Dikecam Feminis dan WHO, Kenapa Sunat Perempuan Masih Ada?

Camellia Ramadhani | Beautynesia
Sabtu, 12 Mar 2022 23:00 WIB
Dikecam Feminis dan WHO, Kenapa Sunat Perempuan Masih Ada?
Memahami Female Genital Mutilation atau sunat perempuan/Foto: International Business Times

Di Hari Perempuan Internasional yang jatuh pada bulan Maret, tepatnya tanggal 8 Maret, para pegiat feminisme mulai berkontemplasi tentang isu-isu seputar penindasan perempuan berbasis gender yang masih marak dan belum terselesaikan, salah satunya isu tentang Female Genital Mutilation (FGM) atau sunat perempuan.

Aktivis perempuan dunia sepakat bahwa sunat perempuan adalah bentuk perampasan hak dan bentuk kekerasan terselubung. Tidak hanya aktivis, World Health Organization (WHO) juga turut mengecam ritual ini. Saking dikecamnya praktik sunat perempuan, muncullah International Day of Zero Tolerance for Female Genital Mutilation yang diperingati setiap 6 Februari untuk menyebar kesadaran tentang pentingnya menghapus ritual ini dari adat apapun.

FGM dalam definisi WHO adalah pengangkatan sebagian maupun keseluruhan genital maupun melukai organ genital perempuan karena alasan non-medis. Meski pejuang hak perempuan telah bergerak sedemikian rupa untuk memberi edukasi, menyebarkan kesadaran, dan melakukan sosialisasi penghapusan FGM, nyatanya ritual ini masih ada di beberapa komunitas yang tersebar di 30 negara dunia.

Lantas, mengapa FGM atau sunat perempuan ini masih dipertahankan? Simak penjelasannya berikut ini!

Kenapa Sunat Perempuan Masih Dipertahankan Secara Turun Temurun

Tolak Sunat Perempuan/Foto: ITV
Tolak Sunat Perempuan/Foto: ITV

Dilansir dari laman resmi WHO, budaya sunat perempuan ini paling banyak diwariskan secara turun menurun di komunitas-komunitas Afrika, Asia dan Timur Tengah. Perempuan berusia 15 hingga 18 tahun menjadi target utama praktik ini.

Ironisnya, data UNICEF mencatat bahwa Indonesia termasuk dalam jajaran tiga negara besar dengan angka penyintas FGM paling banyak di dunia setelah Gambia dan Mauritania. Dilansir dari laman BBC, alasan yang sering dikutip sebagai dasar sunat perempuan melingkupi penerimaan masyarakat, kepercayaan, miskonsepsi tentang higienitas, sebagai bentuk memelihara keperawanan hingga demi melayani kepuasan seksual pria yang kelak menjadi pasangan mereka.

Namun, meskipun terdapat sokongan pendapat pemuka adat dan agama, para aktivis meyakini bahwa pangkal dari ritual ini sesungguhnya dimaksudkan untuk menjaga keperawanan perempuan demi menjaga harga diri pria yang akan menikahinya. Tidak hanya untuk memenuhi ego pria, perempuan yang telah disunat akan memberi kepuasan seksual tersendiri bagi pasangannya karena prosedur FGM menyisakan lubang yang sempit bagi penetrasi suaminya kelak.

Segala Jenis FGM Merampas Hak Asasi Perempuan

Tolak Sunat Perempuan/Foto: Newsletter European.eu
Tolak Sunat Perempuan/Foto: Newsletter European.eu

Sejenak mengesampingkan beragam norma dan keyakinan, para pegiat hak asasi perempuan geram bahwa perempuan dipaksa menahan derita secara fisik maupun psikis hanya demi memuaskan ego pria. WHO bahkan secara terang-terangan mengingatkan para praktisi medis dunia untuk tidak melayani prosedur FGM meskipun pihak keluarga yang memintanya.

Terdapat 3 jenis FGM yang dikecam oleh WHO. Jenis pertama adalah klitoridektomi, yaitu pengangkatan keseluruhan atau sebagian klitoris yang peka dan kulit di sekitarnya. Jenis kedua adalah eksisi, yaitu pengangkatan sebagian atau keseluruhan klitoris disamping pengangkatan labia minora atau lipatan kulit di bagian dalam di sekeliling vagina. Jenis ketiga adalah yang paling sering dilakukan dan paling berbahaya yaitu infibulasi.

Infibulasi adalah pemotongan dan perubahan letak labia minora dan labia majora (lipatan kulit bagian luar di sekeliling vagina), sering kali dilakukan prosedur jahitan yang meninggalkan sebuah lubang kecil untuk berhubungan dengan suaminya kelak. Bukaan yang terlalu kecil untuk saluran kencing dan menstruasi ini berisiko menimbulkan berbagai infeksi berbahaya.

Oleh karena berbagai dampak negatif inilah beberapa aktivis internasional sangat mendorong penghapusan tradisi ini dari segala adat dan norma kepercayaan.

Ilustrasi Perempuan Menolak FGM/ Foto: Canva/ doidam10Ilustrasi Perempuan Menolak FGM/ Foto: Canva/ doidam10

“Kita harus menghentikan FGM dan pernikahan dini. Saya menantikan hari di mana tidak seorang pun orang tua membuat keputusan yang mengubah dan membatasi kehidupan anak perempuan mereka,” seru Jaha Dukureh, duta United Nation untuk Afrika dalam pidatonya di pertemuan UN Women.

Ifrah Ahmed, seorang penyintas FGM dari Somalia bahkan mendedikasikan kisah hidupnya untuk didokumentasikan dalam film “A Girl from Mogadishu” demi menaikkan kesadaran masyarakat tentang bahaya sunat perempuan. Di tanah kelahirannya, 98 persen perempuan rentang usia lima belas hingga 49 tahun tercatat oleh United Nation sebagai penyintas berbagai jenis FGM.

“Jangan sampai gadis muda yang terlahir di dunia yang indah ini melewati pengalaman yang pernah saya lewati. Mereka harus dilindungi dan harus diberi kehidupan yang layak didapatkan setiap ibu, setiap gadis, dan setiap perempuan," ungkapnya.

Di sisi lain, sunat perempuan sempat disahkan dalam Permenkes pada tahun 2013 di Indonesia dan didukung oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI). Dilansir dari detikHealth, prosedur sunat perempuan berdasarkan MUI biasanya dilakukan oleh tenaga medis dan jenisnya berbeda dengan definisi WHO, yakni hanya diperbolehkan menyayat selaput yang menutupi klitoris tanpa menghilangkan atau melukai bagian dari klitoris itu sendiri, sehingga tidak akan luka terbuka yang berdarah. Namun demikian, banyak Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) yang tetap menentang hal ini karena menghilangkan hak orang tersebut untuk menentukan apa yang akan dia lakukan pada anggota tubuhnya sejak kecil.

Terlepas dari perdebatan yang ada, bagaimana pandanganmu soal hal ini, Beauties?

***

Ingin jadi salah satu pembaca yang bisa ikutan beragam event seru di Beautynesia? Yuk, gabung ke komunitas pembaca Beautynesia, B-Nation. Caranya DAFTAR DI SINI!

(naq/naq)
CERITA YUK!
Theme of The Month :

Theme of The Month :

Theme of The Month :

Theme of The Month :

Theme of The Month :

Komentar
0 Komentar TULIS KOMENTAR
Belum ada komentar.
Jadilah yang pertama memberikan komentar.

RELATED ARTICLE