Mahkamah Konstitusi (MK) membawa kabar terbaru terkait ganja medis. Keputusannya, MK menolak uji materi Narkotika terhadap UUD 1945 terkait penggunaan ganja medis untuk kesehatan.
Menurut MK, materi yang diuji adalah kewenangan DPR dan pemerintah.
"Mengadili. Menolak permohonan para pemohon untuk seluruhnya," kata Ketua MK Anwar Usman dalam sidang di gedung MK, seperti yang disiarkan di kanal YouTube MK, Rabu (20/7).
Lebih lanjut lagi, MK menilai tidak berwenang untuk mengadili materi yang dimohonkan, terkait apakah benar ganja bisa digunakan untuk alasan medis.
"Hal itu bagian dari open legal policy," lanjutnya.
Ganja Medis adalah Permohonan Ibu dari Penderita Celebral Palsy
Penggunaan ganja untuk kesehatan ini merupakan permohonan dari Dwi Pertiwi Santi Warastuti, dan Naflah Murhayati. Mereka adalah ibu dari penderita celebral palsy.
Dikutip dari CNN Indonesia, mereka meminta MK untuk mengubah Pasal 6 ayat (1) UU Narkotika agar memperbolehkan penggunaan narkotika golongan I untuk kepentingan medis. Lalu, mereka pun meminta MK untuk menyatakan Pasal 8 ayat (1) Inkonstitusional dimana pasal itu berisi larangan penggunaan golongan I untuk kepentingan kesehatan.
MK Jelaskan Alasan dan Akan Kaji Lebih Dalam!
Dari permohonan tersebut, dalam persidangan yang digelar pada Rabu (20/7), MK memberikan alasan mengapa permohonan ganja medis untuk kesehatan ini ditolaknya.
Seperti yang kita tahu, beberapa negara memang telah ada yang melegalkan ganja untuk alasan kesehatan. Namun, belum dengan Indonesia. MK menjelaskan jika ini tidak berbanding lurus dengan akibat besar yang akan ditimbulkan jika tidak ada kesiapan.
"Dalam perspektif ini, untuk negara Indonesia, walaupun diperoleh fakta hukum banyak orang yang menderita penyakit-penyakit tertentu dengan fenomena yang mungkin 'dapat' disembuhkan dengan pengobatan yang memanfaatkan jenis narkotika golongan tertentu, namun hal tersebut tidak berbanding lurus dengan akibat besar yang ditimbulkan, apabila tidak ada kesiapan. Khususnya terkait dengan struktur dan budaya hukum masyarakat, termasuk sarana dan prasarana yang dibutuhkan belum sepenuhnya tersedia," jelas Daniel Yusmic.
"Terlebih, berkenaan dengan pemanfaatan jenis Narkotika Golongan I termasuk dalam kategori narkotika dengan dampak ketergantungan yang sangat tinggi. Oleh karena itu, pemanfaatan Narkotika Golongan I di Indonesia harus diukur dari kesiapan unsur-unsur sebagaimana yang diuraikan tersebut di atas sekalipun terdapat kemungkinan keterdesakan untuk pemanfaatannya"
MK menjelaskan jika permohonan pemohon ini tidak bisa secara sederhana dilakukan. Terlebih, belum terdapat bukti pengkajiannya.
"Oleh karena itu, berdasarkan fakta-fakta hukum yang diperoleh dalam persidangan, telah ternyata keinginan para Pemohon untuk diperbolehkannya jenis Narkotika Golongan I untuk pelayanan kesehatan dan/atau terapi belum terdapat bukti telah dilakukan pengkajian dan penelitian bersifat komprehensif tersebut, maka keinginan para Pemohon sulit dipertimbangkan dan dibenarkan oleh Mahkamah untuk diterima alasan rasionalitasnya, baik secara medis, filosofis, sosiologis, maupun yuridis," lanjutnya.
Menimbang beberapa hal, akhirnya MK putuskan menolak dan akan kaji lebih dalam lagi terkait hal ini.
Wakil Presiden RI Sempat Angkat Bicara Soal Ganja Medis
Sebelumnya, saat ramai terkait permohonan ganja medis untuk kesehatan, Ma'ruf Amil selaku Wakil Presiden Republik Indonesia, sekaligus Ketua Dewan Pertimbangan Majelis Ulama Indonesia (MUI) sempat angkat bicara.
Ia meminta MUI untuk membuat fatwa terbaru terkait ganja medis ini.
"Masalah (ganja untuk) kesehatan itu, saya kira MUI harus segera buat fatwanya, fatwa baru," kata Ma'ruf Amin, Selasa (28/6), seperti yang dikutip dari CNN.
Terkait bagaimana kelanjutan lengkapnya, tunggu update selanjutnya ya, Beauties!
_______________
Ingin jadi salah satu pembaca yang bisa ikutan beragam event seru di Beautynesia? Yuk, gabung ke komunitas pembaca Beautynesia, B-Nation. Caranya DAFTAR DI SINI!