Pendiri Es Krim Ben & Jerry's Ditangkap Gara-Gara Dukung Gaza

Riswinanti Pawestri Permatasari | Beautynesia
Jumat, 16 May 2025 07:30 WIB
Konflik dengan Unilever
Unilever/Foto: Shutterstock

Ben Cohen, salah satu pendiri brand es krim legendaris Ben & Jerry’s, baru-baru ini jadi sorotan publik. Bukan karena peluncuran rasa baru atau kampanye iklan yang unik, tapi karena aksinya mengkritisi genosida Israel di Gaza. Melansir laman BBC, Cohen ditangkap bersama sejumlah orang lainnya di gedung Senat AS lantaran menyuarakan penolakannya terhadap bantuan militer untuk Israel di tengah krisis kemanusiaan di Gaza.

Aksi ini berkaitan dengan desakan gencatan senjata Israel-Gaza yang terus memanas. Namun ternyata, penangkapan ini bukan yang pertama kalinya bagi Cohen. Selama ini, dia memang dikenal vokal dalam isu-isu sosial dan politik, terutama yang berkaitan dengan keadilan dan kemanusiaan di jalur Gaza. Lebih lanjut, yuk, simak fakta-faktanya berikut ini.

Kronologi Penangkapan

Dilaporkan oleh BBC,penangkapan Ben Cohen terjadi pada Rabu (14/5/2025) lantaran menyela sidang yang digelar di Capitol Hill. Sidang sendiri dipimpin oleh Menteri Kesehatan dan Layanan Kemanusiaan Amerika Serikat Robert F. Kennedy Jr., di mana saat itu dia sedang menghadapi beberapa pertanyaan dari peserta sidang.

Dalam video yang diunggah akun Instagram @perfectunion, terlihat sejumlah aktivis menyuarakan kemarahan atas kebijakan pemerintah yang dianggap lebih memilih mendanai perang di Gaza daripada kebutuhan dasar masyarakat miskin di AS. Salah satu yang cukup vokal adalah Ben Cohen, yang tak ragu mengungkapkan protes dan menuntut gencatan senjata di jalur Gaza. Namun karena aksinya tersebut, dia diborgol dan digiring keluar ruangan oleh polisi.

"Kongres membunuh anak-anak miskin di Gaza dengan membeli bom, dan membayarnya dengan mencabut Medicaid dari anak-anak miskin di AS,” demikian pernyataan Cohen dalam sebuah video yang beredar tak lama setelah dia diamankan polisi.

Menurut pernyataan dari Polisi Capitol, melansir BBC, Cohen dikenai dakwaan pelanggaran ringan karena “mengerumuni, menghalangi, atau menimbulkan ketidaknyamanan” di lingkungan publik. Pasal ini biasa digunakan oleh polisi AS untuk mengamankan situasi terkait pembangkangan sipil di Washington, D.C.

Sementara itu, enam demonstran lainnya ditahan dengan dakwaan yang lebih berat, termasuk penyerangan terhadap petugas dan perlawanan saat ditangkap.

Sikap Vokal Ben Cohen Bela Palestina

Ben & Jerry's

Ilustrasi/Foto: Dok. Ben & Jerry's

Aksi terbaru Ben Cohen di Senat memperpanjang deretan sikap tegasnya terhadap serangan Israel di Palestina. Dalam beberapa bulan terakhir, Ben Cohen semakin vokal menentang agresi Israel di Gaza. Ia menyuarakan kemarahan terhadap pemboman warga sipil, mengkritik kebijakan luar negeri Amerika Serikat, dan mendorong adanya tekanan internasional terhadap Israel untuk mengakhiri serangan.

Ia dan rekannya, Jerry Greenfield, sudah lama dikenal bersuara lantang soal isu ini. Bahkan pada Juli 2021, melansir JNS, Ben & Jerry’s membuat keputusan kontroversial untuk tidak menjual es krim mereka di wilayah yang disebut sebagai “Occupied Palestinian Territory (OPT)”. Dalam diplomasi internasional, istilah ini biasanya merujuk pada Kawasan Tepi Barat, Gaza, dan Yerusalem Timur.

Keputusan tersebut sempat memicu pro dan kontra besar, baik dari pihak pro-Israel maupun dari dalam komunitas Yahudi sendiri. Dalam sebuah opini di New York Times yang ditulis oleh Cohen dan Greenfield pada 29 Juli 2021, keduanya menyebut diri mereka sebagai “proud Jews” yang tetap mendukung eksistensi Israel, namun menolak beberapa kebijakan pemerintahnya. Mereka menyatakan bahwa “mendukung Israel tidak berarti harus mendukung semua kebijakannya.”

Kebijakan ini juga memicu konflik hukum internal antara Ben & Jerry’s dengan Unilever, perusahaan induk mereka. Dewan direksi independen Ben & Jerry’s menyatakan bahwa langkah tersebut sesuai dengan nilai-nilai sosial dan keadilan yang sejak awal dianut brand ini. Tapi Unilever tak sepenuhnya setuju dan kemudian mengambil alih keputusan distribusi di Israel, yang pada akhirnya menggiring kedua belah pihak ke meja hijau.

Cohen dan Greenfield mengaku bukan anti-Yahudi, bukan pula anti-Israel. Tapi mereka percaya bahwa hak asasi manusia harus ditegakkan secara adil, termasuk bagi warga Palestina. Di mata mereka, sikap kritis terhadap kebijakan negara bukanlah bentuk pengkhianatan, melainkan upaya menjaga nilai-nilai kemanusiaan dan keadilan universal.

Konflik dengan Unilever

Unilever/Foto: Shutterstock

Aksi damai yang diikutinya tidak terlepas dari nilai-nilai yang dibawa oleh Ben & Jerry’s sejak didirikan tahun 1978, yakni memperjuangkan keadilan sosial. Namun, sikap politik Cohen dan perusahaan yang dulu ia bangun malah menjadi sumber ketegangan dengan perusahaan induk, Unilever.

Melansir ESG Dive, Ben & Jerry’s melayangkan gugatan hukum terhadap Unilever, yang mengakuisisi mereka pada tahun 2000. Gugatan itu menyebut bahwa Unilever mencoba membungkam dewan direksi Ben & Jerry’s karena menyuarakan dukungan untuk Palestina. Unilever bahkan disebut-sebut mengancam membubarkan dewan independen serta menolak pilihan donasi Ben & Jerry’s ke organisasi pro-Palestina seperti Jewish Voice for Peace.

Padahal dalam perjanjian akuisisi, Ben & Jerry’s diberi keleluasaan untuk mempertahankan misi sosialnya. Dalam gugatan tersebut, disebutkan bahwa Unilever telah melanggar ketentuan perjanjian tahun 2022, termasuk upaya membungkam pernyataan Ben & Jerry’s terkait hak pengungsi, seruan gencatan senjata, hingga dukungan terhadap mahasiswa protes Gaza di kampus AS.

Apa yang dilakukan Ben Cohen bukan sekadar aksi personal. Ini adalah representasi dari semangat sosial yang sejak awal menjadi basis Ben & Jerry’s. Meskipun ia tidak lagi menjalankan operasional perusahaan sehari-hari, Cohen tetap membawa idealisme yang sama bahwa brand bukan hanya soal bisnis, tapi juga tentang keberpihakan pada nilai kemanusiaan.

Sikap Unilever yang dinilai terlalu berhati-hati terhadap reaksi publik, khususnya kekhawatiran terhadap tuduhan antisemitisme, telah membuat hubungan keduanya memanas. Namun Cohen dan timnya tetap konsisten. Bahkan dalam gugatannya, mereka menekankan bahwa mendukung rakyat Palestina bukanlah bentuk kebencian terhadap Yahudi, melainkan bagian dari perjuangan keadilan global.

***

Ingin jadi salah satu pembaca yang bisa ikutan beragam event seru di Beautynesia? Yuk, gabung ke komunitas pembaca Beautynesia, B-Nation. Caranya DAFTAR DI SINI!

(naq/naq)
Komentar
0 Komentar TULIS KOMENTAR
Belum ada komentar.
Jadilah yang pertama memberikan komentar.

RELATED ARTICLE