Dewi Sutrisno: Kekerasan Terhadap Perempuan Seperti Makanan Sehari-hari
Gerakan 16 Hari Anti Kekerasan Terhadap Perempuan (16HAKTP) masih berlangsung hingga 10 Desember mendatang. Ironisnya, selama gerakan ini berlangsung, ada saja kabar kekerasaan terhadap perempuan yang muncul ke permukaan, sehingga membuat perayaan ini menjadi sebuah paradaoks.
Bertepatan dengan gerakan ini, Beautynesia membuat sebuah kampanye serupa, bernama #BoldMyLips, yang berisi konten opini para figur publik mengenai kekerasan terhadap perempuan. Kali ini, Beautynesia berhasil menghubungi Dewi N. Sutrisno, seorang figur publik di Twitter dan Instagram, yang aktif dengan konten fashion-nya.
Bicara soal kekerasan, pemilik akun Twitter @dewisutrisno_ ini rupanya pernah merasakan pengalaman tersebut. Mirisnya, kekerasan tersebut datang dari sesama perempuan.
"Ini 'lucu' banget, karena yang selama ini aku alami adalah mendapat kekerasan yang dilakukan sesama perempuan. Biasanya pada komen fisik aku yang kecil dan mungil ini, tapi aku pernah pusing sih sama apa yang mereka lakukan," ungkap perempuan yang akrab disapa Uwi ini.
Untuk mengatasinya, Uwi memilih untuk meninggalkan orang-orang yang kerap berkomentar negatif tentang dirinya. "Meninggalkan orang-orang toxic kayak gitu sangat mudah, karena mereka juga punya andil penting di hidupku. Ngebayarin tagihan aku juga . So, easy peasy lemon squeezy to cut them off," jawab Uwi dengan mantap.
RUU PKS Harus Segera Disahkan
Ilustrasi kekerasan terhadap perempuan. (Foto: pexels.com)/ Foto: Ruhil Anadiah Sabrina |
Menurut Uwi, kekerasan terhadap perempuan di Indonesia seperti makanan sehari-hari. "Setiap hari ada aja beritanya dan menurut Komnas Perempuan, kasusnya selalu naik, dan yang pernah berubah dari dulu, selalu ada aja yang tetap menyalahkan korban," ujar Uwi.
Penghakiman pada korban tersebut yang menurut Uwi membuat banyak korban yang memilih untuk diam-karena takut dihakimi. Sebaliknya, salah satu upaya untuk mendukung korban kekerasan terhadap perempuan adalah dengan tidak menyalahkan mereka.
"Begitu juga dengan peran media massa untuk tidak menyudutkan korban dengan menggunakan tulisan-tulisan yang mampu memprovokasi, serta negara yang seharusnya mempercepat dan mengesahkan RUU PKS karena ini bukan cuma untuk memberi hukuman dan rehabilitasi agar pelaku tidak melakukannya lagi, tapi juga memberi perlindungan dan pemulihan bagi korban kekerasan," tegas perempuan yang berprofesi sebagai copywriter di Tiket.com ini.
Dear Para Korban Kekerasan,
Menyadari banyak perempuan yang jadi korban kekerasan, termasuk orang-orang terdekatnya, Uwi paham bahwa hal itu adalah hal yang berat untuk dilalui. "Bukan salahmu dan ini bukan pilihanmu untuk jadi korban dan penyintas. Aku pernah merasakan dan hal ini nggak pernah mudah, meskipun berat tapi aku yakin kamu bisa melaluinya," pesan Uwi.
Ilustrasi kekerasan terhadap perempuan. (Foto: Pexels/Polina Zimmerman) |
"Berani bicara, berani menerima diri sendiri lagi, berani untuk menumbuhkan bahwa kamu worth it, kamu berharga karena siapa pun nggak ada yang berhak untuk diperlakukan seperti bukan manusia," sambungnya.
Di lain sisi, Uwi juga mengatakan bahwa penting untuk selalu mendengarkan apa yang korban ingin katakan dan tidak memaksa mereka untuk bercerita, sebab, menceritakan ulang tentang kekerasan yang dialami sama saja seperti mengulang kejadian dan bisa membuat mereka trauma berkali-kali.
"Selalu menghormati batasan-batasan korban adalah hal yang utama. Mendukung keputusan mereka, entah mereka akan menyembuhkan luka dengan sendirinya, aku nggak punya kuasa untuk memaksa mereka sembuh dengan cepat, yang penting, aku selalu punya waktu untuk korban," tandas Uwi.
***
Ingin jadi salah satu pembaca yang bisa ikutan beragam event seru di Beautynesia? Yuk, gabung ke komunitas pembaca Beautynesia, B-Nation. Caranya DAFTAR DI SINI!
Ilustrasi kekerasan terhadap perempuan. (Foto: pexels.com)/ Foto: Ruhil Anadiah Sabrina
Ilustrasi kekerasan terhadap perempuan. (Foto: Pexels/Polina Zimmerman)