Revisi UU TNI Akan Disahkan Jadi UU, #TolakRUUTNI Kian Menggema hingga Muncul Petisi
Polemik Revisi Undang-undang nomor 34 Tahun 2024 tentang Tentara Nasional Indonesia (RUU TNI) masih menjadi perbincangan hangat hingga hari ini. Kabar terbaru, RUU TNI akan disahkan menjadi undang-undang dalam rapat paripurna terdekat, yaitu Kamis (20/3).
Keputusan ini menuai reaksi keras penolakan dari masyarakat, salah satunya menggema melalui media sosial dengan tagar #TolakRUUTNI. Netizen menilai agenda RUU TNI tidak memiliki urgensi transformasi TNI ke arah yang profesional. Selain itu, netizen menilai ada banyak pasal-pasal yang dipertanyakan di dalam revisi UU TNI, salah satunya yang paling menjadi sorotan adalah terkait dwifungsi ABRI. Bahkan, kini muncul petisi untuk menolak kembalinya dwifungsi ABRI melalui RUU TNI.
Lantas, apa saja perubahan pasal yang terdapat di RUU TNI? Apa saja kekhawatiran yang berusaha disampaikan oleh netizen di media sosial? Simak ulasannya berikut ini.
3 Perubahan Pasal di RUU TNI
Wakil Ketua DPR RI Sufmi Dasco Ahmad bersama Komisi I DPR menggelar konferensi pers tentang revisi UU TNI, Senin (17/3/2025)/Foto: Adrial Akbar/detikcom
Wakil Ketua DPR RI Sufmi Dasco Ahmad mengatakan panitia kerja (Panja) Komisi I hanya membahas 3 perubahan pasal dalam RUU TNI. Perubahan tersebut berkaitan dengan kedudukan Kementerian Pertahanan, lingkup baru tempat TNI boleh tetap aktif, dan soal usia prajurit.
"Jadi dalam revisi Undang-Undang TNI itu hanya ada 3 pasal, yaitu pasal 3, pasal 53, dan pasal 47," kata Dasco dalam konferensi pers di Kompleks Parlemen, Senin (17/3), dilansir dari CNN Indonesia.
Di RUU TNI terbaru, terdapat tambahan ayat (2) di Pasal 3 UU TNI, yang berbunyi, "Kebijakan dan strategi pertahanan serta dukungan administrasi yang berkaitan dengan aspek perencanaan strategis TNI berada di dalam koordinasi Kementerian Pertahanan."
Sementara itu di Pasal 53, ada perubahan terkait batas usia pensiun TNI.Â
"Ada kenaikan batas usia pensiun yaitu bervariatif antara 55 tahun sampai dengan 62 tahun," ujar Dasco.
Berdasarkan ayat (2) Pasal 53, batas usia pensiun prajurit, yaitu maksimal untuk golongan tantama dan bintara adalah 55 tahun; perwira sampai pangkat kolonel maksimal 58 tahun; perwira tinggi bintang 1 maksimal 60 tahun; perwira tinggi bintang 2 maksimal 61 tahun; dan perwira tinggi bintang 3 maksimal 62 tahun.
Terakhir, perubahan terdapat di Pasal 47 soal penempatan TNI di instansi sipil. Ada 14 lembaga atau kementrian yang bisa ditempati prajurit aktif. Dari total 14 lembaga, sembilan di antaranya telah diatur dalam UU TNI sebelum direvisi. Sedangkan, lima sisanya merupakan usul tambahan.
Berikut daftar 14 kementerian/lembaga yang disepakati dapat diisi tentara aktif (Pasal 47) dalam RUU TNI hasil pleno Selasa (18/3):
1. Kementerian Koordinator Bidang Politik dan Keamanan
2. Kementerian Pertahanan, termasuk Dewan Pertahanan Nasional
3. Kesekretariatan negara yang menangani urusan kesekretariatan presiden dan kesekretariatan militer presiden
4. Badan Intelijen Negara
5. Badan Siber dan/atau Sandi Negara
6. Lembaga Ketahanan Nasional
7. Badan Search And Rescue (SAR) Nasional
8. Badan Narkotika Nasional
9. Mahkamah Agung
5 Lembaga/Kementrian tambahan:
10. Badan Nasional Pengelola Perbatasan (BNPP)
11. Badan Penanggulangan Bencana
12. Badan Penanggulangan Terorisme
13. Badan Keamanan Laut
14. Kejaksaan Republik Indonesia (Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Militer)
Kekhawatiran Masyarakat soal RUU TNI
Ilustrasi/Foto: Grandyos Zafna/detikcom
Kabar RUU TNI akan disahkan menjadi undang-undang dalam waktu dekat menuai penolakan keras dari netizen di media sosial. Tagar #TolakRUUTNI menggema, narasi "Peringatan Darurat" kembali mencuat.
Salah satu pergerakan menolak pengesahan RUU TNI diinisiasi oleh akun X @barengwarga. Melalui cuitannya, akun tersebut menjabarkan poin-poin yang menjadi kekhawatiran dari RUU TNI ini.
"🚨 PANGGILAN DARURAT! 🚨 📢 RUU TNI Diam-Diam Mau Disahkan! DPR berencana membawa RUU TNI ke rapat paripurna pada 20 Maret 2025, tinggal 2 hari lagi!" tulis akun @barengwarga pada Selasa, (18/3).
"Jika ini lolos, kita akan menghadapi: Kembalinya Dwi Fungsi ABRI – Militer bakal masuk lagi ke jabatan sipil & BUMN, Ancaman Demokrasi & HAM – Ruang gerak masyarakat sipil makin dipersempit, Impunitas Militer – Pelanggaran HAM oleh TNI makin sulit diadili, Saingan Kerja Bertambah! – Perwira TNI bisa masuk ke sektor sipil & rebut lapangan kerja anak muda," tambahnya.
Tak sedikit organisasi dan gabungan organisasi yang menolak pengesahan RUU TNI, salah satunya Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI). Organisasi ini memandang usulan revisi UU TNI bertentangan dengan agenda reformasi TNI yang semestinya mendukung TNI menjadi tentara profesional sebagai alat pertahanan negara sebagaimana amanat konstitusi dan demokrasi.
Wakil Ketua Bidang Advokasi YLBHI Arif Maulana mengatakan DPR dan presiden melalui usulan revisinya justru akan menarik kembali TNI ke dalam peran sosial politik, bahkan ekonomi-bisnis yang di masa Orde Baru terbukti tidak sejalan dengan prinsip dasar negara hukum dan supremasi sipil serta merusak sendi-sendi kehidupan demokrasi.
"Selain itu, revisi UU TNI justru akan mengancam independensi peradilan dan memperkuat impunitas atau kekebalan hukum anggota TNI," ujar Arif kepada CNN Indonesia, Senin (17/3).
Jika hal itu dibiarkan, Arif mengkhawatirkan masa depan demokrasi menjadi suram dan berpotensi meningkatkan eskalasi pelanggaran berat HAM di masa depan.
Lembaga kajian independen Institute for Criminal Justice Reform (ICJR) juga menolak RUU TNI. Melalui akun Instagramnya, ICJR menyebut RUU TNI yang sedang dibahas DPR membuka jalan bagi militer untuk kembali masuk ke ranah sipil.Â
"RUU TNI yang sedang dibahas DPR membuka jalan bagi militer untuk kembali masuk ke ranah sipil. Jika disahkan, aturan ini akan memberi prajurit aktif wewenang untuk menduduki jabatan di kementerian, lembaga negara, hingga terlibat dalam penegakan hukum dan menangani kasus narkotika," tulis akun @icjr, Selasa (18/3).
"Padahal, reformasi 1998 sudah menegaskan: militer harus kembali ke barak, bukan mengambil alih peran sipil! Jangan biarkan aturan ini melemahkan hak asasi manusia dan mengancam prinsip negara hukum. Saatnya bersuara, jaga #SupremasiSipil! @dpr_ri #TolakRUUTNI #KembalikanTNIKeBarak," lanjutnya.
Muncul Petisi Tolak Dwifungsi Militer Melalui RUU TNI
Muncul Petisi Tolak Dwifungsi Militer Melalui RUU TNI/Foto: Tangkapan Layar
Bentuk respon penolakan dari RUU TNI yang akan disahkan dalam waktu dekat, muncul sebuah petisi bertajuk "Tolak Kembalinya Dwifungsi melalui Revisi UU TNI". Petisi tersebut dibuat oleh Imparsial Indonesia, lembaga yang berfokus pada pengawasan dan penyelidikan pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) di Indonesia.
Berdasarkan narasi dari petisi tersebut, RUU TNI dinilai memuat pasal-pasal yang akan mengembalikan militerisme (Dwifungsi TNI) di Indonesia.Â
"Kami menilai agenda revisi UU TNI tidak memiliki urgensi transformasi TNI ke arah yang profesional. Justru akan melemahkan profesionalisme militer. Sebagai alat pertahanan negara, TNI dilatih, dididik dan disiapkan untuk perang, bukan untuk fungsi non-pertahanan seperti duduk di jabatan-jabatan sipil," bunyi petisi tersebut.
"Kami menilai RUU TNI akan mengembalikan Dwifungsi TNI, yaitu militer aktif menduduki jabatan-jabatan sipil. Perluasan penempatan TNI aktif itu tidak sesuai dengan prinsip profesionalisme TNI dan berisiko memunculkan masalah, seperti eksklusi warga sipil dari jabatan sipil, menguatkan dominasi militer di ranah sipil dan memicu terjadinya kebijakan maupun loyalitas ganda. Selain itu, merebut jabatan sipil dan memarginalkan ASN dan Perempuan dalam akses posisi-posisi strategis," ungkapnya.
"Kami menuntut berbagai pelanggaran terhadap UU TNI selama ini di evaluasi dan dtertibkan. Kami mendesak agar anggota TNi aktif yang menduduki jabatan sipil diluar yang sudah diatur dalam Pasal 47 ayat 2 UU TNI agar segera mengundurkan diri (pensiun dini)," tulis petisi itu.
Di akhir petisi, mereka menolak RUU TNI maupun DIM RUU TNI yang disampaikan pemerintah ke DPR karena mengandung pasal-pasal bermasalah dan berpotensi mengembalikan dwifungsi TNI dan militerisme di Indonesia. Alih-alih fokus pada RUU TNI, petisi itu mendesak pemerintah dan DPR untuk modernisasi alutsista hingga mewujudkan profesionaliesma TNI sebagai alat pertahanan negara.
"Kami justru mendesak Pemerintah dan DPR untuk modernisasi alutsista, memastikan TNI adaptif terhadap ancaman eksternal, meningkatkan kesejahteraan prajurit TNI dan memperhatikan keseimbangan gender dalam organisasi TNI yang mencakup peningkatan representasi perempuan dalam berbagai posisi strategis, penghapusan hambatan struktural dalam karier militer, serta jaminan lingkungan kerja yang aman dan bebas dari diskriminasi demi mewujudkan profesionalisme TNI kita sebagai alat pertahanan negara," tutupnya.
Berdasarkan pantauan Beautynesia pada Rabu (19/3) pukul 10.19 WIB, petisi ini sudah mengumpulkan 21.764 tanda tangan dari target 25.000 tanda tangan. Kamu bisa melihat tuntutan lengkap terkait penolakan RUU TNI dari petisi Imparsial Indonesia di sini.
Tak hanya menggema di daring, aksi #TolakRUUTNI juga dihadirkan dalam bentuk unjuk rasa. Badan Eksekutif Mahasiswa Seluruh Indonesia (BEM SI) Kerakyatan bersama masyarakat sipil tengah bersiap untuk melakukan demonstrasi menolak RUU TNI yang akan disahkan oleh DPR. Dilansir dari CNN Indonesia, Koordinator Pusat BEM SI Kerakyatan Satria Naufal mengatakan koalisi sipil tengah menentukan lokasi hingga tuntutan massa aksi kepada pemerintah.
Selain itu, Mahasiswa Universitas Trisakti juga akan melakukan unjuk rasa menolak revisi UU TNI di Gerbang Pancasila DPR RI, Jakarta, hari ini, Rabu (19/3) pukul 10.00 WIB.
***
Ingin jadi salah satu pembaca yang bisa ikutan beragam event seru di Beautynesia? Yuk, gabung ke komunitas pembaca Beautynesia, B-Nation. Caranya DAFTAR DI SINI!