Mengenal Fenomena Eldest Daughter Syndrome: Tekanan yang Sering Dialami Anak Sulung Perempuan
Pernah merasa seperti harus selalu kuat, selalu benar, dan selalu jadi panutan bagi semua orang di sekitarmu, Beauties? Kalau kamu anak sulung perempuan, mungkin kamu sering kali menanggung beban yang tak terlihat: jadi “anak kebanggaan” orangtua, “kakak pengganti orangtua” bagi adik-adik, bahkan “penjaga kedamaian” dalam keluarga.
Tuntutan untuk sempurna dan tangguh kadang membuatmu lupa bahwa kamu juga manusia biasa yang boleh lelah, salah, dan ingin dimengerti. Fenomena ini ramai dibicarakan dengan sebutan Eldest Daughter Syndrome, sebuah kondisi emosional yang dialami banyak perempuan sulung di seluruh dunia.
Simak untuk mengenal lebih dalam di sini. Let's dive in, Beauties!
Apa Itu Eldest Daughter Syndrome?
Ilustrasi anak perempuan dan adiknya/Freepik: freepik
Eldest Daughter Syndrome (EDS) adalah istilah yang digunakan untuk menggambarkan pola di mana anak sulung perempuan mengambil tanggung-jawab keluarga yang besar, baik secara domestik maupun emosional, serta menghadapi harapan yang tinggi dari orangtua dan masyarakat.
Laman Cleveland Clinic mengatakan anak perempuan sulung sering merasa harus bertanggung jawab atas adik-adik dan menjaga standar yang tinggi sehingga bisa muncul kecemasan dan perfeksionisme.
Faktor Munculnya Fenomena Eldest Daughter Syndrome
Ilustrasi ekspetasi orang tua terhadap anak perempuan pertama/Freepik: freepik
Salah satu penyebab utama adalah harapan orangtua terhadap anak sulung perempuan: menjadi teladan, meraih prestasi, menjaga rumah tangga atau adik-adik. Anak sulung perempuan dianggap “ujian” orangtua untuk mengasah kemampuan parenting mereka, sehingga sering diberikan tanggung-jawab besar.
Dalam laman Health, Kati Morton menyebut bahwa anak sulung sering menjadi “percobaan” bagi orangtua baru, sehingga ekspektasinya lebih tinggi. Di samping itu, contoh kultural dan sosial memperkuat peran ini: norma yang mengatakan anak perempuan harus menjadi pengasuh, menjaga rumah, merawat adik, membiayai, dan lainnya sehingga mereka merasa berperan sebagai pengganti orang tua.
Tanda dan Gejala Eldest Daughter Syndrome
Ilustrasi gejala yang dialami anak perempuan pertama/Freepik: freepik
Beauties, ada beberapa indikator bahwa kamu mungkin mengalami EDS, yakni sebagai berikut:
- Selalu merasa harus sempurna
- Sulit delegasi tugas karena merasa “saya harus lakukan”
- Sulit mengatakan “tidak”
- Sering menempatkan kebutuhan orang lain di atas kebutuhanmu sendiri
- Sering merasa bersalah kalau tidak bisa memenuhi harapan orangtua atau adik-adik
Lebih jauh lagi, Simply Psychology menjelaskan bahwa karakteristik seperti perfeksionisme, tanggung-jawab berlebih, perasaan “saya harus tahu lebih baik”, dan kesulitan mengekspresikan emosi sendiri adalah ciri khas yang muncul pada dewasa bagi anak perempuan sulung yang mengambil peran sebagai “pengganti orangtua”.
Dampak pada Psikologis, Fisik, Karir, Hubungan, dan Identitas Diri
Ilustrasi burnout/Freepik: freepik
Secara psikologis, Eldest Daughter Syndrome (EDS) dapat memicu kecemasan kronis, kelelahan emosional, dan kesulitan membangun hubungan sehat karena kebiasaan selalu menolong atau mengurus orang lain. Psikoterapis Tasha Bailey melalui WTOP News menjelaskan bahwa banyak anak sulung perempuan mengalami burnout dan rasa malu ketika gagal memenuhi ekspektasi orangtua, bahkan saat mereka sudah berusaha sekuat tenaga.
Beban mental yang berat ini juga berdampak pada fisik. Dalam laporan Vogue India, Dr Almas Fatma, dokter keluarga di Mumbai, mengungkap bahwa stres berkepanjangan akibat tanggung jawab berlebih dapat menimbulkan gejala seperti kelelahan kronis, gangguan tidur, ketidakseimbangan hormon, hingga risiko tekanan darah tinggi dan masalah metabolik. Tubuh pun ikut “berteriak” saat pikiran tak lagi sanggup menanggung beban emosional.
Ketika dewasa, banyak anak sulung perempuan membawa pola “penolong” ini ke tempat kerja dan hubungan pribadi. Menurut Simply Psychology, mereka kerap kesulitan menetapkan batasan, sulit menerima bantuan, dan cenderung memilih pasangan yang membutuhkan perawatan. Hal ini sering membuat mereka merasa bersalah saat berusaha keluar dari peran sebagai “pengurus” keluarga yang sudah melekat sejak kecil.
Cara Memulai Pemulihan dan Membebaskan Diri
Ilustrasi membebaskan diri/Freepik: freepik
Pertama, Beauties, kamu perlu menyadari bahwa beban yang kamu rasakan bukanlah sesuatu yang harus kamu tanggung sendirian. Kedua, mulailah menetapkan batasan dalam keluarga dan kehidupan pribadi.
Dalam Psychology Today disebutkan, penting untuk bisa mengenali kapan kamu membantu karena pilihan sendiri, dan kapan karena merasa “harus” demi memenuhi ekspektasi.
Ketiga, cari dukungan baik itu melalui teman, kelompok sebaya, atau profesional. Meskipun EDS bukan diagnosis resmi, tapi banyak psikolog yang paham fenomena ini dan bisa membantumu memetakan pola, mengubah kebiasaan, hingga menemukan identitas diri yang belum tersentuh.
Terakhir, beri dirimu izin untuk memilih jalanmu sendiri seperti menikmati masa muda, mengejar mimpi, istirahat tanpa merasa bersalah. Ini bukan pengabaian tanggung-jawab, tapi keseimbangan karena kamu pantas hidup dengan kebahagiaanmu sendiri, bukan hanya sebagai “pion” dalam harapan orang lain.
Beauties, mari mulai mengenali peranmu, menetapkan batasan, dan memilih hidup yang lebih ringan dan penuh makna untuk dirimu sendiri!
***
Ingin jadi salah satu pembaca yang bisa ikutan beragam event seru di Beautynesia? Yuk gabung ke komunitas pembaca Beautynesia B-Nation. Caranya DAFTAR DI SINI!