Ribuan Warga Korea Selatan Dilaporkan Meninggal Dunia Karena Kesepian, Simak Fakta-faktanya

Sierra Ayuningtyas Muktisari | Beautynesia
Rabu, 06 Nov 2024 19:30 WIB
Fenomena Godoksa di Korea Selatan
Ilustrasi kesepian/ Foto: pexels/Pixabay

Beauties, sebuah fenomena terjadi di  Korea Selatan  hingga menyebabkan ribuan warganya meninggal dunia.

Fenomena ini disebut sebagai 'fenomena kesepian', di mana setiap tahun ribuan warga Korea Selatan meninggal dengan tenang dan sendirian, terpisah dari keluarga dan teman-teman mereka. Hal tersebut kebanyakan terjadi pada pria paruh baya, Beauties.

Karena mereka meninggal sendirian, terkadang diperlukan waktu berhari-hari atau bahkan berminggu-minggu sebelum jenazah mereka ditemukan seperti melansir dari CNN World. Simak lebih detail berikut ini.

Fenomena Godoksa di Korea Selatan

Ciri-ciri kesepian berikut ini penting diketahui demi menjaga kesehatan mental/Foto: pexels/Pixabay

Ilustrasi kesepian/ Foto: pexels/Pixabay

Fenomena orang-orang di Korea Selatan yang kebanyakan terjadi pada pria paruh baya di mana mereka meninggal sendirian kerap disebut sebagai godoksa. Kata tersebut berarti ‘lonely deaths’ atau ‘mati kesepian’.

Melansir dari CNN World, hal ini merupakan bagian dari masalah kesepian yang lebih besar di seluruh negeri, sebuah masalah yang sangat mendesak sehingga pemerintah berupaya sekuat tenaga untuk melawannya.

Melansir dari  CNBC,  ada peningkatan jumlah kematian karena kesepian di Korea Selatan. Pada 2023 jumlahnya mencapai 3.661 kasus, naik dari 3.559 kasus pada 2022 dan 3.378 kasus pada 2021, menurut angka terbaru Kementerian Kesehatan dan Kesejahteraan.

Lebih dari 84% kematian karena kesepian yang tercatat tahun lalu adalah laki-laki. Jumlahnya lebih dari lima kali lipat jumlah kematian perempuan, menurut kementerian. Pria berusia 50-an dan 60-an mendominasi angka mati kesepian. Karena itu, pria paruh baya sangat rentan terhadap risiko meninggal sendirian.

Di Seoul, pemerintah kota mengumumkan bahwa mereka akan mengeluarkan 451,3 miliar Won selama lima tahun ke depan untuk menciptakan kota di mana tidak ada satu pun penduduknya yang kesepian, Beauties.

Selain itu, pemerintah juga memberlakukan inisiatif baru seperti menyediakan konselor kesepian di hotline 24/7, platform online untuk konseling, hingga konsultasi langsung.

Walikota Seoul Oh Se Hoon dalam siaran persnya menyatakan, “Kesepian bukan hanya masalah individu, namun tugas yang harus diselesaikan bersama-sama masyarakat.”

Di sisi lain, An Soo Jung, seorang profesor psikologi di Universitas Myongji menyatakan, “Kesepian adalah masalah sosial yang signifikan saat ini, jadi upaya atau kebijakan untuk mengatasinya mutlak diperlukan.”

Menurutnya, perlu ada pertimbangan yang cermat mengenai seberapa efektif langkah-langkah ini akan dilaksanakan.

Hal yang Memicu Orang-orang Kesepian di Korea Selatan

Beberapa negara kesepian punya sistem kesejahteraan baik/Foto: Pexels/Damla Karaağaçlı

Ilustrasi kesepian/ Foto: Pexels/Damla Karaağaçlı

Menurut profesor An Soo Jung, ada hal yang menyebabkan masyarakat Korea Selatan merasa kesepian, Beauties.

Dalam budaya lain, kesepian dipandang sebagai perasaan yang terjadi ketika hubungan tidak memuaskan. Di Korea, orang-orang mengatakan mereka merasa sangat kesepian ketika mereka merasa tidak cukup berharga atau tidak mempunyai tujuan.

Sentimen serupa juga dibicarakan oleh para ahli lainnya, di mana banyak generasi Milenial dan Gen Z Korea yang sensitif terhadap kritik namun terlalu kritis terhadap diri sendiri dan takut gagal.

Melansir dari CNN World, sebuah penelitian yang dilakukan pada bulan Juni tahun ini menemukan bahwa epidemi kesepian mencerminkan nuansa budaya Korea yang menekankan orientasi relasional atau orang-orang yang mendefinisikan dirinya dalam hubungannya dengan orang lain di sekitar mereka.

Akibatnya, masyarakat Korea Selatan mungkin merasa sangat kesepian atau gagal jika mereka merasa tidak memberikan dampak signifikan terhadap orang lain atau masyarakat.

Masyarakat Korea mungkin memiliki kehidupan sosial yang berkembang dan hubungan yang dekat dengan orang lain, namun mereka mungkin masih merasa kesepian ketika mereka membandingkan diri mereka dengan orang lain dan mempertanyakan apakah mereka berguna, cukup memberikan kontribusi kepada masyarakat atau tertinggal.

Kemudian, studi ini juga mengidentifikasi faktor-faktor lain seperti peningkatan jumlah rumah tangga yang hanya dihuni satu orang, menurunnya interaksi sosial di luar pekerjaan dan keluarga, dominasi media sosial dan bagaimana media sosial menumbuhkan perasaan tidak mampu, serta budaya kompetitif dan berorientasi pada prestasi di Korea Selatan, yang mendorong perasaan kesepian di antara mereka yang gagal mencapai tujuan mereka sendiri.

Fenomena Masyarakat Korea yang Kesepian hingga Memelihara Batu sebagai Teman

Ilustrasi batu

Ilustrasi batu/ Foto: pexels.com/Kássia Melo

Korea Selatan  sendiri dikenal sebagai salah satu negara dengan penduduk paling banyak bekerja di dunia. Bahkan, para anak-anak muda di Korea Selatan kerap merasa kesepian dan burnout karena hal tersebut, Beauties.

Untuk mengatasinya, terdapat sebuah fenomena unik dan tak lazim, yakni warga Korea Selatan yang memelihara batu sebagai ‘teman’. Hal tersebut dianggap sebagai sarana untuk meringankan rasa kelelahan dan kesepian yang lazim terjadi di masyarakat Korea Selatan.

Melansir dari Dazed dan The Wall Street Journal, seorang perempuan asal Korea Selatan berusia 33 tahun mengungkap alasan dirinya memelihara batu setelah dirinya bekerja di Seoul.

Ia tidak ingin teman-teman atau keluarganya khawatir tentang kesehatan mentalnya yang memburuk dan merasa memelihara hewan peliharaan akan menjadi tanggung jawab yang terlalu besar baginya. Sebagai gantinya, ia memilih memelihara sebuah batu.

Upaya Pemerintah dalam Mengatasi Masyarakat Korea yang Kesepian

Gaya hidup orang Korea yang bikin umur panjang

Ilustrasi orang Korea/ Foto: kdramastars.com

Selain menyediakan konselor kesepian di hotline 24/7, platform online untuk konseling, hingga konsultasi langsung, pemerintah di Seoul juga berencana untuk memperkenalkan layanan psikologis yang diperluas dan ruang hijau, rencana makan bergizi untuk penduduk paruh baya dan lanjut usia, hingga sistem pencarian khusus untuk mengidentifikasi warga terpencil yang membutuhkan bantuan.

Selain itu, mereka juga mengupayakan aktivitas yang mendorong orang untuk beraktivitas di luar ruangan dan berhubungan dengan orang lain, seperti berkebun, olahraga, klub buku, dan masih banyak lagi.

---

Ingin jadi salah satu pembaca yang bisa ikutan beragam event seru di Beautynesia? Yuk gabung ke komunitas pembaca Beautynesia B-Nation. Caranya DAFTAR DI SINI!

(sim/sim)
Komentar
0 Komentar TULIS KOMENTAR
Belum ada komentar.
Jadilah yang pertama memberikan komentar.

RELATED ARTICLE