Viral Warga Bekasi Scan Retina Mata-Dapat Uang Ratusan Ribu dari Worldcoin, Ini Bahayanya Jika Data Biometrik Bocor

Nadya Quamila | Beautynesia
Senin, 05 May 2025 12:00 WIB
Viral Warga Bekasi Scan Retina Mata-Dapat Uang Ratusan Ribu dari Worldcoin, Ini Bahayanya Jika Data Biometrik Bocor
Viral Warga Bekasi Scan Retina Mata-Dapat Uang Ratusan Ribu dari Worldcoin, Ini Bahayanya Jika Data Biometrik Bocor/Foto: Freepik/freepik

Baru-baru ini viral di media sosial warga Bekasi ramai melakukan scan atau pemindaian retina mata lalu dibayar dengan uang sebesar hingga Rp800 ribu. Dari foto yang tersebar di media sosial, terlihat warga mengantre di depan gedung bertuliskan "World".

Rupanya, program tersebut merupakan layanan digital dari Worldcoin, yaitu proyek mata uang kripto yang didirikan oleh Sam Altman, CEO dari OpenAI dan rekan-rekannya. Layanan ini meminta seseorang untuk memindai bola mata mereka di sebuah perangkat bernama "Orb", lalu peserta akan mendapatkan kode unik bernama World ID dan token Worldcoin (WLD) yang bisa dikonversikan menjadi uang tunai.

Namun, hal ini menimbulkan kontroversi, Beauties. Sebab, pemindaian hingga perekaman retina mata, yang termasuk data biometrik, sangat sensitif dan berbahaya jika bocor. Kabar terbaru, Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi) telah membekukan sementara Tanda Daftar Penyelenggara Sistem Elektronik (TDPSE) layanan Worldcoin dan WorldID guna menjamin keamanan ruang digital.

Apa Itu Worldcoin?

Worldcoin

Ilustrasi Worldcoin/Foto: Tangkapan Layar/Worldcoin

Worldcoin adalah proyek mata uang kripto yang didirikan oleh Sam Altman (CEO OpenAI), Max Novendstern, dan Alex Blania. Mata uang kripto baru ini menentukan "kepribadian" dengan pemindaian retina mata, tujuannya untuk membantu membuktikan seseorang adalah manusia dan bukan robot, sebagaimana dilansir dari Tech Target.

Worldcoin menggabungkan teknologi artificial intelligence (AI) dengan dengan mata uang kripto dan blockchain dalam protokol sumber terbuka untuk memberikan akses kepada siapa pun ke ekonomi global.

Ada tiga bagian dalam proyek ini, yaitu:

  • Identitas digital unik yang akan digunakan secara global.
  • Mata uang global melalui token Worldcoin.
  • Aplikasi untuk pembayaran, transfer, dan pembelian menggunakan mata uang kripto atau aset tradisional.

Worldcoin berbeda dari mata uang kripto populer lainnya, seperti Bitcoin dan Ethereum, karena menawarkan token untuk masa depan tanpa memerlukan dana investasi di awal. Proyek Worldcoin mengklaim bertujuan untuk membantu menciptakan ekonomi global untuk semua orang, terlepas dari negara atau status ekonomi.

Lantas, bagaimana cara kerjanya? Seseorang perlu memindai retina mata mereka melalui sebuah perangkat berbentuk bola yang disebut "Orb". Perangkat ini memastikan peserta adalah manusia, bukan robot, dan peserta hanya bisa mendaftar satu kali.

Seperti kita ketahui, retina mata setiap orang berbeda-beda, sama halnya dengan sidik jari. Retina mata memiliki pola yang unik pada setiap individu. Struktur retina digunakan oleh Orb untuk menghasilkan kode identifikasi khusus yang berfungsi sebagai pengenal unik orang tersebut.

Kode tersebut kemudian disimpan di blockchain Worldcoin yang terdesentralisasi untuk mencegah orang lain mereplikasi kode tersebut. Pemindaian dianonimkan sehingga tidak dapat dilacak ke orang tersebut setelah pengenal dibuat.

Orb disebut tidak menyimpan data biometrik tetapi menyimpan IrisHash, yang merupakan serangkaian angka yang dibuat untuk mengidentifikasi orang tersebut berdasarkan hasil pemindaian. Setelah seseorang menerima IrisHash dan dompet kripto, mereka akan mendapatkan World ID atau paspor digital.

Kekhawatiran Akan Penyalahgunaan Data Biometrik

Worldcoin

Worldcoin/Foto: X/worldcoin

Kehadiran Worldcoin menuai kontroversi hingga sederet kekhawatiran. Pasalnya, retina mata, yang termasuk data biometrik, bersifat sensitif dan permanen. Sebagai informasi, data biometrik adalah informasi unik yang berasal dari karakteristik fisik atau perilaku seseorang, misalnya sidik jari, retina mata, wajah, suara, detak jantung, hingga tanda tangan.

Jika terjadi kebocoran atau penyalahgunaan data, korban tidak dapat mengganti "kata sandi" biometrik sesederhana mengganti password akun media sosial atau pink rekening bank. Selain itu, jika data biometrik ini bocor, risikonya bisa melekat seumur hidup alias permanen, Beauties.

Dilansir dari Forbes, data biometrik yang diretas dan disalahgunakan dapat digunakan untuk aksi penipuan, misalnya akses tidak sah ke sistem yang aman atau pencurian identitas untuk penipuan finansial. Selain itu, penjahat dunia maya dapat menggunakan data biometrik bersama dengan kredensial lain yang disusupi untuk melewati sistem autentikasi.

Selain itu, ada pula kekhawatiran data biometrik dari pemindaian retina mata ini dapat tersedia untuk diperjualbelikan di black market, yang memungkinkan orang asing memperoleh akses ke akun Worldcoin. Di sisi lain, Worldcoin mengklaim bahwa proyek ini sepenuhnya bersifat rahasia karena data biometrik peserta dihapus atau disimpan dalam format terenkripsi.

Kekhawatiran akan bahaya dari Worldcoin ini membuat beberapa negara di Eropa melarang proyek ini beroperasi. Pada Maret 2024, Spanyol telah melarang Worldcoin setelah pengawas privasi negara tersebut menyampaikan kekhawatiran mengenai bagaimana teknologi pemindaian bola mata milik perusahaan tersebut mengumpulkan dan memproses data biometrik.

Dilansir dari Forbes, Badan Perlindungan Data Spanyol (AEPD) mengeluarkan tindakan pencegahan yang melarang aktivitas Worldcoin di negara tersebut hingga tiga bulan, setelah badan tersebut menerima "beberapa keluhan" tentang dugaan informasi yang tidak memadai, pengumpulan data dari anak di bawah umur, dan kekhawatiran bahwa persetujuan tidak dapat ditarik.

Selain Spanyol, Portugal juga menjadi negara selanjutnya yang melarang Worldcoin. Badan pengatur data Portugal telah memerintahkan proyek tersebut untuk berhenti mengumpulkan data biometrik warganya. Regulator data Portugal, CNPD, mengatakan ada risiko tinggi terhadap hak perlindungan data warga negara, yang membenarkan intervensi mendesak untuk mencegah kerugian serius.

Dilansir dari Reuters, lebih dari 300 ribu orang di Portugal telah memberikan data biometrik mereka kepada Worldcoin, kata CNPD. Regulator mengatakan telah menerima lusinan keluhan tentang pengumpulan data yang tidak sah dari anak di bawah umur, "kekurangan informasi yang diberikan kepada subjek data" dan "ketidakmungkinanan menghapus data atau menarik persetujuan."

Komdigi Bekukan Izin Worldcoin dan WorldID

Worldcoin

Worldcoin/Foto: X/worldcoin

Lantas, bagaimana dengan Indonesia?

Baru-baru ini, Komdigi membekukan sementara Tanda Daftar Penyelenggara Sistem Elektronik (TDPSE) layanan Worldcoin dan WorldID. Alasannya guna menjamin keamanan ruang digital.

Langkah selanjutnya, Komdigi akan segera memanggil PT. Terang Bulan Abadi dan PT. Sandina Abadi Nusantara, yaitu entitas yang menaungi kedua layanan digital tersebut. Tujuannya untuk memberikan klarifikasi atas dugaan pelanggaran ketentuan penyelenggaraan sistem elektronik.

Direktur Jenderal Pengawasan Ruang Digital Komdigi, Alexander Sabar, menjelaskan bahwa hal ini diambil menyusul laporan masyarakat mengenai aktivitas mencurigakan yang berkaitan dengan layanan Worldcoin dan WorldID.

"Pembekuan ini merupakan langkah preventif untuk mencegah potensi risiko terhadap masyarakat. Kami juga akan memanggil PT. Terang Bulan Abadi untuk klarifikasi resmi dalam waktu dekat," tegas Alexander Sabar dikutip dari siaran persnya, dilansir dari detikINET.

Hasil penelusuran awal menunjukkan bahwa PT. Terang Bulan Abadi belum terdaftar sebagai Penyelenggara Sistem Elektronik (PSE) dan tidak memiliki TDPSE sebagaimana diwajibkan dalam peraturan perundang-undangan, Beauties. Sementara itu, layanan Worldcoin tercatat menggunakan TDPSE atas nama badan hukum lain, yaitu PT. Sandina Abadi Nusantara.

"Layanan Worldcoin tercatat menggunakan TDPSE atas nama badan hukum lain, yakni PT. Sandina Abadi Nusantara," ungkap Alexander.

Sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Sistem dan Transaksi Elektronik serta Peraturan Menteri Kominfo Nomor 10 Tahun 2021 tentang Penyelenggara Sistem Elektronik Lingkup Privat, setiap penyelenggara layanan digital wajib terdaftar secara sah dan bertanggung jawab atas operasional layanan kepada publik.

"Ketidakpatuhan terhadap kewajiban pendaftaran dan penggunaan identitas badan hukum lain untuk menjalankan layanan digital merupakan pelanggaran serius," tegas Alexander.

Sementara itu, netizen di media sosial juga memperingatkan bahaya dari pemindaian retina mata jika terjadi penyalahgunaan data biometrik.

"Dan lo pikir ini cuma soal keamanan data? SALAH BESAR! Bayangin kalau 5-10 tahun lagi, semua akses ke bank, rumah sakit, kendaraan, bahkan kehidupan sosial lo harus pakai verifikasi retina. Eh, tapi lo udah jual data retina lo ke WLD. Dan mereka? Udah ngejual lagi ke pihak lain yang lo bahkan nggak tahu siapa. Lo pikir masih bisa hidup normal?!" tulis akun @her*** di X.

"Data retina itu data yang paling autentik dan paling unik yang mengidentifikasi kalau kita manusia. Dia g bisa dipalsukan oleh apapun, begitu itu dicolong, Lu udah ga original lg bos. Banyak film action yg kasi tau scr simpel data retina masa ga paham juga," tulis akun @hup***.

Bagaimana menurutmu, Beauties?

***

Ingin jadi salah satu pembaca yang bisa ikutan beragam event seru di Beautynesia? Yuk, gabung ke komunitas pembaca Beautynesia, B-Nation. Caranya DAFTAR DI SINI!

(naq/naq)
Komentar
0 Komentar TULIS KOMENTAR
Belum ada komentar.
Jadilah yang pertama memberikan komentar.

RELATED ARTICLE