Kenapa Ketupat Identik dengan Lebaran? Ternyata Ini Sejarah dan Filosofinya!
Ketupat bukan sekadar makanan khas Lebaran. Di balik bentuknya yang unik dan rasanya yang lezat, ketupat menyimpan makna filosofis yang mendalam. Hidangan ini telah menjadi bagian tak terpisahkan dari perayaan Idulfitri di Indonesia.
Tradisi makan ketupat saat Lebaran ternyata sudah ada sejak zaman dahulu, bahkan sejak era Wali Songo saat Islam mulai berkembang di nusantara. Menariknya, ketupat juga menjadi simbol akulturasi budaya antara tradisi lokal dan ajaran Islam. Namun, bagaimana sejarahnya ketupat bisa identik dengan Lebaran? Yuk, kita bahas lebih dalam!
Asal-usul Ketupat: Dari Majapahit hingga Islamisasi Nusantara
Ketupat/Foto: Instagram.com/fen.z
Sebelum Islam masuk ke Nusantara, masyarakat kerajaan Hindu-Buddha, seperti Majapahit, sudah mengenal teknik memasak nasi yang dibungkus dengan janur (daun kelapa muda). Ini bukan sekadar cara memasak, tetapi juga memiliki makna simbolis dalam kepercayaan lokal.
Dalam bukunya, A History of Modern Indonesia Since c. 1200, sejarawan M.C. Ricklefs menjelaskan bahwa proses Islamisasi di Jawa tidak selalu dilakukan dengan cara yang frontal, melainkan melalui akulturasi budaya. Wali Songo, khususnya Sunan Kalijaga, menggunakan pendekatan budaya lokal untuk mengenalkan Islam. Salah satunya dengan memasukkan simbol-simbol Islam ke dalam tradisi yang sudah ada.
Sunan Kalijaga memperkenalkan ketupat sebagai bagian dari dakwahnya. Tujuannya agar masyarakat lebih mudah menerima ajaran Islam tanpa merasa kehilangan tradisi nenek moyangnya. Dari sinilah tradisi "Bakdo Kupat" lahir, yang dalam bahasa Jawa berarti "setelah Lebaran". Di beberapa daerah, tradisi ini masih dilakukan seminggu setelah Idulfitri.
Makna Filosofis di Balik Ketupat
Ketupat/Foto: Instagram.com/k.azmi6345/
Lebih dari sekadar makanan, ketupat mengandung banyak makna mendalam yang berkaitan dengan ajaran Islam, kehidupan sosial, dan spiritualitas. Dalam bahasa Jawa, "ketupat" berasal dari istilah "ngaku lepat", yang berarti mengakui kesalahan. Ini sangat relevan dengan tradisi Lebaran, di mana umat Islam dianjurkan untuk saling bermaaf-maafan dan kembali ke fitrah setelah sebulan penuh menjalankan ibadah puasa.
Menurut ajaran Sunan Kalijaga, ketupat mencerminkan empat nilai utama dalam perayaan Idulfitri. Lebu, yang menandakan berakhirnya bulan Ramadan dan awal kehidupan baru yang lebih baik. Luber, simbol rezeki yang harus dibagikan kepada sesama sebagai bentuk kepedulian dan kebaikan, sesuai ajaran Islam.
Lebur, yang melambangkan pelebur dosa melalui saling memaafkan, mencerminkan makna Idulfitri sebagai momen kembali ke fitrah. serta Labur, yang mengisyaratkan kebersihan hati dan tekad untuk terus memperbaiki diri agar menjadi pribadi yang lebih baik.
Makna Filosofis Anyaman Janur
Ketupat/Foto: Instagram.com/laysisilia/
Bentuk ketupat yang dibuat dari anyaman janur menggambarkan kerumitan kehidupan manusia yang penuh dengan tantangan dan kesalahan. Namun, setelah dibuka, bagian dalam ketupat yang putih bersih melambangkan kesucian hati setelah melewati Ramadan dan saling memaafkan.
Menurut Simuh dalam bukunya Mistik Islam Kejawen (2001), ajaran Wali Songo banyak mengandung nilai-nilai tasawuf yang disampaikan melalui simbol-simbol budaya lokal. Salah satunya adalah ketupat yang mengajarkan bahwa manusia tidak terlepas dari dosa dan harus senantiasa introspeksi diri serta memperbaiki hubungan dengan sesama dan Tuhan.
Ketupat di Berbagai Daerah, Satu Simbol, Banyak Variasi
Ketupat/Foto: Instagram.com/lindamasak_kuliner
Menurut M.D. Poesponegoro & Nugroho Notosusanto dalam Sejarah Nasional Indonesia: Zaman Kuno (1993), tradisi kuliner seperti ketupat mencerminkan bagaimana budaya Islam berbaur dengan kearifan lokal Nusantara tanpa menghilangkan identitas budaya asli masyarakat.
Meskipun ketupat awalnya berkembang di Jawa, kini makanan ini sudah menjadi bagian dari perayaan Lebaran di berbagai daerah di Indonesia. Menariknya, setiap daerah punya cara unik dalam menyajikan ketupat.
Di Betawi, ketupat disantap dengan sayur godog dan semur daging yang manis gurih. Di Sumatra, ketupat dipadukan dengan rendang atau gulai ayam Minang yang kaya rempah. Di Kalimantan Selatan, ada Ketupat Kandangan, yang disajikan dengan ikan haruan berkuah santan dan biasanya dimakan dengan tangan.
Di Madura, ketupat menjadi pendamping soto Madura, soto berempah dengan daging sapi atau ayam yang makin nikmat dengan koya. Meski berbeda, ketupat tetap menjadi simbol kebersamaan dan tradisi Lebaran yang tak tergantikan.
Ketupat dalam Kehidupan Modern: Tradisi yang Terus Bertahan
Ketupat/Foto: Instagram.com/titinsn06
Meskipun zaman sudah berubah, tradisi makan ketupat di Hari Raya tetap bertahan. Bahkan di era modern, ketupat sudah menjadi ikon Lebaran yang universal di Indonesia.
Di era digital seperti sekarang, banyak orang mulai mencari alternatif ketupat instan atau menggunakan rice cooker khusus untuk membuat ketupat. Tapi, tetap saja, makna filosofi di balik ketupat tetap relevan, yaitu tentang kesederhanaan, kebersamaan, dan keikhlasan.
Di media sosial, ketupat juga sering menjadi simbol Lebaran dalam bentuk emoji atau stiker WhatsApp. Bahkan, banyak brand menggunakan ketupat sebagai elemen dalam kampanye iklan Ramadan dan Idulfitri.
***
Ingin jadi salah satu pembaca yang bisa ikutan beragam event seru di Beautynesia? Yuk gabung ke komunitas pembaca Beautynesia B-Nation. Caranya DAFTAR DI SINI!