Serangan Israel ke Utara Gaza, Melibatkan Strategi "Menyerah atau Kelaparan" yang Menggusur Ribuan Orang
Pada Sabtu (12/10) pagi, militer Israel memberikan peringatan kepada warga di daerah ‘D5’ di utara Gaza melalui media sosial. Mereka diminta untuk segera pindah ke selatan. Wilayah tersebut, yang dibagi menjadi beberapa blok berdasarkan peta IDF, dinyatakan sebagai “zona pertempuran berbahaya”.
Peta yang disertakan menunjukkan panah kuning besar yang mengarah ke selatan sepanjang Jalan Salah al-Din. Peringatan tersebut tidak menyebutkan kapan atau apakah warga dapat kembali ke rumah mereka. IDF menegaskan bahwa operasi militer akan terus berlanjut “dengan kekuatan besar” dan “untuk waktu yang lama”.
Rencana Jenderal
![]() Ilustrasi/Foto: AFP via Getty Images |
Rencana untuk menaklukkan Hamas yang diajukan oleh beberapa mantan jenderal Israel itu disebut sebagai “Generals’ Plan”. Rencana ini bertujuan untuk memaksa penduduk Gaza menyerah dengan meningkatkan tekanan pada warga sipil.
Rencana ini mencakup perintah bagi warga untuk meninggalkan bagian utara Gaza dalam waktu tertentu. Setelah itu, wilayah tersebut akan dijadikan zona militer yang diisolasi dari pasokan.
Para pendukung rencana ini percaya bahwa dengan mengisolasi Gaza dan membatasi pasokan, Hamas akan terpaksa menyerah. Mereka menganggap penutupan akses ini sah berdasarkan hukum internasional.
Pernyataan dari Pemimpin Israel
Ilustrasi/Foto: AFP via Getty Images/AHMAD GHARABLI
Para pemimpin Israel, termasuk Perdana Menteri Netanyahu, telah menyatakan bahwa mereka akan menggunakan kekuatan militer untuk melawan Hamas. Netanyahu mengatakan dalam pertemuan tertutup bahwa rencana militer ini akan segera diterapkan.
Mereka percaya bahwa tindakan militer adalah cara terbaik untuk mengatasi situasi di Gaza, meskipun hal ini dapat membahayakan warga sipil. Mereka berharap bahwa dengan meningkatkan tekanan militer, Hamas akan menyerah.
Rencana Evakuasi
Ilustrasi/Foto: AFP via Getty Images/MOHAMMED ABED
Seperti yang telah disebutkan sebelumnya, pihak militer Israel meminta warga di utara Gaza untuk pindah ke tempat yang lebih aman. Mereka diberi batasan waktu untuk pergi dan harus menggunakan jalur yang ditentukan oleh Israel. Setelah waktu habis, wilayah tersebut akan menjadi zona militer dan siapa pun yang masih tinggal akan dianggap sebagai musuh.
Namun, banyak warga yang khawatir tentang keselamatan mereka karena tempat yang dikatakan aman juga sudah diserang. Banyak warga yang merasa tidak punya pilihan lain dan terjebak dalam situasi yang berbahaya.
Zona Aman yang Ditentukan
Ilustrasi/Foto: AFP via Getty Images/HAZEM BADER
Daerah yang disebut “aman” di Gaza sendiri adalah al-Mawasi, sebuah wilayah pertanian dekat Rafah, yang telah dibom beberapa kali. Serangan udara Israel tidak berhenti di daerah ini meskipun disebut sebagai zona kemanusiaan.
Ketika warga sipil lari ke selatan, mereka menyadari bahwa tidak ada tempat yang benar-benar aman di Gaza. Sementara itu, Hamas meminta warga untuk tetap tinggal dengan alasan bahwa selatan tidak lebih aman dan mereka mungkin tidak akan pernah diizinkan kembali ke utara Gaza.
Dampak Kemanusiaan
Ilustrasi/Foto: AFP via Getty Images
Dampak kemanusiaan dari genosida yang dilakukan Israel sangat parah, dengan lebih dari 41 ribu orang—sebagian besar adalah perempuan dan anak-anak—dilaporkan tewas. Infrastruktur kesehatan di Gaza hancur dan ancaman kelaparan massal makin nyata akibat penyegelan akses ke makanan dan air bersih.
Situasi ini menciptakan krisis kemanusiaan yang mendalam, di mana banyak warga Palestina hidup dalam ketakutan dan penderitaan. Dengan kondisi yang makin sulit ini, banyak yang merasa bahwa mereka tidak akan mampu bertahan lebih lama lagi.
Reaksi Internasional
Ilustrasi/Foto: bbc.com
Beberapa negara dan organisasi internasional meminta agar Israel tidak diberikan senjata lagi. Hal ini menunjukkan bahwa mereka berharap Israel menghentikan kekerasan dan serangan terhadap warga Palestina.
Presiden Prancis Emmanuel Macron adalah salah satu pemimpin dunia yang mendukung ide ini. Ia percaya bahwa embargo senjata adalah langkah penting untuk menyelesaikan masalah. Namun, tidak semua pemimpin dunia setuju dengan ide embargo senjata.
Perdana Menteri Inggris Keir Starner, misalnya, memilih untuk tidak memberikan tanggapan tegas meskipun situasi di Gaza makin buruk. Perbedaan sikap ini menunjukkan bahwa para pemimpin dunia belum menemukan kata sepakat tentang apa yang harus dilakukan untuk mengatasi genosida Israel terhadap Palestina.
Reaksi Internasional
Ilustrasi/Foto: Getty Images
Pada akhir Oktober 2024, serangan Israel di wilayah Gaza Utara terus menargetkan area berpenduduk padat yang mengakibatkan banyak korban sipil. Israel menginstruksikan evakuasi besar-besaran, tetapi keterbatasan area aman menyebabkan banyak warga sipil tetap dalam bahaya.
Serangan ini telah menghambat operasi bantuan kemanusiaan dari organisasi seperti PBB sehingga sulit menyalurkan bantuan vital seperti makanan dan layanan kesehatan karena pembatasan akses yang ketat. Hal ini memperburuk krisis kemanusiaan dengan kondisi pangan yang makin terbatas dan layanan kesehatan yang berada di ambang kehancuran karena kekurangan suplai medis yang krusial.
Upaya untuk mengalihkan penduduk Gaza ke wilayah selatan tidak berjalan efektif karena daerah ini juga telah melebihi kapasitas dan minim layanan dasar, termasuk air bersih dan tempat penampungan.
***
Ingin jadi salah satu pembaca yang bisa ikutan beragam event seru di Beautynesia? Yuk, gabung ke komunitas pembaca Beautynesia, B-Nation. Caranya DAFTAR DI SINI!
