4 Alasan Psikologis di Balik Orang Hobi Flexing Harta, Beneran Haus Validasi?

Flexing masih menjadi pembicaraan hangat sampai hari ini. Hampir semua kanal media membicarakan soal flexing atau tren pamer. Bahkan tren ini dipromosikan oleh para influencer muda yang gemar pamer kehidupan mewah.

Melekat dengan tren flexing, ada anggapan bahwa tren ini disebabkan karena kurang percaya diri yang tak terkontrol. Tapi, sebenarnya bukan hanya karena itu Beauties.

Dilansir dari detikHealth, ada 4 alasan psikologis flexing atau pamer harta dan gaya hidup mewah. Coba cek, siapa tau ternyata orang yang kamu kenal atau malah Beauties sendiri merasakan hal ini juga. Simak yuk!

1. Pengakuan Berhasil Bersaing

Persaingan bikin orang merasa butuh diakui orang lain saat mereka berhasil. Begitu pun dengan orang-orang yang suka flexing. Mereka merasa berhasil bersaing dengan kebanyakan orang lainnya karena punya banyak uang.

Dari tahun ke tahun, persaingan hidup memang semakin keras. Beauties merasakan nggak sih kalau persaingan itu ada dimana-mana, entah itu di pekerjaan atau bahkan di bangku pendidikan?

That’s why mereka merasa perlu ada konfirmasi dari orang lain juga. Secara psikologis, memamerkan uang, kehidupan mewah, dan barang mahal adalah sebuah usaha untuk mendapatkan pengakuan atau validasi orang lain. Kata lainnya, mereka selalu haus validasi.

2. Nggak Paham Hubungan Sosial

Bukan berarti mereka nggak punya teman ya, Beauties. Justru pada umumnya orang-orang yang gemar flexing harta itu orang-orang yang punya banyak teman. Namun, mereka tak memahami apa esensi sebenarnya dari hubungan sosial.

Karena itu umumnya orang yang suka flexing cenderung gaul sama temannya sesama orang kaya. Di balik pertemanan, ada tujuan lain seperti ingin lebih dikenal dan diterima dalam lingkungan orang kaya. Belum tentu murni membangun koneksi dan pertemanan.

Kalau dia seorang influencer, cenderung kurang membangun interaksi dengan followersnya. Influencer yang gemar flexing cenderung menganggap followers hanya sebagai penonton kekayaan mereka saja.

3. Persepsi yang Salah Tentang Uang

Orang yang gemar flexing cenderung menganggap uang adalah sumber utama kebahagiaan. Ketika mereka flexing, mereka ingin orang-orang percaya mereka bahagia ketika memiliki gaya hidup mewah.

Tak hanya pada orang lain, saat flexing, mereka pun sebenarnya butuh meyakinkan pada diri sendiri kalau mereka sudah bahagia saat melihat barang mewah atau pakaian branded yang mereka beli.

Padahal, sesimpel bisa jajan seblak dan bakso pas lagi hujan saja udah mendatangkan kebahagiaan juga kan Beauties?

4. Masa Lalu yang Belum Selesai

Bukan tak sedikit kita dengar influencer yang gemar flexing berawal dari kehidupan yang minim. Makanya, Beauties pasti pernah dengar komentar kurang tepat dari seorang influencer yang bilang kemiskinan adalah sebuah privilege.

Kehidupan mereka yang minim memang sudah selesai, tapi perasaan menerima masa lalu itu bisa jadi belum selesai. Orang yang suka flexing cenderung “terkejut” dengan perubahan kondisi keuangan mereka.

Tanpa sadar mereka teringat dengan masa lalu saat mereka masih jadi orang yang “belum punya”. Makanya saat kondisi keuangan membaik, mereka cenderung kalap memuaskan memori “belum punya” itu dengan membangun gaya hidup mewah.

Tujuannya ya untuk memastikan pada diri mereka sendiri kalau mereka memang sudah berpindah status sosial dan masa lalu “belum punya” itu sudah selesai.

Sebenarnya, tak ada yang salah kalau kita memiliki gaya hidup mewah atau punya banyak uang loh Beauties. Yang salah adalah ketika kita memaksa diri ketika ternyata tak mampu. Atau kita mampu tapi jadi adiksi untuk pamer dan tanpa sadar flexing jadi sumber utama kita merasa bernilai.

Menurut Beauties sendiri, faktor yang mana yang paling sering jadi penyebab tren flexing?

_______________

Ingin jadi salah satu pembaca yang bisa ikutan beragam event seru di Beautynesia? Yuk, gabung ke komunitas pembaca Beautynesia, B-Nation. Caranya DAFTAR DI SINI!