Ternyata Bukan Makian! Begini Asal Mula Kata "Bajingan" yang Punya Arti Positif

Dimitrie Hardjo | Beautynesia
Kamis, 12 Dec 2024 12:30 WIB
Ternyata Bukan Makian! Begini Asal Mula Kata
Foto: Freepik.com/Racool_studio

Pernahkah Beauties mendengar kata "bajingan"? Kata ini sering kali diucap sebagai makian. Ya, konotasi kata ini begitu negatif. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), kata "bajingan" dimaknai penjahat; pencopet; kurang ajar (kata makian). Namun pernah nggak sih kamu cari tahu sejarah awal kata ini?

Ternyata, "bajingan" jadi salah satu kata yang mengalami pergeseran makna, lho, Beauties! Berdasarkan sejarahnya, kata ini justru punya makna yang positif. Melansir dari DetikEdu, bahasa ini merupakan produk dari budaya masyarakat. Kata "bajingan" ini termasuk produk budaya dari masyarakat Jawa. Seperti apa sih?

Sejarah Kata “Bajingan”

Sejumlah relawan menggunkan gerobak sapi membawa kembali logistik Pemilu 2024 dari Wayharu, Bengkunat, Pesisir Barat, Lampung, Kamis (15/2/2024). Pengumpulan kembali logistik Pemilu 2024 hasil pemungutan suara tersebut dilakukan dari tingkat PPS ke tingkat PPK di Kabupaten Pesisir Barat yang memiliki jumlah DPT 119.655 pemilih. ANTARA FOTO/Ardiansyah/tom.

Ilustrasi gerobak sapi/ Foto: Antara Foto/Ardiansyah

Bisa tebak kapan kata “bajingan” pertama eksis, Beauties? Kata ini diperkirakan sudah ada di Pulau Jawa, khususnya di Jawa Tengah, sejak sebelum era kekuasaan Sultan Agung sekitar abad ke-17. Zaman dahulu, maksud dari kata “bajingan” adalah sopir gerobak sapi, moda transportasi tradisional masyarakat Jawa saat itu.

Oleh karena mayoritas masyarakat bekerja sebagai petani, gerobak sapi yang dikendarai oleh bajingan berperan besar dalam kehidupan sehari-hari. Sebab, gerobak sapi bisa mengangkut beban besar dibandingkan apa yang bisa dibawa manusia.

Nah menariknya, kata “bajingan” saat itu juga punya asal-usul, Beauties. Mengutip dari DetikEdu, Aipda Latif Munir, salah seorang pendiri dari Paguyuban Gerobak Sapi Langgeng Sehati Bantul, menerangkan bahwa kata “bajingan” sendiri diambil dari nama seorang tokoh pencetus gerobak sapi sebagai moda transportasi di wilayah Jawa, yaitu 'Mbah Jingan'.

Mbah Jingan merupakan sosok yang berani dan terampil dalam melaksanakan berbagai pekerjaan. Nggak cuma sebagai pengendara gerobak sapi yang angkut hasil panen, tapi juga sebagai petani buruh dan buruh pemanjat pohon kelapa. Orang-orang di sekitar pun  memanggil Mbah Jingan dengan sapaan lebih singkat, yakni Ba Jingan.

“Awalnya orang-orang menyebut Mbah Jingane endi (Mbah Jingannya di mana)? Lama-kelamaan terdengar samar-samar menjadi Ba Jingane endi (Ba Jingannya di mana)? Lah kata terakhir inilah yang kemudian berkembang sampai sekarang," Aipda bercerita.

 

Makna Kata “Bajingan” yang Positif

ilustrasi kamus

Ilustrasi/ Foto: Getty Images/domin_domin

Kata “bajingan” zaman dahulu yang diingat sebagai sebuah profesi akhirnya memiliki makna mendalam dan positif. Dijelaskan oleh sopir gerobak sapi bernama Sriyanto asal Pedukuhan Jodog, Bantul, masyarakat di daerahnya punya makna lain dari “bajingan”, yaitu orang yang tidak pernah meninggalkan kewajibannya beribadah walaupun sedang bepergian. 

Dikutip dari DetikJateng, dia menuturkan, “Bajingan itu bagusing jiwo angen-angen ning pangeran. Jadi pangeran itu seneng arepo sopir gerobak bajingan ning watake apik. Eling karo pangeran eling karo sembahyang” (Bajingan itu bagusnya jiwa yang memikirkan Tuhan. Jadi Tuhan pasti senang, meskipun hanya sopir gerobak sapi (bajingan) tetapi punya watak yang bagus. Selalu ingat dengan Tuhan dan beribadah).

 

Fenomena Perubahan Makna

Jika kamu memiliki ketrampilan bisa menggunakan beberapa bahasa asing, tidak ada salahnya untuk menjadi seorang translator/Foto: freepik.com/rawpixel.com

Ilustrasi/ Foto: freepik.com/rawpixel.com

Kini, kata “bajingan” punya makna negatif yang sering diucapkan saat memaki. Namun, kenapa ya perubahan makna itu sendiri bisa terjadi?

Dewasa ini, ada banyak sekali kata yang mengalami pergeseran makna. Nggak cuma “bajingan” saja, makna kata semakin bervariasi di media sosial. Nah, merujuk pada kutipan Chaer (2009) pada Jurnal Silistik Dimensi Linguistik tahun 2021 bertajuk Perubahan Makna Kata Bahasa Indonesia di Media Sosial, dijelaskan ada 7 faktor yang menyebabkan perubahan makna, antara lain 

  1. Ilmu perkembangan pengetahuan dan teknologi yang terus berkembang,

  2. Perkembangan sosial dan budaya, 

  3. Pemakaian kata pada bidang yang berbeda, 

  4. Ada proses asosiasi dengan hal di luar bahasa, 

  5. Pertukaran tanggapan indera, 

  6. Adanya perbedaan nilai dan norma, 

  7. Adanya proses gramatikal

Selain itu, ada pula faktor-faktor lainnya, seperti faktor kebahasaan, kesejarahan, sosial, psikologis, pengaruh bahasa asing, dan kebutuhan kata baru. Bagaimana menurutmu, Beauties?

***

Ingin jadi salah satu pembaca yang bisa ikutan beragam event seru di Beautynesia? Yuk gabung ke komunitas pembaca Beautynesia B-Nation. Caranya DAFTAR DI SINI!

(dmh/dmh)
Komentar
0 Komentar TULIS KOMENTAR
Belum ada komentar.
Jadilah yang pertama memberikan komentar.

RELATED ARTICLE