Fakta-Fakta Pernikahan Siswi SMP di Lombok, Orangtua Dilaporkan ke Polisi
Pernikahan antara siswi SMP dan siswa SMK di Lombok Tengah, Nusa Tenggara Barat (NTB), menjadi sorotan nasional. Bagaimana tidak, anak laki-laki dan perempuan yang melangsungkan pernikahan itu masing-masing masih berusia 17 dan 15 tahun. Kabar ini heboh setelah video prosesi adat pernikahan dua remaja ini beredar di dunia maya.
Berdasarkan Undang-Undang (UU) Nomor 16 Tahun 2019 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, pernikahan di Indonesia boleh dilakukan jika masing-masing mempelai sudah menginjak usia 19 tahun. Tidak heran jika pernikahan ini memicu reaksi keras warganet dan Lembaga Perlindungan Anak (LPA) Kota Mataram. Bahkan, kasus ini kini telah dilaporkan ke kepolisian.
Melansir berbagai sumber, berikut ini beberapa fakta tentang pernikahan anak SMP-SMK yang terjadi di Lombok.
Kontroversi Pernikahan Anak di Lombok
![]() Pengantin Anak SMP-SMK di Lombok/Foto: Tangkap Layar Instagram Detikcom |
Melansir DetikBali, pernikahan ini dilangsungkan oleh SMY (15), siswi SMP asal Desa Sukaraja, Kecamatan Praya Timur, dan SR (17), siswa SMK asal Desa Braim, Kecamatan Praya Tengah. Publik heboh setelah video prosesi nyongkolan, ritual pernikahan adat Sasak, beredar di dunia maya.
Bukan hanya usia mereka yang jelas-jelas masih di bawah umur, namun netizen juga prihatin melihat gelagat mempelai perempuan, SMY, yang dinilai masih kurang stabil dan matang. Salah satu unggahan menunjukkan SMY ditandu sambil berjoget menuju pelaminan sehingga membuat banyak pihak prihatin dan mempertanyakan kesiapan mentalnya menuju pernikahan. Beberapa warganet menilai gelagat sang mempelai perempuan terlihat tidak biasa, bahkan ada yang menyebutnya tampak seperti dipaksa menikah.
Ada pula sebuah rekaman video di pelaminan yang menunjukkan SMY dan SR sedang berada di pelaminan. Unggahan itu menunjukkan bagaimana SMY memanggil seseorang di luar jangkauan kamera dengan berteriak dan dinilai menunjukkan bahwa dia masih terlalu ‘anak-anak’.
Meski demikian, Ketua LPA Kota Mataram, Joko Jumadi, menyatakan bahwa pihaknya tidak dapat menyimpulkan kondisi psikologis SMY hanya dari video tersebut. Namun, ia menegaskan akan ada pemeriksaan medis lanjutan untuk mengidentifikasi kondisi anak secara objektif.
Mempelai Disebut Sempat Berusaha Kawin Lari
Pengantin Anak SMP-SMK di Lombok/Foto: Tangkap Layar Instagram Detikcom
Menurut Joko, pernikahan ini tidak terjadi secara tiba-tiba. Sejak April 2025, sudah ada beberapa kali upaya kawin lari yang dilakukan pasangan tersebut. Bahkan, dalam salah satu upaya, mereka disebut sempat dibawa ke Pulau Sumbawa selama dua hari. Karenanya, keluarga akhirnya pasrah dan membiarkan pasangan ini menikah.
"April itu sudah ada upaya pernikahan, tetapi saat itu dibela. Kemudian selang satu minggu setelahnya lagi ada upaya pernikahan lagi. Sampai terakhir di bulan Mei ini ada pernikahan," ungkap Joko.
Keluarga Ngotot Menggelar Pernikahan Walau Dicegah
![]() Ilustrasi Pernikahan Anak/Foto: Pexels.com |
Upaya kawin lari calon mempelai pada akhirnya juga membuat keluarga memilih untuk menuruti keinginan anak-anak mereka. Pemerintah desa, termasuk kepala desa, kepala dusun, hingga Bhabinkamtibmas dan Babinsa, sudah mengimbau agar pernikahan dibatalkan. Kepala Desa Beraim, Kecamatan Praya Tengah, Lombok Tengah, NTB, Lalu Atmaja, mengungkapkan bahwa pihaknya juga sudah memberikan imbauan untuk menunda pernikahan tersebut. Namun ternyata, pernikahan akhirnya dilaksanakan juga.
"Tiga minggu sebelum kejadian yang kemarin (nyongkolan), ini dia nikah dulu yang pertama. Kami sudah berupaya melalui kadus masing-masing untuk memisahkan mereka. Terus jarak tiga minggu kemudian lagi dibawa kabur dia pergi ke Sumbawa dua hari. Pulanglah dia, pulangnya itu kami mau pisahkan lagi tapi orang tua wali perempuan itu tidak mau dia," ungkapnya.
"Karena memang sudah dua hari dia dibawa. Sehingga kami tidak mau tahu karena ini di bawah umur, kan nggak boleh ya. Kami sebagai pemerintah desa nggak mau ikut campur kalau mau kawinkan anaknya," lanjut Atmaja, melansir DetikBali.
LPA Polisikan Orang Tua dan Penghulu
Ilustrasi/Foto: Pexels.com
Tak mau menormalisasi pernikahan di bawah umur, LPA Kota Mataram mengambil langkah hukum dengan melaporkan pernikahan ini ke Polres Lombok Tengah. Pihak yang dilaporkan termasuk orang tua dari kedua mempelai dan pihak penghulu yang menikahkan mereka.
Menurut Joko, pelaporan ini penting sebagai edukasi hukum kepada masyarakat bahwa pernikahan anak memiliki konsekuensi hukum sesuai Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS), terutama Pasal 10 yang mengatur larangan pernikahan anak.
Melansir Detikcom, Joko juga mengingatkan bahwa pernikahan anak bisa berdampak panjang, seperti putus sekolah, risiko stunting, kemiskinan, kekerasan dalam rumah tangga, hingga prostitusi terselubung. Ia berharap pelaporan ini dapat memberikan efek jera dan meningkatkan kesadaran masyarakat akan bahaya pernikahan usia dini.
Kondisi Psikologis Anak Jadi Sorotan
Ilustrasi/Foto: Pexels.com
Melansir DetikBali, viralnya video pernikahan tersebut ternyata berdampak serius pada kondisi psikologis SMY dan SR. Keluarga menyayangkan langkah LPA yang dianggap gegabah dan memperburuk keadaan. Pengacara keluarga SMY, Muhanan, menyebut laporan LPA menyebabkan kedua anak semakin stres dan resah. Mereka khawatir orang tua mereka akan masuk penjara akibat keputusan yang mereka ambil.
Muhanan juga menyebut LPA seharusnya menjadi garda terdepan dalam pencegahan pernikahan anak, bukan justru bertindak reaktif setelah kasus viral. Ia mengklaim pihak keluarga sebenarnya sudah berusaha mencegah pernikahan, namun akhirnya pasrah karena anak perempuan mereka telah dibawa pergi selama dua hari.
Netizen Kecam dan Desak Penegakan Hukum
Netizen di berbagai platform media sosial menunjukkan reaksi keras terhadap pernikahan ini. Banyak yang mengecam keras tindakan orang tua dan pihak yang terlibat, menyebutnya sebagai bentuk kelalaian dalam melindungi hak anak.
“KUAnya kok bisa ACC,” tulis @l**bu**tu**h
“Abis tu cerai ? 😢 aduh dekkkk mending jangan si sayang banget. Masa depan kalian masih Panjang,” tulis @ra**dh***pra***ry
Meski demikian, di tengah kecaman publik, suara-suara yang meminta empati terhadap kondisi psikologis anak juga mulai bermunculan. Banyak pihak berharap bahwa penanganan kasus ini bisa lebih berfokus pada pemulihan mental dan masa depan anak, bukan semata-mata hukuman.
Bagaimana pendapat kalian, Beauties?
***
Ingin jadi salah satu pembaca yang bisa ikutan beragam event seru di Beautynesia? Yuk, gabung ke komunitas pembaca Beautynesia, B-Nation. Caranya DAFTAR DI SINI!

