Benarkah Orang yang Sering Tertawa Sebenarnya Paling Mudah Sedih? Ini Kata Penelitian

Dewi Maharani Astutik | Beautynesia
Kamis, 13 Jul 2023 07:30 WIB
Benarkah Orang yang Sering Tertawa Sebenarnya Paling Mudah Sedih? Ini Kata Penelitian/Foto: Getty Images/iStockphoto/Doucefleur

Kebahagiaan adalah salah satu kunci yang harus dimiliki jika ingin kesehatan mental selalu terjaga. Orang yang bahagia biasanya akan menunjukkan raut wajah berseri-seri dan bahkan sering tertawa.

Namun, ironisnya, dari Brain World Magazine, kamu bisa menemukan fakta bahwa alasan orang tertawa tidak selalu karena merasa bahagia. Bahkan, banyak penelitian yang menyebutkan bahwa orang yang sering tertawa nyatanya paling mudah sedih! Kok bisa?

Orang Terlucu Menyimpan Banyak Luka


Ilustrasi/Foto: Unsplash/Tyler Nix

“Tertawa adalah obat terbaik dari segala penyakit” mungkin adalah kalimat yang sering kamu dengar. Beberapa penelitian ilmiah bahkan mendukung pernyataan ini karena tertawa memang efektif untuk mengurangi respons stres, meningkatkan sistem imun, dan meringankan rasa sakit yang kronis.

Meskipun begitu, kamu tentu pernah mendengar berita mengejutkan dari Robin Williams yang mengakhiri hidupnya di usia 63 tahun pada Agustus 2014 silam. Tak ada yang menyangka bahwa seorang komedian yang telah membuat banyak orang tertawa dan memiliki citra ceria itu rupanya didiagnosis dengan alkoholisme, demensia, hingga gangguan kesehatan mental depresi.

Robin Williams bukanlah satu-satunya, mengingat ada banyak nama lain yang mengambil pilihan serupa, seperti Freddie Prinze, Ray Combs, Richard Jeni, hingga Charles Rocket. Bahkan beberapa komedian seperti Ellen DeGeneres, Sarah Silverman, Richard Pryor, dan Woody Allen pernah mengungkapkan atau menjadikan perjuangan mereka melawan depresi dan kurangnya penghargaan terhadap diri sendiri sebagai materi dari komedinya.

Hubungan antara Humor dan Kesedihan

Ilustrasi/Foto: pexels.com/liza-summer

Salah satu studi psikologi dari para komedian terbaru yang diselesaikan pada tahun 1975 oleh Samuel Janus dari New York Medical College, meneliti 55 komedian penuh waktu yang sukses (dilihat dari standar penghasilan yang mencapai 6 digit atau lebih). Dalam penelitian itu ditemukan bahwa 80 persen komedian pernah menjalani psikoterapi.

Yang menarik dari penelitian itu adalah bahwa para komedian itu berulang kali menyatakan ketakutannya bahwa jika penderitaan mereka banyak berkurang, maka mereka akan menjadi makin tidak menghibur. Bisa dilihat bahwa para komedian itu sendiri melihat adanya korelasi antara penderitaan dengan kemampuan mereka untuk membuat orang lain tertawa.

(naq/naq)