Sulit Buang Barang? Hati-Hati Bukan Soal Malas, Tapi Hoarding Disorder

Maura Valysha Carmelie | Beautynesia
Selasa, 16 Sep 2025 17:15 WIB
Tanda-Tanda Hoarding Disorder yang Perlu Diwaspadai
Tanda-Tanda Hoarding Disorder/Foto: freepik.com/freepik

Pernahkah kamu merasa sayang untuk buang barang-barang lama? Entah itu baju yang sudah tidak muat, tumpukan kertas dari kuliah bertahun-tahun lalu, atau bahkan bungkus kado yang lucu, semuanya disimpan karena “siapa tahu nanti kepakai.” Tapi kalau kebiasaan ini membuat rumah makin sesak dan kamu jadi stres sendiri, bisa jadi ini bukan hanya soal malas beres-beres. Hati-hati, mungkin kamu sedang mengalami hoarding disorder, sebuah kondisi yang sering tak disadari tapi punya dampak besar, baik secara mental maupun fisik. Yuk, simak!

Apa Itu Hoarding Disorder? Bukan Sekadar Suka Menimbun

Apa Itu Hoarding Disorder/Foto: freepik.com/freepik

Dilansir dari American Psychiatric Association, hoarding disorder atau gangguan menimbun adalah kondisi di mana seseorang mengalami kesulitan yang ekstrem untuk membuang barang-barang, bahkan jika barang tersebut sudah tidak berguna atau hanya berupa sampah. Ketika seseorang mengalami hoarding, mereka merasa terikat secara emosional pada hampir semua barang yang mereka miliki, seakan membuangnya sama dengan kehilangan bagian dari diri mereka.

Akibatnya, rumah yang semestinya jadi tempat nyaman bisa berubah jadi labirin barang yang tak berujung, bahkan tak jarang sampai mengganggu fungsi dasar ruang seperti tempat tidur, dapur, atau kamar mandi.

Beda Kolektor vs Hoarder

Beda Kolektor vs Hoarder/Foto: freepik.com/sodawhiskey

Yuk, kita luruskan dulu, tidak semua orang yang suka menyimpan barang itu hoarder.

  • Kolektor menyimpan barang-barang tertentu dengan tujuan yang jelas, dalam kondisi baik, dan biasanya tertata rapi, seperti misalnya koleksi perangko, komik, atau jam tangan.
  • Hoarder cenderung menyimpan barang tanpa batas, tanpa seleksi, dan sering kali tanpa alasan rasional, mulai dari plastik bekas belanja, botol kosong, hingga surat tagihan lama.

Yang jadi masalah utama bukan jumlah barangnya, tapi bagaimana cara berpikir dan perasaan ekstrem yang melekat pada barang-barang itu.

Tanda-Tanda Hoarding Disorder yang Perlu Diwaspadai

Tanda-Tanda Hoarding Disorder/Foto: freepik.com/freepik

Menurut McLean Hospital, kalau kamu atau orang di sekitarmu mengalami beberapa hal berikut ini secara konsisten, mungkin perlu lebih perhatian:

  1. Merasa cemas berlebihan saat harus membuang sesuatu, bahkan yang tidak penting.
  2. Rumah penuh dengan barang sampai-sampai akses ke area penting jadi terbatas.
  3. Ada kecenderungan menyimpan barang yang tak lazim seperti koran lama, kemasan makanan, baju rusak, dan lain-lain.
  4. Terjadi konflik dengan keluarga atau teman karena kebiasaan menimbun.
  5. Merasa malu atau menarik diri karena rumah berantakan tapi tidak bisa membereskannya.
  6. Ketika ditanya kenapa menyimpan barang itu, jawabannya kabur atau tidak rasional seperti misalnya “nanti pasti kepakai”, “ini punya kenangan”, “aku butuh ini buat proyek yang belum sempat dikerjain”.

Apa Penyebabnya? Ini Lebih Dalam dari Sekadar Menunda

Penyebab Hoarding Disorder/Foto: freepik.com/DC Studio

Hoarding bukan tentang ketidaksukaan terhadap kebersihan. Penyebabnya menurut Cleveland Clinic bisa sangat kompleks, dan sering kali berakar dari pengalaman emosional, misalnya:

  1. Trauma atau kehilangan besar: kematian orang terdekat atau bencana yang membuat seseorang kehilangan banyak hal sekaligus.
  2. Masalah kecemasan dan depresi: dengan menyimpan barang dianggap memberi rasa aman atau kendali.
  3. Pola asuh masa kecil: tumbuh dalam keluarga yang terbiasa menyimpan segala hal atau tidak pernah diajarkan manajemen barang.
  4. Gangguan lain yang menyertai: Contohnya seperti OCD (Obsessive Compulsive Disorder), ADHD, atau bahkan gangguan kepribadian.

Hoarding juga bisa memburuk seiring waktu kalau tidak ditangani dengan benar.

Bagaimana Cara Menghadapinya?

Cara Menghadapinya/Foto: freepik.com/EyeEm

Kabar baiknya, hoarding bisa ditangani, meski butuh waktu dan kesabaran. Dilansir dari Mayo Clinic, ini beberapa langkah yang bisa dilakukan:

  1. Psikoterapi, khususnya CBT (Cognitive Behavioral Therapy), bisa sangat efektif untuk membantu mengubah pola pikir dan perilaku terkait barang.
  2. Dukungan keluarga dan teman dekat sangat penting, bukan untuk memaksa, tapi mendampingi dengan empati.
  3. Mulai dari langkah kecil seperti pilih satu area atau satu jenis barang, dan buat keputusan realistis tentang apa yang bisa dilepas.
  4. Terapkan sistem “masuk satu, keluar satu”, kalau beli barang baru, berarti harus ada yang dikeluarkan.
  5. Gunakan pendekatan non-konfrontatif, jangan langsung membuang barang milik hoarder tanpa izin, ini justru bisa memperburuk kondisi psikologis mereka.

Merapikan Barang, Menyembuhkan Luka

Merapikan Barang, Menyembuhkan Luka/Foto: freepik.com/EyeEm

Melepas barang-barang yang tak lagi terpakai bukan berarti mengkhianati masa lalu. Justru, itu bisa jadi langkah awal untuk menyembuhkan diri. Kita semua menyimpan kenangan tapi ketika kenangan itu berubah jadi beban, mungkin sudah saatnya untuk belajar melepaskan. Hoarding bukan soal “kamu terlalu berantakan” atau “kamu kurang rapi”, tapi bisa jadi sinyal dari kebutuhan emosional yang belum terpenuhi. Yuk, mulai buka ruang, baik di rumah, dan di hati.

Kalau kamu atau seseorang yang kamu kenal menunjukkan tanda-tanda hoarding disorder, jangan ragu untuk mencari bantuan profesional. Karena hidup yang nyaman dan sehat bukan soal punya banyak barang, tapi tahu mana yang benar-benar penting untuk disimpan dan yang bisa dilepas.

***

Ingin jadi salah satu pembaca yang dapat ikutan beragam event seru di Beautynesia? Yuk, gabung ke komunitas pembaca Beautynesia, B-Nation. Caranya DAFTAR DI SINI!

(dmh/dmh)
Komentar
0 Komentar TULIS KOMENTAR
Belum ada komentar.
Jadilah yang pertama memberikan komentar.