Mengumpat Pasangan dalam Rumah Tangga, Bentuk Love Language atau Kekerasan Verbal?
Banyak cara untuk mengungkapkan cinta. Tak jarang pasangan sengaja melakukan hal-hal tak biasa untuk menarik perhatian atau sekadar meningkatkan keterbukaan di antara keduanya.
Namun, terdapat fenomena di antara anak muda yang menormalisasi umpatan atau kata-kata kasar kepada pasangannya. Beberapa orang mengaku ini merupakan ekspresi kejujuran kepada pasangan untuk menunjukkan jati diri apa adanya, atau memandangnya sebagai godaan lucu untuk semakin meniadakan jarak dengan pasangan mereka.
Tapi, apakah benar mengumpat pasangan adalah bentuk love language? Atau justru kekerasan dalam rumah tangga? Simak penjelasannya berikut ini!
Apa Itu Love Language?
![]() Ilustrasi Love Language/Foto: Pixabay/photosforyou |
Love language atau bahasa cinta pertama kali diperkenalkan oleh konselor pernikahan Dr. Gary Chapman dalam buku “The 5 Love Languages”. Menurut laman Psychology Today, bahasa cinta mendeskripsikan cara kita menerima ungkapan kasih sayang dari orang lain.
Menurut laman Healthline, ungkapan cinta dibedakan menjadi 5 jenis. Jika bahasa cintamu adalah ungkapan afirmasi, maka kata-kata yang mengandung pujian, apresiasi, atau kalimat yang mencoba meyakinkanmu tentang kasih sayang orang bersangkutan akan mudah membuat jatuh hati dan percaya. Jika bahasa cintamu dilihat dari berapa banyak waktu berkualitas yang kalian punya berdua, maka ukuran waktu menentukan seberapa yakin kamu kepadanya.
Untuk bahasa cinta berupa hadiah, kamu akan merasa dihargai dan merasa spesial saat pasanganmu memberi kado atau memberi hal-hal kecil lainnya yang tak terduga. Sedangkan bahasa cinta berupa aksi nyata mengukur kepercayaanmu atas perasaan si dia berdasarkan bagaimana cara dia memperlakukanmu, Beauties. Untuk yang terakhir yaitu sentuhan fisik, sudah jelas setiap kontak fisik membuat hatimu penuh dan menumbuhkan ikatan yang lebih kuat di antara kamu dan pasangan.
Apa Itu Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT)?
Ilustrasi KDRT/Foto: Pexels/Karolina Grabowska |
Kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) bukanlah kasus baru dalam kehidupan nyata berumah tangga. Setiap tahun, selalu ada laporan kasus di pengadilan atas perlakuan kekerasan yang dilakukan oleh pasangannya, dan itu belum termasuk kasus-kasus yang tidak dilaporkan.
Menurut Pasal 1 UU PKDRT, KDRT didefinisikan sebagai:
“... perbuatan terhadap seseorang terutama perempuan, yang berakibat timbulnya kesengsaraan atau penderitaan secara fisik, seksual, psikologis, dan/atau penelantaran rumah tangga termasuk ancaman untuk melakukan perbuatan, pemaksaan, atau perampasan kemerdekaan secara melawan hukum dalam lingkup rumah tangga..”
Relasi yang memungkinkan terjadinya KDRT bukan hanya antarpasangan saja, melainkan bisa antara ayah dan anak, ibu dan anak, kakak dan adik, antara dua orang yang masih berpacaran, atau bahkan oleh pekerja rumah tangga yang juga menetap di rumah tersebut.
Satu hal yang ternyata masih belum banyak dipahami oleh orang awam adalah bahwa kasus KDRT pun tidak melulu menimbulkan luka yang kasat mata. Ketidaknyamanan dan rasa tertekan juga merupakan kerugian emosional sebagai dampak dari serangan psikis dari pelaku kepada korban. Bentuk kekerasannya pun tidak harus selalu pukulan fisik, namun bisa juga melalui perkataan atau cara memperlakukan pasangan.
Mengumpat Pasangan Termasuk KDRT atau Bentuk Love Language?
Ilustrasi pasangan bertengkar/Foto: Pexels/Ketut Subiyanto
Apakah Mengumpat Pasangan Termasuk Love Language atau KDRT?
![]() Ilustrasi Kekerasan Verbal/Foto: Pixabay/Joshua Miranda |
Setelah mengetahui konsep love language atau bahasa cinta dan konsep KDRT, sudah bisakah kamu menentukan apakah mengumpat pasangan termasuk bahasa cinta ataukah KDRT?
Jawabannya, mengumpat tidak termasuk dalam bahasa cinta jenis apapun ya, Beauties. Mengumpat dituturkan melalui kata-kata. Namun, umpatan memiliki konotasi-konotasi negatif yang bukan merupakan pujian, bukan merupakan apresiasi, dan berpotensi merendahkan harga diri orang yang diajak bicara. Sedangkan bahasa cinta yang memakai media kata-kata hanyalah words of affirmation yang keseluruhannya mengandung afirmasi-afirmasi positif yang membuat pendengarnya merasa berharga.
Eits, jangan buru-buru merasa tersinggung untuk kamu yang suka melakukan ini dengan pasangan. Sah-sah saja untuk mengumpat dalam hubungan dan merasa bahwa umpatan menjadikan hubunganmu dengannya dekat, dengan satu syarat: adanya consent alias kedua pihak sama-sama senang melakukannya. Jika dalam lubuk hati terdalam kamu merasa nyaman dengan umpatan pasangan, maka jalanilah apa yang membuatmu bahagia. Namun, tetap harus diperhatikan, umpatan tersebut tidak boleh menyakiti kedua belah pihak.
Jika kamu merasa umpatan pasangan membuatmu tidak nyaman bahkan tertekan, kamu harus mengkomunikasikan itu dengan pasangan. Beri dia pengertian tentang hubungan sehat seperti apa yang kamu inginkan. Apabila pasangan tetap mengumpat dan psikismu semakin terganggu, ini tandanya sudah masuk ke ranah KDRT, lho, Beauties! Tanpa disadari, kamu telah menerima kekerasan verbal dan dirugikan secara emosional maupun mental.
Jangan pernah menganggap sikap pasangan yang bersikeras mengumpat adalah sesuatu yang harus dinormalisasi, ya! Segala jenis pemaksaan adalah tindakan kriminal. Kamu bisa membuat laporan dan mengangkat kasus ini sebagai delik aduan KDRT. Beritahu teman dan kerabatmu yang membutuhkan informasi ini. Jika kamu atau orang yang kamu kenal mengalami KDRT, segera hubungi hotline Kemenetrian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA) melalui layanan call center Sahabat Perempuan dan Anak (SAPA) 129 dan WhatsApp 08111 129 129.
***
Ingin jadi salah satu pembaca yang bisa ikutan beragam event seru di Beautynesia? Yuk, gabung ke komunitas pembaca Beautynesia, B-Nation. Caranya DAFTAR DI SINI!

Ilustrasi KDRT/Foto: Pexels/Karolina Grabowska
