Lagu Indonesia Raya Pernah Diduga Plagiat, Simak Kisah WR Supratman

Henny Alifah | Beautynesia
Sabtu, 26 Aug 2023 22:30 WIB
Menjadi Jurnalis dan Aktif di Organisasi Pemuda
W.R. Supratman/ Foto: kebudayaan.kemdikbud.go.id

Kebanyakan dari kita hafal lagu Indonesia Raya di luar kepala karena sudah mendengarnya sejak di bangku sekolah. Lagu kebangsaaan ini merupakan ciptaan W.R. Supratman, tokoh musik dan nasionalis yang turut memperjuangkan hari kemerdekaan Indonesia.

Sejauh mana kamu mengenal sosok W.R. Supratman? Yuk simak profilnya sebagaimana dirangkum dari berbagai sumber berikut ini.

Kelahiran dan Masa Kecil

Museum W.R. Supratman di Jalan Mangga Nomor 21. Tambaksari, Kota Surabaya, Jawa Timur
Museum W.R. Supratman di Surabaya/ Foto: humas.surabaya.go.id

Nama lengkapnya Wage Rudolf Soepratman. Melansir laman Museum Sumpah Pemuda, W.R. Supratman lahir pada hari Jumat Wage tanggal 19 Maret 1903 di Desa Somongari, Kecamatan Kaligesing, Kabupaten Purworejo, Jawa Tengah. Namun ada perbedaan pendapat tentang hal itu, sebagian ahli sejarah mengatakan ia lahir pada 9 Maret, yang mana telah menginspirasi penetapan Hari Musik Nasional.

Tiga bulan setelah lahir, W.R. Supratman dibawa serta ke Jatinegara oleh ayahnya yang merupakan seorang tentara KNIL, Sersan Jumeno Senen. Sang ayah segera mencatatkan kelahirannya di sana. Untuk memudahkan administrasi, akte kelahiran W.R. Supratman menggunakan tempat lahir di Jatinegara, jadi tak heran ada banyak yang menuliskan dirinya lahir di Jatinegara.

W.R. Supratman kehilangan ibunya, Siti Senen, ketika berusia 6 tahun. Mulai tahun 1914, ia tinggal bersama kakaknya Rukiyem atau Roekijem Soepratiyah yang dipersunting Willem Mauritius van Eldik. Ia pun diboyong kakaknya ke luar Pulau Jawa, tepatnya ke Makassar.

Menempuh Pendidikan hingga Tamat Sekolah Keguruan

Lukisan WR Supratman Koleksi Museum Sumpah Pemuda

Lukisan WR Supratman Koleksi Museum Sumpah Pemuda/ Foto: museumsumpahpemuda.kemdikbud.go.id

Banyak sumber mengatakan bahwa W.R. Supratman menempuh pendidikan usia dini pada usia 4 tahun di Frobel School (Taman Kanak-kanak) di Jakarta tahun 1907. Ia kemudian sekolah ke Tweede Inlandschool (Sekolah Angka Dua) hingga lulus tahun 1917.

Selanjutnya, W.R. Supratman mengikuti ujian Klein Ambtenaar Examen (KEA) dan lulus menjadi calon pegawai rendahan pada tahun 1919. Ia melanjutkan lagi pendidikannya ke Normaalschool, yakni Sekolah Pendidikan Guru saat itu. Ia kemudian menjadi guru di Sekolah Angka 2 sampai akhirnya ia memperoleh ijazah Klein Ambtenaar.

W.R. Supratman dan Musik

Museum W.R. Supratman

Museum W.R. Soepratman/ Foto: ANTARA/Zabur Karuru

Melansir laman Gramedia Blog, W.R. Supratman sejak kecil sudah akrab dengan musik. Kakaknya, Rukiyem mahir bermain biola dan banyak menghasilkan karya yang dipertunjukkan di mes militer. Sementara kakak iparnya, WM van Eldik memberikan kado sebuah biola pada ulang tahunnya yang ke 17. Ia dan kakak iparnya pun mendirikan grup jazz Black And White yang sempat populer di kalangan sinyo-sinyo Belanda. 

Menjadi Jurnalis dan Aktif di Organisasi Pemuda

W.R. Supratman

W.R. Supratman/ Foto: kebudayaan.kemdikbud.go.id

Transformasi hidup W.R. Supratman kira-kira dimulai saat ia mengikuti pidato dan bacaan politik. Dari situ, muncul keinginan untuk menciptakan lagu kebangsaan. Sayangnya, selalu berujung gagal. Ia akhirnya memutuskan untuk ikut terlibat dalam perjuangan supaya dapat menjiwai lagu yang ingin ia ciptakan.

Ia kemudian merantau ke Bandung pusat pergerakan tokoh-tokoh muda. Sempat tinggal sementara di Surabaya, ia bertolak ke Cimahi pada tahun 1924 untuk mengikuti kursus kader politik Kelompok Studi Umum yang didirikan oleh Soekarno. Dari sana pula karier jurnalistiknya dimulai, ia menjadi wartawan koran Kaoem Moeda lalu berpindah ke Biro Pers Alpena (Algemene Pers Niews Agency).

Sempat mengalami kesulitan ekonomi, ia akhirnya pindah kerja lagi dan bergabung dengan surat kabar Sin Po di Batavia di mana ia bertugas meliput Kongres Pemuda Indonesia Pertama pada 30 April–2 Mei 1926.

Mencipta Lagu Indonesia Raya hingga Tuduhan Plagiat

Monumen W.R. Supratman

Monumen W.R. Supratman/ Foto: bappedalitbang.surabaya.go.id

Saat meliput Kongres Pemuda Indonesia itulah keinginannya untuk membuat lagu perjuangan kembali muncul. Di kongres tersebut, W.R. Supratman membuat konsep lagu kebangsaan, Indonesia Raya, dalam not balok dan not angka yang terdiri dari tiga kuplet, bait ulangan serta berirama 6/8. 

Supratman berhasil membawakan lagu Indonesia Raya saat meliput Kongres Pemuda II pada 28 Oktober 1928 di Batavia. Menariknya, tanpa lirik, melainkan menggunakan biola saja alias instrumental demi alasan keamanan. Sampai pada Desember 1928, tepatnya saat pembubaran panitia kongres kedua, lagu Indonesia Raya dapat dinyanyikan dengan iringan paduan suara. 

Hanya saja, kepopuleran lagu Indonesia Raya justru membuat pihak Belanda resah. Pada 1930, mereka larangan menyanyikan lagu itu dalam kesempatan apa pun. Supratman selaku pencipta juga tak luput dari ancaman. Setelah diprotes dari berbagai kalangan, pemerintah Hindia Belanda mencabut larangan tersebut dengan syarat hanya boleh dinyanyikan di ruang tertutup.

Jauh setelah melewati serangkaian peristiwa bersejarah tersebut, lagu Indonesia Raya sempat dituduh menjiplak lagu Belanda berjudul Lekka Lekka Pinda Pinda. Misalnya tahun 1950-an oleh Amir Pasaribu, serta tahun 90-an dan 2000-an oleh Remy Sylado.

Namun, dugaan tersebut dibantah oleh pengamat musik Kaye A Solapung bahwa Indonesia Raya bukan lagu jiplakan.

Wafat Sebelum Indonesia Merdeka

Makam W.R. Supratman

Makam W.R. Supratman/ Foto: bappedalitbang.surabaya.go.id

Supratman sempat menciptakan lagu lain berjudul Matahari Terbit yang kembali membuatnya ditahan pemerintah Belanda karena dianggap memuji kekaisaran Jepang. Berkat bantuan van Eldik, Supratman dibebaskan dari tuduhan tersebut.

Keluar dari masa tahanan, Supratman jatuh sakit. Ia akhirnya tutup usia pada 17 Agustus 1938. Jenazahnya dikebumikan di pemakaman umum di Rangkah, Surabaya dengan jumlah pelayat tak lebih dari 40 orang.

Sekitar tahun 1960, makamnya dipindah ke area tanah di depan makam Rangkah yang kebetulan kosong sehingga bisa digunakan untuk makam pribadi. Lokasinya kini bisa dikunjungi di Jalan Kenjeran, Rangkah, Kecamatan Tambaksari, Surabaya.

Meski tidak sempat merasakan hari kemerdekaan yang diperjuangkan, Supratman meninggal dengan keyakinan bahwa suatu hari nanti Indonesia bisa lepas dari penjajahan.

Benar saja, Indonesia memperoleh kemerdekaannya pada 17 Agustus 1945. Lagu Indonesia Raya ciptaannya pun tak pernah ketinggalan mengiringi upacara peringatan hari kemerdekaan.

***

Ingin jadi salah satu pembaca yang bisa ikutan beragam event seru di Beautynesia? Yuk, gabung ke komunitas pembaca Beautynesia, B-Nation. Caranya DAFTAR DI SINI!

(dmh/dmh)
Komentar
0 Komentar TULIS KOMENTAR
Belum ada komentar.
Jadilah yang pertama memberikan komentar.

RELATED ARTICLE