Studi Terbaru: Tenaga Medis Rentan Alami Masalah Kesehatan Mental saat Pandemi COVID-19

Riswinanti Pawestri Permatasari | Beautynesia
Kamis, 17 Feb 2022 07:15 WIB
Studi Terbaru: Tenaga Medis Rentan Alami Masalah Kesehatan Mental saat Pandemi COVID-19
Ilustrasi Tenaga Medis/Foto: Pexels.com/Thirdman

Tenaga medis telah menunjukkan dedikasi luar biasa selama pandemi COVID-19. Menjadi pihak yang berada di garis depan, mereka jelas paling rentan terserang virus dan berbagai penyakit lain. Namun ancaman ternyata tak hanya sampai di situ, karena mereka mungkin saja mengalami masalah yang lebih serius, yaitu gangguan kesehatan mental.

Bahkan dengan atau tanpa adanya COVID-19, para pekerja kesehatan harus menghadapi berbagai kasus yang dengan mudah memicu stres. Hal ini sesuai dengan studi terbaru yang telah dipublikasikan baru-baru ini. Simak ulasannya berikut ini.

Studi Terbaru: Tenaga Medis Kelelahan Karena COVID-19

Tenaga Medis/Foto: Pixabay.com/Engin_Akyurt
Tenaga Medis/Foto: Pixabay.com/Engin_Akyurt

Sebagaimana dilansir dari Healtline, beberapa peneliti di Kanada telah melakukan penelitian yang melibatkan 34.000 dokter. Mereka menganalisis data anonim dari database Ontario untuk mengetahui seberapa besar tingkat stres yang dialami para tenaga medis.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa lebih dari 27 persen dokter ternyata mengalami depresi dan kelelahan pada tahun pertama pandemi covid-19, yaitu tahun 2020. Bahkan, temuan tersebut juga mengungkap bahwa kunjungan para tenaga medis ke psikiater juga meningkat.

Berkaitan dengan COVID-19

Tenaga Medis/Foto: Pexels.com/Cedric Fauntleroy
Tenaga Medis/Foto: Pexels.com/Cedric Fauntleroy

Anthony LoGalbo, PhD, profesor di Florida Tech School of Psychology, mengatakan bahwa selama pandemi berlangsung, dokter tidak hanya berjuang menyembuhkan pasien. Di sisi lain, batasan sosial dan kekhawatiran terhadap paparan virus juga menambah tingkat stres para dokter.

LoGalbo juga menambahkan bahwa peningkatan stres ini dapat menyebabkan berbagai masalah, misalnya sulit tidur, kelelahan, dan kecemasan berlebih. Hal ini juga berimbas pada kondisi detak jantung yang lebih cepat, sulitnya berkonsentrasi, sinisme, perasaan bersalah, bahkan muncul keinginan untuk bunuh diri.

Apa yang Bisa Kita Lakukan?

Tenaga Medis/Foto: Pixabay.com/geralt
Tenaga Medis/Foto: Pixabay.com/geralt

Walaupun masalah ini terlihat menakutkan, bukan berarti kita tidak bisa melakukan apapun untuk membantu tenaga medis yang tengah berjuang. Arianna Galligher, pengawas pekerja sosial independen berlisensi dan direktur asosiasi STAR Trauma Recovery Center di The Ohio State University Wexner Medical Center, memberikan solusi.

Dia berpendapat bahwa budaya kasih sayang bisa menjadi jalan keluar. Caranya adalah dengan menggabungkan strategi perawatan berdasarkan trauma demi mendukung para tenaga medis. Dengan demikian, perlahan mereka akan menemukan optimisme lagi.

Cara lainnya adalah dengan melakukan terapi hewan peliharaan. Hal ini diklaim bisa meningkatkan rasa syukur, memberi dukungan, dan memberikan akses konseling kepada tenaga medis. Hal ini merupakan elemen penting dalam memberikan support system untuk semua orang, tak terkecuali para pekerja kesehatan.

Meski demikian, hal ini bukan hanya tanggung jawab para tenaga medis saja. Masyarakat juga diharapkan mulai menyadari bahwa dokter dan perawat juga manusia biasa yang bisa saja sakit dan depresi. Dengan bekerja sama satu sama lain, diharapkan tenaga medis tidak lagi mengalami masalah kesehatan mental sehingga bertugas tanpa harus memikul beban terlalu berat.

***

[Gambas:Video Beautynesia]

Ingin jadi salah satu pembaca yang bisa ikutan beragam event seru di Beautynesia? Yuk, gabung ke komunitas pembaca Beautynesia, B-Nation. Caranya DAFTAR DI SINI!

(naq/naq)
CERITA YUK!
Theme of The Month :

Theme of The Month :

Theme of The Month :

Theme of The Month :

Theme of The Month :

Komentar
0 Komentar TULIS KOMENTAR
Belum ada komentar.
Jadilah yang pertama memberikan komentar.

RELATED ARTICLE