Ngeri, Iran Kembali Eksekusi Mati Pendemo Mahsa Amini di Depan Umum
Kematian Mahsa Amini, perempuan berusia 22 tahun yang ditangkap lalu tewas karena diduga melanggar aturan hijab setempat, telah memicu gerakan protes anti-pemerintah terbesar di Iran dalam lebih dari satu dekade. Pihak berwenang Iran diketahui melakukan tindakan keras dan brutal terhadap pengunjuk rasa, termasuk eksekusi mati para pendemo.
Iran dilaporkan kembali melakukan eksekusi mati seorang tahanan yang dihukum karena terlibat dalam protes kematian Mahsa Amini. Tahanan yang diketahui bernama Majidreza Rahnavard (23), dieksekusi mati dengan digantung di depan umum di Kota Mashhad pada Senin (12/12) pagi.
Rahnavard dieksekusi mati kurang dari sebulan setelah ia menjadi tahanan. Ia dijatuhi hukuman mati oleh pengadilan di kota Mashhad yang menjadi pusat protes. Ia dihukum atas tuduhan 'moharebeh' yang memiliki arti berperang melawan Tuhan. Ia juga diduga membunuh dua anggota pasukan paramiliter Basij dan melukai empat lainnya, sebagaimana dilaporkan The Guardian.
Protes kematian Mahsa Amini/ Foto: dia images via Getty Images/dia images |
Kantor berita pro-pemerintah Mizan menerbitkan kolase gambar Rahnavard digantung di derek logam, tangan dan kakinya diikat, tas hitam menutupi kepalanya. Anggota pasukan keamanan bertopeng berjaga di depan penghalang beton dan logam yang menahan massa pada Senin pagi.
Rahnavard tidak diizinkan memilih pengacaranya sendiri, menggugat bukti yang memberatkannya, atau meminta agar persidangan diadakan di depan umum.
Jaringan aktivis Iran 1500tasvir mengatakan ibu Rahnavard diizinkan mengunjunginya pada malam sebelum dia dihukum gantung. Namun kala itu, baik Rahvanard dan ibunya belum mengetahui bahwa pria berusia 23 tahun tersebut akan dihukum mati. Usai Rahnavard dieksekusi, keluarganya kemudian diberi nama pemakaman dan nomor plot. Ketika mereka muncul, agen keamanan sedang mengubur tubuh Rahnavard.
Sebuah stasiun TV di Iran menayangkan video di mana Rahnavard mengatakan di pengadilan bahwa dia membenci pasukan Basij setelah melihat mereka memukuli dan membunuh pengunjuk rasa dalam video yang diunggah di media sosial. Aktivis mengatakan dia dipaksa untuk mengaku di bawah siksaan.
Direktur kelompok Hak Asasi Manusia Iran yang berbasis di Oslo, Mahmood Amiry-Moghaddam, memperingatkan bahwa eksekusi mati yang dilakukan di publik terhadap seorang pemuda, segera setelah penangkapannya, menunjukkan "peningkatan tingkat kekerasan yang signifikan terhadap pengunjuk rasa".
"Rahnavard dijatuhi hukuman mati berdasarkan pengakuan yang dipaksakan, setelah proses yang sangat tidak adil dan persidangan pertunjukan," kata Amiry-Moghaddam, dilansir dari The Guardian. "Kejahatan ini harus ditanggapi dengan konsekuensi serius bagi republik Islam."
Seminggu Sebelumnya Seorang Pendemo Juga Dieksekusi Mati
Ngeri, Iran Kembali Eksekusi Mati Pendemo Mahsa Amini di Depan Umum/Foto: AFP via Getty Images/BRYAN R. SMITH
Rahnavard menjadi orang kedua yang dijatuhi hukuman mati di Iran terkait demo besar-besaran ini. Seminggu sebelumnya, Iran mengeksekusi Mohsen Shekari dengan tuduhan serupa.Â
Demonstran pria yang bernama Mohsen Shekari tersebut dituduh memblokir jalan di Teheran dan menyerang seorang personel keamanan dengan pisau, dilansir New York Times dari kantor berita Mizan. Shekari adalah salah satu dari 11 pengunjuk rasa yang sejauh ini telah dijatuhi hukuman mati. Ini menjadi pelaksanaan hukuman mati pertama di Teheran terkait unjuk rasa yang terus berlanjut selama nyaris tiga bulan terakhir.
Shekari ditangkap pada 25 September lalu, dan dijatuhi hukuman pada 20 November oleh Pengadilan Revolusi Iran, pengadilan khusus untuk kasus politik dan tahanan politik. Ia dihukum mati atas 'moharebeh', atau mengobarkan perang melawan Tuhan di bawah hukum syariat Islam yang berlaku di Iran.
Iran telah melakukan hukuman gantung publik di masa lalu, yang paling terkenal di tahun 1980-an selama pembersihan massal para pembangkang dan setelah pemilihan presiden 2009 yang disengketakan. Namun hal itu menjadi langka dalam beberapa tahun terakhir.
Protes kematian Mahsa Amini/ Foto: Getty Images/Sean Gallup |
Dilansir dari AFP, pakar hak asasi manusia PBB memperkirakan bahwa lebih dari 14 ribu orang telah ditangkap sejak unjuk rasa pertama kali meletus pada pertengahan September atas kematian Mahsa Amini. Selain itu, setidaknya 488 orang telah tewas sejak demonstrasi dimulai pada pertengahan September, menurut Aktivis Hak Asasi Manusia di Iran, sebuah kelompok yang memantau protes tersebut.
Tidak hanya soal eksekusi mati, kabar terbaru soal pasukan Iran dilaporkan menembak wajah, payudara, hingga alat kelamin para pendemo perempuan juga menuai kecaman dunia.Â
Seorang dokter dari provinsi Isfahan mengatakan dia yakin pihak berwenang menargetkan pria dan perempuan dengan cara yang berbeda. Sebab, mereka ingin "menghancurkan kecantikan perempuan tersebut".
"Saya merawat seorang perempuan berusia awal 20-an, yang tertembak di alat kelaminnya dengan dua pelet. Sepuluh pelet lainnya bersarang di paha bagian dalamnya. 10 pelet ini dengan mudah dikeluarkan, tetapi dua pelet itu merupakan tantangan, karena terjepit di antara uretra dan lubang vaginanya," kata dokter tersebut.
Protes kematian Mahsa Amini/ Foto: dia images via Getty Images/dia images |
"Ada risiko infeksi vagina yang serius, jadi saya memintanya untuk pergi ke dokter kandungan tepercaya. Dia mengatakan dia memprotes ketika sekelompok sekitar 10 agen keamanan berputar-putar dan menembaknya di alat kelamin dan pahanya," lanjutnya.
Seorang dokter dari Karaj, sebuah kota dekat Teheran, mengatakan, "pasukan keamanan menembak wajah dan bagian tubuh pribadi perempuan karena mereka memiliki rasa rendah diri. Dan mereka ingin menghilangkan kompleks seksual mereka dengan menyakiti anak-anak muda ini."
***
Ingin jadi salah satu pembaca yang bisa ikutan beragam event seru di Beautynesia? Yuk, gabung ke komunitas pembaca Beautynesia, B-Nation. Caranya DAFTAR DI SINI!
Protes kematian Mahsa Amini/ Foto: dia images via Getty Images/dia images
Protes kematian Mahsa Amini/ Foto: Getty Images/Sean Gallup
Protes kematian Mahsa Amini/ Foto: dia images via Getty Images/dia images