Hari Kemerdekaan Indonesia, Saatnya Perempuan Indonesia Merdeka dari Hal-Hal Ini!
Sejak proklamasi oleh Soekarno-Hatta pada 17 Agustus 1945 silam, Indonesia telah mengalami berbagai perubahan dan perkembangan, termasuk dalam hal kesetaraan gender. Perempuan di era masa kini jauh lebih mudah mengakses pendidikan, mendapat pekerjaan, bahkan mendapat kesempatan berpolitik.
Namun meski perjuangan kesetaraan gender sudah mencapai hasil yang signifikan, nyatanya masih banyak “PR” yang harus diselesaikan. Sebagaimana diungkap dalam laman United Nations, hingga saat ini setidaknya seperti perempuan di seluruh dunia, termasuk Indonesia, masih mengalami ancaman kekerasan dan diskriminasi.
Karenanya, pada HUT kemerdekaan Indonesia ke-79, sudah saatnya kita berbenah dan mewujudkan lingkungan yang lebih baik untuk para perempuan. Lalu aspek apa saja yang harus diatasi untuk membuat para perempuan merasa lebih merdeka? Berikut beberapa di antaranya.
1. Stigma Negatif
Ilustrasi/ Foto: Freepik/freepik |
Masih ada anggapan di masyarakat bahwa perempuan sebaiknya berada di rumah, tidak perlu sekolah tinggi-tinggi, dan fokus pada tugas-tugas domestik. Stigma ini tidak hanya menghambat perkembangan diri perempuan, tetapi juga membatasi kontribusi mereka dalam berbagai sektor. Hal ini juga berlaku pada cara berpenampilan, cara bersikap, dan aspek lain dalam kehidupan.
Sebagaimana diulas dalam laman UNFPA, perempuan seharusnya memiliki kebebasan untuk menentukan jalan hidupnya sendiri, termasuk mengejar pendidikan setinggi mungkin, dan berkarir sesuai dengan passion dan kemampuan mereka. Saatnya kita membebaskan perempuan Indonesia dari stigma negatif ini dan mendukung mereka untuk mencapai potensi maksimal.
2. Standar Ganda
Ilustrasi Perempuan Indonesia Merdeka/Foto: Freepik.com
Perempuan sering kali menghadapi standar ganda dalam berbagai aspek kehidupan, mulai dari penampilan hingga perilaku. Masyarakat cenderung lebih kritis terhadap cara berpakaian, bertindak, dan berbicara perempuan dibandingkan pria. Perempuan yang berani bersuara sering kali dianggap tidak sopan, sementara pria yang sama dianggap tegas.
Standar ganda ini menciptakan tekanan yang tidak adil, dalam hal ini bagi perempuan. Kita perlu mengubah paradigma ini dan menciptakan lingkungan yang mendukung kebebasan berekspresi tanpa diskriminasi gender. Namun sebagai diulas pada laman its.ac.id, mengubah paradigma standar ganda harus dilakukan secara adil sehingga baik perempuan maupun pria tidak merasa berat sebelah.
3. Diskriminasi
Ilustrasi/Foto: Pexels/Antoni Shkraba
Bahkan di era yang sudah modern ini, diskriminasi terhadap perempuan masih sering terjadi, salah satunya dalam bentuk upah yang tidak setara. Di banyak tempat kerja, perempuan masih mendapatkan gaji yang lebih rendah dibandingkan pria untuk pekerjaan yang sama.
Berdasarkan laporan Badan Pusat Statistik Indonesia, pada tahun 2023 upah rata-rata pria mencapai Rp20.125 per jam sedangkan perempuan masih Rp16.779 per jam. Hal ini belum termasuk pembatasan terkait kenaikan jabatan, pengembangan diri, dan lain sebagainya.
Selain itu, ada banyak aspek lain yang diabaikan dari kebanyakan perempuan Indonesia antara lain hak pilih yang tidak dihormati maupun hak berpendapat yang diabaikan. Selain itu, partisipasi perempuan dalam politik dan pengambilan keputusan sering kali terbatas, terbukti dengan bidang pemerintahan yang saat ini masih didominasi pria.
Para pejuang kesetaraan gender harus bekerja keras untuk menghilangkan diskriminasi ini dan memastikan perempuan memiliki kesempatan yang sama untuk berpartisipasi dan berkontribusi dalam segala aspek kehidupan.
4. Rasa Takut Beraktivitas di Tempat Umum
Ilustrasi Perempuan Indonesia Merdeka/Foto: Freepik.com
Salah satu aspek yang membuat perempuan “terjepit” di zaman modern ini, menurut UN Women, adalah minimnya kebebasan untuk beraktivitas dengan nyaman di tempat umum. Pelecehan dan kekerasan terhadap perempuan di tempat umum masih menjadi masalah serius di Indonesia. Banyak perempuan merasa tidak aman beraktivitas di ruang publik sehingga memaksa mereka membatasi kebebasan dan mobilitas di tempat umum.
Karenanya, tugas kita adalah menciptakan lingkungan yang aman dan nyaman bagi perempuan untuk beraktivitas di tempat umum. Edukasi masyarakat tentang pentingnya menghormati perempuan dan penegakan hukum yang tegas terhadap pelaku pelecehan adalah langkah penting untuk mencapai hal ini.
5. Ancaman Kekerasan Berbasis Gender
Ilustrasi Perempuan Indonesia Merdeka/Foto: Freepik.com/diana.grytsku
Kekerasan berbasis gender, baik fisik, psikologis, maupun seksual, adalah ancaman nyata bagi perempuan di Indonesia. CATAHU 2023 yang dirilis Komnas Perempuan mengungkap bahwa terjadi kekerasan berbasis gender sebanyak 289.111 kasus sepanjang tahun 2023. Jumlah ini memang mengalami penurunan dari tahun sebelumnya sebanyak 12 persen, namun belum cukup dianggap memuaskan karena angkanya masih terbilang tinggi.
Untuk mengatasi masalah ini, kita perlu meningkatkan edukasi masyarakat tentang pentingnya menghormati hak-hak perempuan dan memperkuat perlindungan hukum bagi korban kekerasan. Kampanye kesadaran, pelatihan tentang kesetaraan gender, dan dukungan terhadap korban kekerasan adalah langkah-langkah yang perlu kita ambil bersama. Hanya dengan upaya bersama kita dapat menciptakan lingkungan yang aman dan bebas dari kekerasan bagi perempuan.
Di ulang tahun ke-79 Indonesia, marilah kita tidak hanya merayakan kemerdekaan negara, tetapi juga memperjuangkan kemerdekaan perempuan dari berbagai bentuk penindasan dan diskriminasi. Sudah siap untuk berubah?
***
Ingin jadi salah satu pembaca yang bisa ikutan beragam event seru di Beautynesia? Yuk gabung ke komunitas pembaca Beautynesia, B-Nation. Caranya DAFTAR DI SINI!
Ilustrasi/ Foto: Freepik/freepik