Mengulik 7 Tradisi Maulid Nabi di Berbagai Daerah di Indonesia

Nisrina Salsabila | Beautynesia
Minggu, 15 Sep 2024 20:30 WIB
Mengulik 7 Tradisi Maulid Nabi di Berbagai Daerah di Indonesia
Tradisi perayaan Maulid Nabi di berbagai daerah di Indonesia/Foto: Huda Rohman/detikTravel

Maulid adalah peringatan hari kelahiran Nabi Muhammad saw. yang dilakukan setiap tanggal 12 Rabiulawal tahun Hijriah. Pada tahun ini, peringatan Maulid Nabi jatuh pada tanggal 16 September 2024 dan termasuk dalam hari libur nasional di Indonesia.

Sebagai salah satu hari besar dalam agama Islam, umat muslim di Tanah Air memiliki beragam tradisi untuk menyambut peringatan hari kelahiran Nabi Muhammad saw. Meski setiap daerah biasanya memiliki cara berbeda-beda, secara garis besar perayaan Maulid Nabi dilakukan dengan berkumpul bersama-sama untuk berdoa, bersalawat, tadarusan, mengarak gunungan, dan lain-lain. Tetapi, ada pula tradisi Maulid Nabi di Indonesia yang memiliki keunikan sesuai kearifan lokal di daerahnya masing-masing.

Berikut adalah 7 tradisi perayaan Maulid Nabi di berbagai daerah di Indonesia.

1. Sekaten

Tradisi Sekaten di Kota Solo/Foto: Surakarta.go.id

Sekaten adalah tradisi perayaan Maulid Nabi yang diselenggarakan oleh Keraton Yogyakarta dan Keraton Surakarta. Kegiatan ini berlangsung dari tanggal 5 sampai 12 Mulud dalam penanggalan Jawa.

Konon, tradisi Sekaten sudah ada sejak masa Kerajaan Demak sebagai salah satu strategi dakwah Sunan Kalijaga dalam menyebarkan agama Islam dengan cara memainkan gamelan sebagai pengiring ketika melantunkan salawat.

Puncak acara dalam tradisi Sekaten adalah grebeg maulud yang diselenggarakan pada 12 Rabiulawal saat Maulid Nabi. Tradisi ini identik dengan gunungan berisi makanan dan hasil bumi. Warga akan mengarak gunungan tersebut ke masjid untuk dibacakan doa, baru setelahnya dibagikan kepada para pengunjung.

2. Kuah Beulangong

Tradisi kuah beulangong/Foto: Irwansyah Putra/ANTARA

Masyarakat Aceh juga punya tradisi Maulid yaitu masak kuah beulangong. Kuah beulangong merupakan makanan khas Aceh berupa kuah merah seperti gulai berisi daging sapi, kambing, atau kerbau dan nangka muda yang dimasak dalam kuali besar.

Mengutip detiknews, hidangan kuah beulangong kerap dijumpai saat ada acara besar, seperti buka puasa, pesta, atau perayaan hari besar Islam, salah satunya Maulid Nabi Muhammad saw. Menurut kepercayaan adat setempat, proses memasak kuah beulangong hanya boleh dilakukan oleh laki-laki.

Sebab, proses memasak kuliner ini membutuhkan waktu sekitar dua jam dan tenaga yang banyak. Cara mengaduk kuah beulangong pun cukup istimewa, yakni diaduk berlawanan arah jarum jam sambil bersalawat.

3. Panjang Mulud

Tradisi panjang mulud/Foto: Balai Pelestarian Kebudayaan Wilayah IX Provinsi Jawa Barat

Merujuk laman Kemdikbud, panjang dari bahasa sanskerta berarti hiasan atau dekorasi, sedangkan mulud berarti kelahiran. Di sini, panjang mulud merupakan upacara memperingati Maulid Nabi dengan mempertontonkan benda-benda yang telah dihias. Biasanya, tradisi ini diselenggarakan di empat kabupaten/kota, yaitu Serang, Cilegon, Pandeglang, dan Lebak.

Warga sebelumnya telah membuat panjang (usungan) yang diisi dengan uang, hiasan, baju, perlengkapan salat, dan lain. Saat hari pelaksanaan tiba, panjang akan diarak keliling kampung bersama alunan musik khas panjang mulud untuk mengiringi lantunan zikir dan salawat.

Setelah itu, barulah panjang dibagikan secara adil dan merata kepada seluruh warga yang menghadiri kegiatan tersebut. Selain mempererat silaturahmi, tradisi ini juga bertujuan untuk memelihara semangat gotong-royong. 

4. Panjang Jimat

Tradisi panjang jimat/Foto: Ony Syahroni/detikJabar

Tradisi Pelal Ageng Panjang Jimat merupakan rangkaian upacara peringatan Maulid Nabi yang dilaksanakan oleh Keraton Kanoman Cirebon secara turun-temurun sampai saat ini. Kata panjang dalam panjang jimat merujuk pada piring tempat makan Rasul dan para sahabatnya. Sedangkan, jimat singkatan dari diaji dan dirukat yang berarti dipelajari dan diamalkan.

Melansir detikjabar, rangkaian upacara panjang jimat biasanya diawali dengan membaca doa dan tawasul di Pendopo Jimen pada malam hari. Setelah itu, rangkaian dilanjutkan dengan pawai warga yang dipimpin oleh Patih Kesultanan Kanoman sambil melantunkan salawat dari keraton menuju Masjid Agung Keraton Kanoman.

Para pengiring pawai pun sambil membawa berbagai macam benda jimat, yaitu alat-alat untuk proses melahirkan, sampai bahan-bahan nutrisi yang dibutuhkan ibu hamil, termasuk nasi jimat, nasi kuning yang proses memasaknya diiringi salawat dan menjadi suguhan khas dalam tradisi ini.

5. Endog-endogan

Tradisi endog-endogan/Foto: Ardian Fanani/detikJatim

Perayaan Maulid Nabi di Banyuwangi dimeriahkan lewat tradisi endog-endogan. Tradisi yang dipercaya sudah ada sejak akhir abad ke-18 ini dilakukan dengan menghias telur ayam yang sudah matang dengan kembang kertas berbagai motif dan diberi tusukan bambu, lalu menancapkannya di pelepah pisang. Kemudian, telur-telur hias tersebut diarak mengelilingi kampung menggunakan kendaraan, sembari diiringi lantunan salawat kepada Nabi Muhammad saw.

Dikutip dari situs RRI, telur dalam tradisi endog-endogan memiliki arti istimewa. Telur digunakan sebagai simbol kelahiran Nabi Muhammad saw., sekaligus tiga lapisan kulit, putih telur, dan kuning telur melambangkan iman, Islam, ihsan.

6. Walima

Tradisi walima/Foto: Adiwinata Solihin/detikJabar

Merujuk situs resmi Pemerintah Provinsi Gorontalo, walima adalah sebuah tradisi perayaan Maulid Nabi yang dilaksanakan turun-temurun sejak munculnya Islam di Gorontalo sekitar abad ke-17.

Tradisi walima dimulai dengan melantukan zikir secara bersama-sama oleh warga di masjid. Sementara itu, warga yang tinggal di rumah akan membuat kue-kue tradisional, seperti kolombengi, sukade, wapili, dan curuti untuk disusun di tolangga, sebuah usungan kayu yang dibentuk mirip perahu, menara, atau masjid. Tolangga kemudian diarak menuju masjid untuk selanjutnya dibagikan kepada masyarakat.

7. Baayun Mulud

Tradisi baayun mulud/Foto: Nova Igirisa/Dinas Kominfo dan Statistik Pemprov Gorontalo

Masyarakat Banjar, Kalimantan Selatan mempunyai tradisi baayun mulud. Mengutip laman resmi Kemdikbud, istilah baayun mulud berasal dari kata baayun yang artinya ayunan atau buaian, dan mulud dari bahasa Arab, maulid yang artinya hari lahir. Dengan kata lain, tradisi baayun mulud berarti kegiatan mengayun anak bayi sambil membaca syair maulid sebagai bentuk rasa syukur atas kelahiran Nabi Muhammad saw.

Peralatan wajib untuk melaksanakan upacara ini adalah ayunan dari tiga lapis kain dan tali ayunannya dihias dengan janur. Lalu, orang tua yang bayinya mengikuti baayun mulud harus menyiapkan piduduk (syarat) berisi beras, gula habang, nyiur, hintalu hayam, benang, jarum, uyah, dan binggul (uang receh).

****
Ingin jadi salah satu pembaca yang bisa ikutan beragam event seru di Beautynesia? Yuk gabung ke komunitas pembaca Beautynesia B-Nation. Caranya DAFTAR DI SINI!

(ria/ria)
Komentar
0 Komentar TULIS KOMENTAR
Belum ada komentar.
Jadilah yang pertama memberikan komentar.

RELATED ARTICLE