Kapolda Sebut Kasus Remaja Perempuan di Sulteng Bukan Pemerkosaan tapi Persetubuhan Anak, Ini Alasannya
Kasus kekerasan seksual yang menimpa remaja perempuan berusia 15 tahun Kabupaten Parigi Moutong (Parimo), Sulawesi Tenggara, terus bergulir. Kabar terbaru, Kapolda Sulteng Irjen Agus Nugroho sebut kasus tersebut bukan pemerkosaan, melainkan persetubuhan anak di bawah umur.Â
Ia meminta para wartawan untuk berhenti menggunakan istilah pemerkosaan pada kasus itu.
"Untuk diketahui bersama bahwa kasus yang terjadi bukanlah perkara atau kasus pemerkosaan ataupun rudapaksa apalagi sebagaimana kita maklumi bersama beberapa waktu yang lalu ada yang menyampaikan pemerkosaan yang dilakukan oleh 11 orang secara bersama-sama, saya ingin meluruskan penggunaan istilah itu," ujar Agus dalam jumpa pers di Polda Sulteng, Kamis (1/6), sebagaimana diunggah di akun Instagram @bidhumaspoldasulteng.
"Kita tidak menggunakan istilah pemerkosaan, melainkan persetubuhan anak di bawah umur," lanjutnya.
Alasan Kapolda Sulteng Gunakan Istilah 'Persetubuhan Anak', Bukan Pemerkosaan
Menurut Agus, alasan dia menggunakan istilah 'persetubuhan' bukan 'pemerkosaan' karena mengacu pada aturan hukum yang berlaku.
"Mengapa? Karena apabila kita mengacu pada istilah pemerkosaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 285 KUHP ini secara jelas dinyatakan bahwa unsur yang bersifat konstitutif di dalam kasus pemerkosaan adalah adanya tindakan kekerasan atau pun ancaman kekerasan, memaksa seorang perempuan untuk bersetubuh dengannya di luar perkawinan," tegasnya, dilansir dari detikNews.
Peristiwa itu, papar Agus, terjadi dalam kurun waktu April 2022 hingga Januari 2023, di mana ada 11 orang pelaku yang melakukan persetubuhan terhadap korban, termasuk kepala desa (kades) dan oknum anggota Brimob.
Perbuatan itu disebut Agus tidak terjadi bersama-sama sehingga menurutnya istilah pemerkosaan bergiliran tidaklah tepat.
"Untuk diketahui bersama bahwa kasus yang terjadi bukanlah perkara atau kasus pemerkosaan ataupun rudapaksa apalagi sebagaimana kita maklumi bersama beberapa waktu yang lalu ada yang menyampaikan pemerkosaan yang dilakukan oleh 11 orang secara bersama-sama, saya ingin meluruskan penggunaan istilah itu," ucap Agus.
Kapolda Sebut Modus Operandi Bukan dengan Kekerasan, Melainkan Bujuk Rayu hingga Iming-Iming Uang
Ilustrasi/ Foto: Getty Images/iStockphoto/Tinnakorn Jorruang |
Menurut Agus, dalam kasus tersebut tidak ada unsur kekerasan, ancaman, ataupun ancaman kekerasan, termasuk juga pengancaman terhadap korban.
"Dalam perkara ini tidak ada unsur kekerasan, ancaman, ataupun ancaman kekerasan termasuk juga pengancaman terhadap korban. Dalam kaitan dengan dilakukan secara bersama-sama, dari pemeriksaan pun sudah jelas dan tegas bahwa tindak pidana ini dilakukan berdiri sendiri-sendiri, tidak dilakukan secara bersama-sama," ucap Agus, dikutip dari detikNews.
Agus juga menjelaskan bahwa modus operandi yang digunakan para pelaku bukan dengan kekerasan ataupun ancaman kekerasan, melainkan dengan bujuk rayu, tipu daya, iming-iming akan diberikan sejumlah uang.
"Modus operandi yang digunakannya pun bukan dengan kekerasan ataupun ancaman kekerasan, melainkan dengan bujuk rayu, tipu daya, iming-iming akan diberikan sejumlah uang, akan diberikan sejumlah barang baik itu berupa pakaian, handphone, bahkan ada di antara pelaku yang berani menjanjikan akan bertanggung jawab jika korban sampai dengan hamil,"Â tambahnya.
Pelaku Persetubuhan Anak Dihukum Lebih Berat dibanding Pelaku Pemerkosaan
Kapolda Sebut Kasus Remaja Perempuan di Sulteng Bukan Pemerkosaan tapi Persetubuhan Anak, Ini Alasannya/Foto: Getty Images/iStockphoto/Tinnakorn Jorruang
Pelaku Persetubuhan Anak Dihukum Lebih Berat dibanding Pelaku Pemerkosaan
Menurut Agus, para pelaku persetubuhan anak ini terancam hukuman 15 tahun penjara, lebih berat dibanding pelaku pemerkosaan. Penerapan pasal dalam kasus ini disebut Agus menggunakan Undang-Undang Perlindungan Anak.
"Ancaman pidananya di dalam Pasal 81 ayat 2 tersebut jelas dan tegas ancaman pidana minimalnya 5 tahun, ancaman pidana maksimalnya 15 tahun, ini lebih berat daripada Pasal 285 KUHP yang ancaman hukumannya hanya 12 tahun maksimalnya," jelas Agus, dikutip dari detikNews.
10 Pelaku Tersangka, 1 Masih dalam Pemeriksaan
Ilustrasi/Foto: RODNAE Productions |
Dari 11 orang, baru 10 orang yang dijerat sebagai tersangka. Seorang yang belum dijerat sebagai tersangka adalah oknum anggota Brimob yang disebut Agus masih menjalani pemeriksaan. Agus juga menyebut alasan oknum Brimob itu belum jadi tersangka karena minimnya alat bukti.
Di sisi lain, ada 3 orang dari 10 orang tersangka yang statusnya masih buronan. Dia meminta para buronan itu segera menyerahkan diri.
Dilansir dari detikNews, berikut 11 orang tersebut:
1. HR alias Pak Kades berusia 43 tahun, salah satu kades di wilayah Kabupaten Parigi Moutong.
2. ARH alias Pak Guru berusia 40 tahun, dia adalah seorang ASN, seorang guru SD.
3. RK alias A berusia 47 tahun, wiraswasta.
4. AR alias R berusia 26 tahun, petani.
5. MT alias E berusia 36 tahun, tidak memiliki pekerjaan.
6.FN berusia 22 tahun, mahasiswa.
7. K alias DD, 32 tahun, petani.
8. AW yang sampai saat ini masih buron.
9. AS ini pun sama sampai saat ini masih buron.
10. AK yang sampai saat ini masih buron.
11. NPS yang berprofesi sebagai anggota Polri, sampai saat ini masih dalam pemeriksaan, belum menjadi tersangka dalam kasus ini.
Kondisi Terkini Korban: Dirawat karena Kista
Kapolda Sebut Kasus Remaja Perempuan di Sulteng Bukan Pemerkosaan tapi Persetubuhan Anak, Ini Alasannya/Foto: Getty Images/markgoddard
Kondisi Terkini Korban:Â Dirawat karena Kista
Kondisi remaja perempuan 15 tahun korban kekerasan seksual di Sulteng mengkhawatirkan. Korban saat ini dirawat di rumah sakit karena mengidap penyakit kista.
"Terkait kondisi korban kami dapat informasi tadi malam dari pak kapolres, dan hasil koordinasi dengan teman-teman di DP3A, Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, bahwa ternyata korban saat ini ada kista, sehingga saat ini harus dirawat," ujar Agus, dikutip dari detikNews.
Kronologi Korban Alami Kekerasan Seksual
Ilustrasi/ Foto: Getty Images/iStockphoto/dragana991 |
Agus menuturkan awal mula korban bisa disetubuhi 10 pelaku. Awalnya, korban bersetubuh dengan pacarnya berinisial F, dan diimingi akan diberi sejumlah uang.
Karena diiming-imingin sejumlah uang, korban menuruti keinginan F. Namun, F yang berstatus pacar korban ini kemudian memberitahukan kepada teman-temannya yang sering mangkal di bekas rumah adat bahwa korban bisa dibayar dengan uang.
Kabar mengenai korban dan F bersetubuh itu pun sampai ke telinga pelaku lain. Hingga akhirnya mereka mendekati korban dan juga mengiming-imingi uang dan benda lainnya agar korban mau disetubuhi.
"Untuk kemudian pelaku-pelaku lain melakukan hal yang sama dengan mengiming-imingi sejumlah uang tertentu ada yang akan memberikan sebuah handphone, ada yang memberikan baju, ada yang bahkan sampai berani mengatakan seandainya korban hamil, dia siap bertanggungjawab menikahinya," jelas Agus.
Agus juga mengatakan tidak ada transaksi seperti prostitusi dalam kasus ini. Para pelaku menyetubuhi korban karena ada komunikasi.
"Jadi tidak ada diperjualbelikan, tidak ada, hanya saling menginformasikan ya kepada antar sesama pelaku," pungkasnya.
***
Ingin jadi salah satu pembaca yang bisa ikutan beragam event seru di Beautynesia? Yuk gabung ke komunitas pembaca Beautynesia, B-Nation. Caranya DAFTAR DI SINI!
Ilustrasi/ Foto: Getty Images/iStockphoto/Tinnakorn Jorruang
Ilustrasi/Foto: RODNAE Productions
Ilustrasi/ Foto: Getty Images/iStockphoto/dragana991