuk memahami perbedaan antara berpikir hati-hati dan kebiasaan overthinking yang merugikan.

Jika kamu ingin mengetahui apakah kebiasaan berpikirmu sudah masuk ke tingkat berlebihan yang dapat memengaruhi kualitas hidup, penting untuk mengenali tanda-tanda kamu overthinker sejak dini. Artikel yang dilansir dari The Expert Editor ini akan mengungkap 3 sinyal halus yang menunjukkan kamu mungkin seorang overthinker berat!

Terus Memutar Ulang Percakapan yang Sudah Berlalu

Terus memutar ulang percakapan di kepala bisa menjadi salah satu ciri orang overthinker/Foto: Unsplash/Yoel Peterson

Orang yang overthinker akan terus-menerus memikirkan atau mengulang percakapan yang sudah terjadi di kepalanya seolah sedang memutar lagu favoritnya. Mereka akan menganalisis satu per satu kalimat yang diucapkannya dan mencoba “memperbaiki”-nya meskipun sebenarnya percakapan itu sudah selesai. Padahal, meskipun sekilas terlihat produktif, kebiasaan ini jarang membawa perubahan nyata.

Sebenarnya, solusinya sederhana, cukup pikirkan percakapan itu sekali saja dengan tujuan mengambil pelajaran atau wawasan darinya. Kemudian, setelah mengambil pelajaran, hentikan proses perenungan percakapan itu lagi.

Pengambilan Keputusan Sering Terasa Berat, Bahkan yang Kecil Sekalipun

Sulit membuat keputusan bisa jadi merupakan ciri orang overthinker yang takut menghadapi kemungkinan salah/Foto: Unsplash/ROOTED STUDIO

Overthinking kerap muncul dalam bentuk rasa tanggung jawab yang berlebihan. Kamu bisa saja menganalisis setiap opsi, membuka banyak ulasan, tetapi tetap merasa ragu terhadap pilihan sederhana seperti membeli botol minum baru. Ketakutan yang muncul sebenarnya bukan tentang barangnya, melainkan tentang kemungkinan salah memilih dan akhirnya menyesal.

Untuk mengatasinya, gunakanlah batasan selama proses memilih, misalkan cukup sediakan dua atau tiga opsi, waktu selama lima menit, dan keyakinan bahwa standar “cukup baik” sudah memuaskan bagimu. Selanjutnya, jika ternyata keputusan yang diambil itu tidak ideal, kamu masih bisa memperbaiki atau mengubahnya di kesempatan berikutnya, karena biasanya kejelasan baru muncul setelah kita mencoba sesuatu, bukan saat masih memikirkannya tanpa henti.