Kisah Perempuan Pilih Disuntik Mati karena Tak Sanggup Jalani Hidup dengan Penyakit Mental

Nadya Quamila | Beautynesia
Senin, 15 Apr 2024 14:30 WIB
Meminta Kekasih Menemani sampai Akhir
Ilustrasi/Foto: Pexels

Seorang perempuan berusia 28 tahun asal Belanda memilih untuk mengakhiri hidupnya secara legal dengan eutanasia atau suntik mati. Alasannya, ia tidak sanggup harus hidup dengan penyakit mental yang dideritanya.

Zoraya ter Beek, yang tinggal di kota kecil Oldenzaal, akan menjalani eutanasia pada awal Mei mendatang, dilansir dari The Free Press. Zoraya telah berjuang menjalani hidup dengan depresi, autisme, dan gangguan kepribadian ambang (borderline personality disorder).

Keputusan ini diambil setelah psikiaternya mengatakan bahwa mereka telah melakukan berbagai usaha, tapi tidak ada lagi yang bisa dilakukan untuk membuat kondisi Zoraya membaik. Saat itulah, Zoraya memutuskan untuk mengakhiri hidupnya dengan suntik mati.

"Saya selalu sangat jelas bahwa jika keadaan tidak membaik, saya tidak dapat melakukan ini lagi," ungkapnya.

Sempat Bercita-cita Jadi Psikiater

Ilustrasi sofa

Ilustrasi sofa/Foto: Pexels/Pixabay

Zoraya pernah bercita-cita untuk menjadi seorang psikiater. Namun, ia tidak pernah mampu mengumpulkan keinginan untuk menyelesaikan sekolah atau memulai karier. Dia berkata bahwa dia tertatih-tatih meraih impiannya karena penyakit mental yang dideritanya.

Saat ini, Zoraya hidup dengan kekasihnya yang berusia 40 tahun dan tinggal di sebuah rumah bersama dua kucing mereka. Rencananya, proses eutanasia akan dilakukan di rumahnya, tepatnya di sofa ruang tamu.

"Tidak ada musik,” katanya. “Aku akan pergi di sofa di ruang tamu.”

“Dokter benar-benar meluangkan waktu. Bukan berarti mereka masuk dan berkata: silakan berbaring! Sering kali yang pertama adalah secangkir kopi untuk menenangkan saraf dan menciptakan suasana nyaman," jelas Zoraya.

"Lalu dokter akan bertanya apakah aku sudah siap dan yakin. Kemudian, dia akan memulai prosedurnya dan mendoakan perjalanan yang baik. Atau, dalam kasusku, tidur siang yang nyenyak, karena aku benci jika orang mengatakan, "Pergilah dengan tenang", aku tidak akan pergi ke mana pun," ungkapnya.

Kemudian dokter akan memberikan obat penenang, disusul dengan obat yang dapat menghentikan jantung Zoraya.

Meminta Kekasih Menemani sampai Akhir

suntik botox/sumber:pexels.com

Ilustrasi/Foto: Pexels

Ketika Zoraya meninggal, komite peninjau eutanasia akan mengevaluasi kematiannya untuk memastikan dokter mematuhi “kriteria perawatan yang semestinya,” dan pemerintah Belanda (hampir pasti) akan menyatakan bahwa kehidupan Zoraya ter Beek telah diakhiri secara sah.

Zoraya diketahui meminta kekasihnya untuk mememaninya sampai akhir. Ia tidak berencana untuk mengadakan pemakaman. Zoraya mengaku tidak punya banyak keluarga, dan menurutnya teman-temannya juga tidak ingin menghdiri pemakamannya.

Zoraya berencana untuk dikremasi usai disuntik mati. Ia dan kekasihnya telah memilih “tempat yang bagus di hutan” untuk menebarkan abunya.

“Saya sedikit takut mati, karena ini adalah hal yang tidak diketahui,” katanya. “Kami tidak benar-benar tahu apa yang akan terjadi selanjutnya—atau tidak ada apa-apa? Itu bagian yang menakutkan.”

Belanda Negara Pertama yang Legalkan Eutanasia

Ilustrasi bendera Belanda

Ilustrasi/Foto: Pexels/Mike van Schoonderwalt

Prosedur eutanasia atau suntik mati menjadi sah di Belanda ketika Undang-Undang Pengakhiran Kehidupan atas Permintaan dan Bunuh Diri dengan Bantuan (Prosedur Tinjauan) disahkan pada April 2001, dan mulai berlaku pada April 2022.

Dengan disahkannya undang-undang tersebut, Belanda menjadi negara pertama di dunia yang melegalkan eutanasia, menurut BBC News.

Situs web resmi pemerintah negara tersebut menyatakan bahwa prosedur ini dilakukan oleh seorang dokter yang memberikan "obat yang sesuai dengan dosis fatal kepada pasien atas permintaan."

Dijelaskan pula bahwa “permintaan untuk eutanasia sering kali datang dari pasien yang mengalami penderitaan yang tak tertahankan tanpa prospek perbaikan."

"Permintaan mereka harus dilakukan dengan sungguh-sungguh dan penuh keyakinan. Mereka melihat eutanasia sebagai satu-satunya jalan keluar dari situasi ini. Namun, pasien tidak memiliki hak mutlak untuk melakukan eutanasia dan dokter tidak memiliki kewajiban mutlak untuk melakukannya," lanjut situs tersebut.

***

Ingin jadi salah satu pembaca yang bisa ikutan beragam event seru di Beautynesia? Yuk, gabung ke komunitas pembaca Beautynesia, B-Nation. Caranya DAFTAR DI SINI!

(naq/naq)
Komentar
0 Komentar TULIS KOMENTAR
Belum ada komentar.
Jadilah yang pertama memberikan komentar.