6 Motif Batik yang Tidak Boleh Kamu Gunakan di Keraton, Jangan Asal Pakai!

Justina Nur | Beautynesia
Selasa, 30 Sep 2025 07:45 WIB
Motif Batik Parang Gandreh dan Motif Batik Parang Rusak Barong
Pada masa Sri Sultan Hamengku Buwono VIII, motif batik Parang ditetapkan sebagai motif larangan di Keraton Yogyakarta. Hingga kini, motif ini tetap sakral dan hanya boleh dikenakan keluarga inti Keraton Yogyakarta, Keraton Mangkunegaran, dan Keraton Kasunanan Surakarta./ Foto: Kratonjogja.id

Batik tak hanya sebuah kain bermotif indah, tapi setiap motif yang terdapat pada kain batik juga memiliki filosofi tersendiri. Tidak mengherankan jika pemakaian batik motif tertentu juga memiliki aturan, apalagi bagi kehidupan masyarakat Jawa.

Perlu kamu tahu, di lingkungan Keraton yang ada di Pulau Jawa terdapat beberapa motif batik yang dilarang digunakan oleh tamu yang berkunjung ke sana. Motif batik tersebut biasanya disebut dengan motif batik larangan atau Awisan Dalem bagi Keraton Yogyakarta.

Kain dengan motif batik larangan ini khusus hanya boleh dikenakan oleh raja dan keluarga bangsawan. Larangan dan aturan yang menyertai penggunaan kain batik tersebut bukan tanpa alasan, melainkan karena setiap motif dipercaya memiliki nilai falsafah tinggi yang dapat menimbulkan suasana yang religius dan magis sesuai dengan makna yang dikandungnya.

Oleh karena itu, supaya kamu tidak salah pakai saat berkunjung ke keraton nanti, kamu perlu paham motif batik larangan apa saja yang tidak boleh digunakan, seperti berikut ini.

Motif Batik Parang Gandreh dan Motif Batik Parang Rusak Barong

Pada masa Sri Sultan Hamengku Buwono VIII, motif batik Parang ditetapkan sebagai motif larangan di Keraton Yogyakarta. Hingga kini, motif ini tetap sakral dan hanya boleh dikenakan keluarga inti Keraton Yogyakarta, Keraton Mangkunegaran, dan Keraton Kasunanan Surakarta./ Foto: Kratonjogja.id

Pada masa Sri Sultan Hamengku Buwono VIII, motif batik Parang ditetapkan sebagai motif larangan di Keraton Yogyakarta. Hingga kini, motif ini tetap sakral dan hanya boleh dikenakan keluarga inti Keraton Yogyakarta, Keraton Mangkunegaran, dan Keraton Kasunanan Surakarta./ Foto: Kratonjogja.id

Seperti yang dilansir dari laman resmi Kraton Ngayogyakarta Hadiningrat,  setiap Sultan yang sedang bertahta mempunyai kewenangan untuk menetapkan suatu motif batik tertentu ke dalam batik larangan. Sedangkan untuk motif batik Parang Rusak ini, adalah motif batik pertama yang dimasukkan ke motif batik larangan di Kesultanan Yogyakarta oleh Sri Sultan Hamengku Buwono I pada 1785. 

Motif Parang ada beberapa jenis yaitu Parang Rusak Barong, Parang Rusak Gendreh, Parang Barong, dan Parang Klithik. Motif batik Parang Rusak Barong dengan ukuran lebih dari 10 cm sampai tidak terbatas hanya boleh dipakai oleh Raja dan Putra Mahkota.

Sedangkan motif batik Parang Barong ukuran 10-12 cm bisa dipakai oleh putra mahkota, permaisuri, Kanjeng Panembahan dan istri utamanya, Kanjeng Gusti Pangeran Adipati dan istri utamanya, putra sulung sultan dan istri utamanya, putra-putri sultan dari permaisuri, dan patih.

Kain motif batik Parang Gendreh ukuran 8 cm boleh dipakai oleh istri sultan (ampeyan dalem), istri putra mahkota, putra-putri dari putra mahkota, Pangeran Sentana, para pangeran dan istri utamanya.

Sedangkan kain motif batik Parang Klithik berukuran 4 cm ke bawah dikenakan oleh Putra Ampeyan Dalem dan garwa ampeyan (selir putra mahkota), cucu, cicit atau buyut, canggah, dan wareng.

Tidak hanya di Keraton Yogyakarta, motif batik Parang juga masih menjadi motif batik larangan yang hanya boleh dipakai oleh keluarga inti dari Keraton Mangkunegaran dan Kasunanan Surakarta yang terletak di Kota Surakarta atau Solo.

Motif Huk Hanya Boleh Dipakai oleh Raja dan Putra Mahkota Keraton

Motif batik Huk memiliki corak khas kerang, binatang, cakra, sawat, tumbuhan, dan garuda yang dapat menjadi simbol pemimpin berbudi luhur, cerdas, berwibawa, mampu membawa kemakmuran, dan tabah saat menjalankan pemerintahannya./ Foto: Kratonjogja.id

Motif batik Huk memiliki corak khas kerang, binatang, cakra, sawat, tumbuhan, dan garuda yang dapat menjadi simbol pemimpin berbudi luhur, cerdas, berwibawa, mampu membawa kemakmuran, dan tabah saat menjalankan pemerintahannya./ Foto: Kratonjogja.id

Motif batik Huk adalah motif batik larangan pada saat pemerintahan Sri Sultan Hamengku Buwono VII. Motif Huk sendiri memiliki corak yang khas yaitu terdapat motif kerang, binatang, cakra, sawat (sayap), tumbuhan, dan garuda. 

Setiap corak tersebut memiliki makna tersendiri, seperti kerang yang artinya kelapangan hati, binatang berarti watak sentosa, tumbuhan yang menjadi simbol kemakmuran, dan sawat bermakna ketabahan hati.

Motif ini hanya dipakai oleh raja dan putra mahkota yang dapat menjadi simbol seorang pemimpin yang berakhlak luhur, cerdas, berwibawa dan mampu membawa kemakmuran, dan tabah saat menjalankan pemerintahannya.

Motif Kawung Hanya Boleh Dikenakan oleh Sentana Dalem

Motif batik larangan Kawung diartikan sebagai biji kawung atau kolang kaling, buah dari pohon aren yang memiliki banyak manfaat untuk manusia. / Foto: Kratonjogja.id

Motif batik larangan Kawung diartikan sebagai biji kawung atau kolang kaling, buah dari pohon aren yang memiliki banyak manfaat untuk manusia. / Foto: Kratonjogja.id

Motif Kawung juga merupakan motif batik larangan saat pemerintahan Sri Sultan Hamengku Buwono VII. Motif ini memiliki pola geometris dengan empat bentuk elips yang saling mengelilingi satu pusat.

Motif tersebut dikenal dalam budaya Jawa dengan sebutan keblat papat lima pancer yang artinya empat sumber tenaga alam atau empat penjuru mata angin.

Tidak hanya itu, ada juga yang menyebutkan bahwa motif kawung ini menggambarkan suatu bunga lotus atau teratai sedang mekar. Bunga teratai sendiri artinya adalah kesucian. 

Selain itu, motif kawung yang hanya boleh dikenakan oleh Sentana Dalem ini juga kerap diartikan sebagai biji kawung atau kolang kaling, buah dari pohon aren yang memiliki banyak manfaat untuk manusia. Tidak mengherankan jika pemakaian kain motif kawung ini dipakai oleh seseorang yang diharapkan bermanfaat bagi lingkungannya.

Motif Batik Larangan Semen Dipakai oleh Keturunan Sultan dan Kerabat Dekat Keraton Yogyakarta

Motif Semen memiliki motif seperti gunung atau meru, garuda, candi, sayap, dan naga yang berarti kesuburan, kemakmuran, dan alam semesta./ Foto: Kratonjogja.id

Motif Semen memiliki motif seperti gunung atau meru, garuda, candi, sayap, dan naga yang berarti kesuburan, kemakmuran, dan alam semesta./ Foto: Kratonjogja.id

Semen artinya semi atau tumbuh. Jadi, motif semen bermakna kesuburan, kemakmuran, dan alam semesta. Kain motif semen biasanya terdapat gambar seperti gunung atau meru, garuda, candi, sayap, dan naga. 

Orang yang akan memakai kain motif Semen juga telah ditentukan. Kain kampuh bermotif Semen Gedhe Sawat Gurdha dikenakan oleh cucu sultan, istri pangeran, penghulu, Wedana Ageng Prajurit, Bupati Nayaka Lebet, Bupati Nayaka Njawi, Bupati Patih Kadipaten, Bupati Polisi, Penghulu Landraad, Wedana Keparak Para Gusti (Nyai Riya), Bupati Anom, serta Riya Bupati Anom. 

Sementara itu, kampuh bermotif Semen Gedhe Sawat Lar diperuntukkan bagi keturunan sultan di tingkat buyut dan canggah.

Motif Cemukiran Hanya Boleh untuk Raja dan Putra Mahkota

Motif batik larangan Cemukiran memiliki corak api dan sinar yang diartikan seperti mawateja yaitu wahyu yang merupakan salah satu kriteria yang harus dimiliki oleh seorang raja./ Foto: batiklopedia.com

Motif batik larangan Cemukiran memiliki corak api dan sinar yang diartikan seperti mawateja yaitu wahyu yang merupakan salah satu kriteria yang harus dimiliki oleh seorang raja./ Foto: batiklopedia.com

Kain batik motif Cemukiran hanya boleh dipakai oleh raja dan putra mahkota. Motif ini berbentuk seperti lidah api atau sinar, di mana api melambangkan keberanian, kesaktian, dan ambisi sedangkan sinar diibaratkan sebagai pancaran matahari yang melambangkan keagungan.

Di dalam konsep Jawa, api dan sinar diartikan seperti mawateja yaitu wahyu yang merupakan salah satu kriteria yang harus dimiliki oleh seorang raja.

Motif Udan Liris Dipakai oleh Putra dari Garwa Ampeyan, Wayah, Buyut, Canggah, Pangeran Sentana dan Kanjeng Gusti Pangeran Adipati Anom

Motif batik larangan Udan Liris artinya hujan gerimis atau hujan rintik-rintik, yang menjadi simbol suatu pembawa kesuburan bagi tumbuhan dan ternak./ Foto: Youtube.com/lawasanbatik

Motif batik larangan Udan Liris artinya hujan gerimis atau hujan rintik-rintik, yang menjadi simbol suatu pembawa kesuburan bagi tumbuhan dan ternak./ Foto: Youtube.com/lawasanbatik

Motif batik Udan Liris hanya boleh dipakai oleh putra dari garwa ampeyan, wayah, buyut, canggah, Pangeran Sentana dan Kanjeng Gusti Pangeran Adipati Anom. Kain batik motif Udan Liris artinya hujan gerimis atau hujan rintik-rintik pembawa kesuburan bagi tumbuhan dan ternak.

Oleh karena itu, makna dari motif ini adalah suatu pengharapan agar seseorang yang menggunakannya dapat selamat, sejahtera, selalu tabah dalam menunaikan kewajiban demi kepentingan nusa dan bangsa.

Itulah beberapa motif batik larangan yang hanya boleh dikenakan oleh keluarga Keraton. Dengan memahami informasi tersebut, kamu bisa lebih berhati-hati dan terhindar dari salah kostum ketika berkunjung ke Keraton nanti ya.

***

Ingin jadi salah satu pembaca yang bisa ikutan beragam event seru di Beautynesia? Yuk gabung ke komunitas pembaca Beautynesia B-Nation. Caranya DAFTAR DI SINI!

(dmh/dmh)
Komentar
0 Komentar TULIS KOMENTAR
Belum ada komentar.
Jadilah yang pertama memberikan komentar.

RELATED ARTICLE