Istilah cancel culture kini semakin marak digunakan, terutama oleh netizen di media sosial. Cancel culture adalah aksi boikot terhadap seseorang sebagai cara untuk mengungkapkan ketidaksetujuan dan memberikan tekanan sosial.
Biasanya, cancel culture ini diberikan kepada publik figur yang terlibat skandal. Aksi ini biasanya sering digaungkan di media sosial, seperti X (dulu Twitter) dan Instagram. Tak hanya publik figur, baru-baru ini beberapa brand atau merek di dunia mengalami cancel culture dari netizen.
Menurut psikolog klinis dewasa Utari Krisnamurthi cancel culture bisa terjadi ketika value atau nilai yang dipegang individu tidak lagi sejalan dengan individu atau grup lain.
"Apa yang terjadi ketika brand yang kita gunakan atau kita follow valuenya sudah tidak sama? Akan ada dua kemungkinan, pertama ada individu yang kalau beda value akan tetap follow brand itu di media sosial, dan tetap membeli produknya," ujar Utari Krisnamurthi dalam acara Female Daily Future of Beauty Summit 2024 di The Westin Jakarta, Senin (26/2).
"Kedua, ada juga kelompok yang berpegang teguh sama valuenya, jadi begitu valuenya sudah berbeda, individu ini tidak akan berhubungan lagi dengan brand bersangkutan. Ini lah asalnya cancel culture," papar Utari.