Mengenal Fenomena Sharenting, Ketika Orangtua Gemar 'Mengekspos' Anak di Media Sosial hingga Berujung Oversharing
Beauties, mungkin kamu sering melihat deretan publik figur yang memposting kegiatan anak-anak mereka. Entah kegiatan di rumah, ketika sedang berlibur, atau kegiatan menyenangkan lainnya. Misalnya seperti yang baru-baru ini ramai diberitakan, seorang publik figur mengunggah konten video di YouTube di mana ia terlihat membawa anaknya yang masih bayi naik jetski. Hal ini menimbulkan pro dan kontra di kalangan netizen.
Tapi, tahukah kamu kalau aktivitas memposting kegiatan anak di media sosial memiliki dampak yang sebenarnya bisa berbahaya bagi anak? Kegiatan ini disebut dengan sharenting.
Sharenting merupakan praktik mendokumentasikan kehidupan anak-anak di media sosial. Bukan hanya publik figur saja, hampir seluruh orangtua di seluruh dunia suka mendokumentasikan aktivitas anak-anak mereka dan membagikannya secara online. Namun sebelum melakukan sharenting, alangkah lebih baik para orangtua memahami dulu dampak seputar sharenting berikut ini.
Alasan Sharenting Bisa Sangat Berbahaya
![]() Ilustrasi sharenting/Foto: Freepik.com/our-team |
Pertama-tama, perlu diketahui bahwa ada dampak positif dari sharenting. Dilansir dari Kidslox, para orangtua merasa berbagi dengan orang lain dapat membantu membangun rasa persahabatan dan komunitas. Hal ini juga bisa menjadi komunikasi untuk keluarga yang tinggal di lokasi yang jauh. Namun, ada dampak buruk yang perlu diperhatikan.
Dengan melakukan sharenting, membuat orangtua menjadikan mengasuh anak sebagai olahraga yang kompetitif, bisa membuat anak tumbuh secara tidak sehat, dan bisa mengembangkan kecemasan pada anak di masa depan. Selain itu, sharenting juga bisa membuat orangtua merasakan tekanan untuk mempertahankan gambaran kehidupan keluarga yang sempurna.
Sharenting Membahayakan Privasi Anak
![]() Ilustrasi sharenting/Foto: Freepik.com |
Sharenting dan dampaknya terhadap privasi anak adalah salah satu alasan terbesar mengapa memposting gambar dan video secara online dapat dilihat secara negatif. Biasanya, orangtua melakukan sharenting tanpa persetujuan dari sang anak. Tanpa disadari, orangtua telah membangun kehidupan digital untuk sang anak tanpa memperhatikan pilihan mereka.
Psikolog anak juga telah menyatakan keprihatinan tentang potensi bahaya yang dapat ditimbulkan dari sharenting. Ketika orangtua mendokumentasikan dan membagikan kehidupan anak-anak secara online, mereka telah membuat narasi seputar karakter anak yang belum dibangun oleh anak-anak untuk diri mereka sendiri.
Privasi Online Tidak Sepenuhnya Aman
![]() Ilustrasi sharenting/Foto: Freepik.com/pcv.vector |
Internet bisa jadi tempat yang gelap. Untuk setiap like di Instagram, ada bahaya yang sangat nyata bahwa konten dapat jatuh ke tangan yang tidak bertanggung jawab. Menurut The New Yorker, hampir dua pertiga penipuan identitas sering terjadi karena sharenting di tahun 2030 mendatang. Penculikan digital adalah kejahatan yang sangat nyata. Orang asing dapat menggunakan identitas anak-anak untuk menipu orang lain.
Jika Tidak Berhati-hati, Bisa Kehilangan Hak Asuh Anak, lho!
Pengertian dan dampak dari sharenting/Foto: Freepik.com
Cara Melakukan Sharenting dengan Bertanggung Jawab
![]() Ilustrasi sharenting/Foto: Freepik.com |
Batasan adalah kunci untuk menetapkan parameter yang sehat untuk segala hal. Berikut adalah beberapa batasan yang bisa orangtua terapkan agar para orangtua dapat melakukan sharenting dengan bertanggung jawab:
- Selalu tunjukkan konten sebelum diposting kepada anak.
- Setujui daftar pengikut bersama.Â
- Jangan posting secara berlebihan.
- Jangan terfokus pada like.
Kategori Orangtua Akibat Sharenting
![]() Ilustrasi sharenting/Foto: Freepik.com/everyonephoto |
Sharenting memungkinkan orangtua untuk dengan bangga memamerkan anak-anak mereka. Melansir dari BBC, terdapat tiga kategori orangtua akibat dari maraknya sharenting di media sosial, terutama Facebook. Pertama adalah orangtua yang bangga. Orangtua yang masuk dalam kategori ini sangat mencintai anak-anak mereka dan akan sangat mencintai teman-teman Facebook mereka untuk mengetahuinya.
Kedua adalah orangtua yang sangat melindungi privasi. Meski merasa bangga dengan anak-anaknya, para orangtua dalam kategori ini lebih berhati-hati dalam membagikan foto atau video anak-anak mereka di media sosial.
Lalu yang terakhir adalah orangtua yang kesal karena terlalu banyak orang yang melakukan sharenting. Beberapa orangtua mengakui bahwa mereka mengalami kelelahan akibat sharenting yang berlebihan. Timeline Facebook mereka dipenuhi dengan anak-anak orang lain yang membuat mereka lelah melihatnya.
Kata sharenting sendiri telah ditambahkan ke dalam Collins English Dictionary. Namun, perlu diketahui bahwa telah banyak kisah nyata para orangtua yang mengalami dampak buruk dari sharenting. Ada yang dikritik karena menggunakan gambar anak untuk keuntungan finansial hingga kehilangan hak asuh anak.
Bagaimana menurutmu dengan fenomena sharenting ini, Beauties?
***
Ingin jadi salah satu pembaca yang bisa ikutan beragam event seru di Beautynesia? Yuk, gabung ke komunitas pembaca Beautynesia, B-Nation. Caranya DAFTAR DI SINI!




