Sama-Sama Bahaya, Ini 5 Perbedaan antara Deflasi dan Inflasi yang Wajib Kamu Tahu

Dewi Maharani Astutik | Beautynesia
Selasa, 15 Oct 2024 14:30 WIB
Sama-Sama Bahaya, Ini 5 Perbedaan antara Deflasi dan Inflasi yang Wajib Kamu Tahu
Sama-Sama Bahaya, Ini 5 Perbedaan antara Deflasi dan Inflasi yang Wajib Kamu Tahu/Foto: Denny Pratama/detikcom

Hampir seluruh negara di dunia ini pernah mengalami pahitnya fenomena deflasi. Pada tahun 2015, Siprus mengalami deflasi, dengan harga barang dan jasa turun sebesar 3,4 persen; Rumania menyusul pada tahun 2016 dengan deflasi yang lebih tinggi, mencapai 3,6 persen; kemudian Indonesia juga mengalami deflasi, namun lebih kecil, yaitu 0,27 persen pada September 2019.

Indonesia kini mengalami deflasi lima bulan beruntun sejak Mei 2024. Dilansir dari CNN Indonesia, sejumlah pihak melihatnya sebagai alarm bahaya menurunnya daya beli masyarakat. Namun, pemerintah mengklaim ini merupakan keberhasilan negara menjaga harga.

Meskipun kelihatan seperti fenomena yang 'baik', nyatanya deflasi pun sama bahayanya dengan inflasi. Untuk memahami lebih jauh mengenai perbedaan antara deflasi dan inflasi, berikut ulasannya dilansir dari Investopedia!

Definisi

Ilustrasi/Foto: Freepik.com/cookie_studio
Ilustrasi/Foto: Freepik.com/cookie_studio

Bayangkan ekonomi seperti sebuah mobil dengan inflasi sebagai pedal gas dan deflasi sebagai remnya. Inflasi, seperti menginjak pedal gas, bisa membuat ekonomi melaju lebih cepat. Meskipun harga barang dan jasa meningkat (inflasi), pendapatan masyarakat juga meningkat, sehingga mereka masih mampu membeli barang dan jasa yang mereka inginkan.

Sementara itu, deflasi ibarat menginjak rem. Harga barang dan jasa turun, tetapi orang juga punya uang lebih sedikit untuk belanja. Kenaikan dan penurunan harga adalah kondisi normal, tetapi jika angkanya terlalu tinggi dan menyebabkan inflasi dan deflasi maka yang terjadi adalah mobil menjadi oleng atau berhenti mendadak.

Penyebab

Ilustrasi/Foto: Freepik.com/drobotdean

Inflasi dan deflasi disebabkan oleh faktor-faktor yang berbeda. Inflasi terjadi ketika harga barang dan jasa meningkat karena permintaan yang tinggi melebihi pasokan yang tersedia. Sebaliknya, deflasi muncul ketika terdapat kelebihan pasokan di pasar atau ketika ada penurunan dalam jumlah uang yang beredar, yang menyebabkan harga barang dan jasa turun.

Penyebab lain dari inflasi termasuk biaya produksi yang meningkat, seperti kenaikan upah dan harga bahan baku, yang dapat mendorong produsen untuk menaikkan harga. Sementara itu, deflasi seringkali berhubungan dengan krisis ekonomi, di mana konsumen dan bisnis cenderung menahan pengeluaran mereka, menyebabkan penurunan permintaan yang signifikan.

Dampak terhadap Perekonomian

Ilustrasi/Foto: Freepik.com/jcomp

Dampak inflasi terhadap perekonomian bisa positif maupun negatif. Dalam kondisi inflasi moderat, konsumen cenderung meningkatkan pengeluaran karena mereka merasa perlu membeli barang dan jasa sebelum harganya naik lebih tinggi. Sayangnya, inflasi yang tinggi dapat menggerogoti nilai uang masyarakat, sehingga mereka harus mengeluarkan lebih banyak uang untuk membeli barang dan jasa yang sama. Hal ini dapat menyebabkan ketidakpastian ekonomi dan mengurangi minat investasi.

Sebaliknya, deflasi sering kali memiliki dampak yang lebih merugikan bagi perekonomian. Penurunan harga dapat menyebabkan konsumen menunda pembelian, berpikir bahwa harga akan turun lebih lanjut, yang dapat mengurangi permintaan dan mendorong perusahaan untuk mengurangi produksi dan mem-PHK karyawan. Akibatnya, deflasi dapat memperburuk resesi ekonomi, menciptakan efek domino yang sulit dihentikan.

Ketersediaan Kredit

Ilustrasi/Foto: Freepik.com/drobotdean

Saat inflasi terjadi, ketersediaan kredit cenderung meningkat. Bank dan lembaga keuangan biasanya lebih bersedia memberikan pinjaman karena mereka percaya bahwa inflasi akan meningkatkan nilai uang di masa depan. Hal ini mendorong masyarakat dan bisnis untuk meminjam lebih banyak uang untuk berinvestasi dan mengkonsumsi, yang pada gilirannya dapat memperkuat pertumbuhan ekonomi.

Sebaliknya, saat deflasi melanda, ketersediaan kredit sering kali berkurang. Bank menjadi lebih berhati-hati dalam memberikan pinjaman karena penurunan harga dapat menurunkan pendapatan dan laba perusahaan. Ketidakpastian ekonomi ini membuat banyak debitur ragu untuk meminjam uang, yang dapat memperlambat pertumbuhan ekonomi dan memperparah kondisi deflasi itu sendiri.

Pengelolaan oleh Bank Sentral

Ilustrasi/Foto: Freepik.com

Bank sentral memiliki pendekatan yang berbeda dalam mengelola inflasi dan deflasi. Ketika inflasi terjadi, bank sentral biasanya meningkatkan suku bunga untuk mengurangi jumlah uang yang beredar, sehingga menekan permintaan dan menstabilkan harga. Dengan cara ini, bank sentral berusaha mencegah inflasi yang lebih lanjut dan menjaga daya beli masyarakat.

Sebaliknya, dalam situasi deflasi, bank sentral biasanya menurunkan suku bunga untuk mendorong aktivitas kredit dan belanja. Tujuan utama dari kebijakan ini adalah untuk meningkatkan permintaan dan mengurangi surplus barang, sehingga mendorong pertumbuhan ekonomi. Melalui penyesuaian suku bunga, bank sentral berusaha menciptakan iklim ekonomi yang kondusif dan mendorong pertumbuhan ekonomi yang sehat.

Penjelasan pada poin keempat dan terakhir mungkin terasa kontradiktif, oleh karena itu garis bawahi bahwa penyedia kredit yang dimaksud pada poin keempat lebih merujuk pada bank komersial, sedangkan poin kelima merujuk pada bank sentral.

Peran kedua lembaga tersebut berbeda karena bank komersial biasanya hanya fokus untuk meraih keuntungan, sedangkan bank sentral lebih bertanggung jawab untuk mengendalikan kebijakan moneter, mengendalikan inflasi dan deflasi, serta memastikan perekonomian tetap stabil.

***

Ingin jadi salah satu pembaca yang bisa ikutan beragam event seru di Beautynesia? Yuk, gabung ke komunitas pembaca Beautynesia, B-Nation. Caranya DAFTAR DI SINI!

(naq/naq)
Komentar
0 Komentar TULIS KOMENTAR
Belum ada komentar.
Jadilah yang pertama memberikan komentar.