Mengenang 18 Tahun Kepergian Munir, Sang Aktivis Pembela Hak Asasi Manusia yang Diracun di Udara
Beauties, kamu mungkin sudah tidak asing atau pernah mendengar sosok bernama Munir. Pria bernama lengkap Munir Said Thalib adalah aktivis yang memperjuangkan penegakan Hak Asasi Manusia (HAM) sejak masa pemerintahan Orde Baru. Semasa hidupnya, ia selalu memperjuangkan keadilan bagi kaum buruh, aktivis mahasiswa, pemuda, serta kelompok masyarakat yang mengalami penindasan.
Tepat pada hari ini adalah 18 tahun sejak kepergian Munir. Ya, pada 7 September 2004 silam, Munir meninggal dunia. Kepergiannya kala itu menghebohkan masyarakat, pasalnya ia dibunuh dengan racun jenis arsenik di dalam pesawat ketika melakukan penerbangan dari Jakarta menuju Belanda.
Hingga saat ini, kasus pembunuhan Munir masih belum menemukan titik terang. Belum diketahui pasti siapa dalang di balik kasus pembunuhan tersebut. Banyak yang menuntut agar kasus Munir ini dijadikan pelanggaran HAM berat.
Profil Munir, Sang Aktivis HAM
Sejumlah massa dari Buruh dan Mahasiswa menggelar aksi untuk memperingati hari HAM Internasional di Kawasan Patung Kuda, Jakarta, Jumat (10/12/2021)./ Foto: Rifkianto Nugroho/detikcom |
Dilansir dari detikNews, Munir Said Thalib lahir di Malang, Jawa Timur pada 8 Desember 1965. Dia adalah satu dari sekian banyak orang yang lantang memperjuangkan HAM. Namanya tak bisa dilepaskan dari perjuangan HAM di tanah air. Bahkan sejak zaman Orde Baru yang otoriter di bawah Presiden Soeharto, Munir sudah lantang membela pihak-pihak pencari keadilan.
Sejumlah kasus pelanggaran HAM yang pernah dia tangani antara lain: kasus hilangnya 24 aktivis dan mahasiswa di Jakarta pada 1997 dan 1998; kasus Tanjung Priok 1984 - 1998; dan penembakan mahasiswa dalam tragedi Semanggi I dan Semanggi II.
Aktif Membela Hak Asasi Manusia Sejak Kuliah
Semasa kuliah, Munir sudah aktif dalam kegiatan organisasi dengan bergabung menjadi anggota Himpunan Mahasiswa Islam (HMI).
Semasa kuliah dan setelah menyelesaian S1 di Fakultas Hukum Universitas Brawijaya, Malang, Munir menghabiskan waktunya untuk penegakan HAM. Pada 1996 dia bersama sejumlah aktivis HAM mendirikan Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) yang kian melambungkan namanya.
Dia juga mendirikan Lembaga Pemantau Hak Asasi Manusia Indonesia, Imparsial.
Kronologi Pembunuhan Munir di Pesawat Jakarta-Belanda
Dilansir dari detikNews, Munir meninggal di pesawat Garuda dengan nomor GA-974 ketika sedang menuju Amsterdam untuk melanjutkan kuliah pascasarjana pada 7 September 2004.
Institut Forensik Belanda (NFI) membuktikan Munir meninggal akibat racun arsenik dengan jumlah dosis yang fatal. Pembunuhan Munir diduga dilakukan dengan cara meracuni makanannya.
Siapa yang Membunuh Munir?
Poster Munir/ Foto: Grandyos Zafna/detikcom |
Saat itu, Pollycarpus Budihari Prijanto merupakan pilot senior Garuda. Dia berada dalam satu pesawat dengan Munir. Saat kejadian, Pollycarpus sedang tidak bertugas. Kursi yang diduduki Munir awalnya merupakan kursi yang sebenarnya untuk Pollycarpus.
Kepada Munir, Pollycarpus menawarkan pergantian tempat duduk. Karena hal ini, Pollycarpus kemudian ditangkap dan ditetapkan sebagai tersangka pada 18 Maret 2005. Pollycarpus didakwa melakukan pembunuhan berencana.
Selain Pollycarpus, ada dua kru Garuda yang ditetapkan sebagai tersangka kasus Munir. Dua orang tersebut adalah kru pantry bernama Oedi Irianto dan pramugari bernama Yeti Susmiarti.
Eks Dirut Garuda Indra Setiawan juga dinyatakan bersalah oleh pengadilan karena ikut membantu dalam pembunuhan tokoh HAM itu. Indra merekayasa sedemikian rupa sehingga Pollycarpus bisa naik pesawat Garuda dari Singapura-Belanda. Di langit Thailand-Sri Lanka, Munir minum minuman yang sudah dicampur arsenik hingga meninggal. Indra dihukum 1 tahun penjara.
Sedangkan Polly dituntut hukuman penjara seumur hidup pada 1 Desember 2005. Namun akhirnya Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat menjatuhkan hukuman 14 tahun penjara kepada Pollycarpus. Ia dinyatakan terbukti melakukan pembunuhan berencana terhadap Munir dengan cara memasukkan racun arsenik ke dalam mi goreng yang disantap Munir saat penerbangan menuju Singapura.
Pollycarpus mengajukan banding dan setelah proses yang cukup panjang, ia menjalani masa tahanan selama 8 tahun dan dinyatakan bebas bersyarat sejak 28 November 2014. Dia bebas murni pada 29 Agustus 2018.
Kenapa Munir Dibunuh?
Mural bergambar sosok aktivis HAM Munir Said Thalib hiasi sudut Ibu Kota Jakarta. Mural itu dibuat untuk mengenang sang aktivis yang meninggal 16 tahun silam./ Foto: Ari Saputra/detikcom |
Hingga saat ini, alasan mengapa Munir dibunuh masih menjadi misteri. Padahal, istri Munir, Suciwati, sempat meminta Pollycarpus bersikap 'jujur'. Suciwati meragukan Pollycarpus sejak awal.
"Saya hanya mau bilang, seharusnya dia belajar bicara jujur siapa pelaku sebetulnya pembunuh suami saya dan siapa yang menyuruh dia," ujar Suciwati dilansir detikNews dari Deutsche Welle (DW), sesaat setelah Pollycarpus bebas murni, Rabu (29/08/2018).
Namun, banyak yang beranggapan bahwa pembunuhan Munir merupakan pembunuhan politik. Ada dugaan kasus ini berhubungan dengan situasi demokrasi saat peristiwa, yakni putaran akhir pemilihan langsung presiden yang berlangsung kurang dari dua pekan sesudahnya, yaitu 20 September 2004.
Pembunuhan Munir disebut berbeda dengan kekerasan politik biasa. Pembunuhan politik disebut kerap menimpa orang yang berseberangan dengan pemerintahan.
Atas perjuangan sang aktivis, sosoknya diabadikan dalam bentuk pembangunan museum di tempat kelahirannya, di Kota Batu, Jawa Timur, yaitu Museum HAM Munir.
***
Ingin jadi salah satu pembaca yang bisa ikutan beragam event seru di Beautynesia? Yuk, gabung ke komunitas pembaca Beautynesia, B-Nation. Caranya DAFTAR DI SINI!
Pilihan Redaksi |
Sejumlah massa dari Buruh dan Mahasiswa menggelar aksi untuk memperingati hari HAM Internasional di Kawasan Patung Kuda, Jakarta, Jumat (10/12/2021)./ Foto: Rifkianto Nugroho/detikcom
Poster Munir/ Foto: Grandyos Zafna/detikcom
Mural bergambar sosok aktivis HAM Munir Said Thalib hiasi sudut Ibu Kota Jakarta. Mural itu dibuat untuk mengenang sang aktivis yang meninggal 16 tahun silam./ Foto: Ari Saputra/detikcom