5 Kebiasaan Finansial yang Harus Ditinggalkan Saat Ekonomi Sedang Lesu

Shinta Khoiru Nikmah | Beautynesia
Senin, 12 May 2025 09:00 WIB
4. Tidak Melakukan Evaluasi Keuangan Rutin
Evaluasi keuangan/ Foto: Freepik.com/wirestock

Kondisi ekonomi Indonesia saat ini memang sedang tidak baik-baik saja. Daya beli masyarakat yang menurun menjadi salah satu indikator yang cukup tampak mata.

Oleh karena itu, penting untuk menjadi lebih cermat dalam mengatur finansial termasuk mengevaluasi kebiasaan finansial yang bisa memengaruhi kondisi keuangan. Sebab, kesalahan dalam kebiasaan finansial bisa berdampak jauh lebih besar dan berujung pada tekanan finansial yang berkepanjangan.

Untuk menjaga kestabilan keuangan pribadi di tengah situasi ekonomi yang tidak menentu, berikut lima kebiasaan finansial yang sebaiknya segera ditinggalkan.

1. Gaya Hidup Konsumtif Tanpa Prioritas

Belanja impulsif
Belanja impulsif/ Foto: Freepik.com/freepik

Salah satu kesalahan paling umum yang tetap dilakukan banyak orang, bahkan saat ekonomi sedang sulit, adalah mempertahankan gaya hidup konsumtif. Kebiasaan tersebut mencakup kebiasaan makan di luar, belanja impulsif, hingga pembelian barang-barang yang tidak mendesak hanya demi tren.

Ketika pendapatan tidak mengalami kenaikan (bahkan mengalami penurunan) maka pengeluaran harus disesuaikan. Dalam situasi seperti ini, penting untuk membedakan antara kebutuhan dan keinginan.

Misalnya, kopi spesial seharga puluhan ribu rupiah setiap pagi bisa diganti dengan kopi rumahan. Begitu juga dengan belanja baju atau gadget, sebaiknya ditunda hingga kondisi finansial membaik, atau menabung terlebih dahulu.

2. Mengabaikan Dana Darurat

Mengabaikan dana darurat/ Foto: Freepik.com/stockking

Dana darurat adalah penyelamat utama di saat-saat sulit. Sayangnya, masih banyak orang yang belum menjadikannya prioritas. Bahkan ketika situasi ekonomi memburuk, sebagian orang tetap memilih untuk menunda menabung demi hal-hal lain yang dianggap lebih penting.

Padahal, dalam masa ekonomi lesu, potensi kehilangan pekerjaan, berkurangnya pendapatan, atau meningkatnya biaya hidup menjadi lebih besar. Tanpa dana darurat, kondisi ini bisa mendorong seseorang mengambil utang konsumtif atau menjual aset.

Idealnya, dana darurat minimal mencakup 3-6 bulan biaya hidup untuk lajang dan 6-12 bulan biaya hidup untuk yang sudah berkeluarga. Untuk itu, segera ubah pemikiran bahwa dana darurat tidak cukup "darurat" untuk dikumpulkan. Segera persiapkan dana darurat mulai dari sekarang ya, Beauties.

3. Mengandalkan Utang untuk Gaya Hidup

Mengandalkan utang/ Foto: Freepik.com/jcomp

Utang produktif seperti KPR atau kredit usaha tentu berbeda dengan utang konsumtif seperti kartu kredit untuk belanja atau paylater untuk liburan. Sayangnya, saat ini masih banyak orang yang terjebak pada pola konsumsi berbasis utang, seolah semua utang tersebut bisa ditutup nanti.

Dalam kondisi ekonomi melemah, beban bunga dari utang konsumtif justru bisa memperparah situasi. Apalagi jika pemasukan berkurang, risiko gagal bayar dan skor kredit buruk makin besar.

Maka dari itu, segera lunasi utang dengan bunga tertinggi terlebih dahulu. Melunasi hutang secara bertahap dari yang berbunga paling tinggi akan membuat beban utang menjadi lebih ringan.

4. Tidak Melakukan Evaluasi Keuangan Rutin

Evaluasi keuangan/ Foto: Freepik.com/wirestock

Banyak orang tidak menyadari bahwa kebiasaan kecil yang tampaknya sepele dapat menggerogoti keuangan dalam jangka panjang. Misalnya, langganan layanan streaming yang jarang dipakai, atau membership gym yang tidak pernah dimanfaatkan.

Tanpa evaluasi keuangan rutin, kita bisa kehilangan peluang untuk memperbaiki arus kas dan mengalihkan dana ke hal yang lebih penting, seperti investasi atau tabungan.

Lakukan evaluasi pengeluaran bulanan dengan secara rutin cek tagihan otomatis, langganan, dan pola konsumsi harian. Setelah dievaluasi, kamu bisa menghentikan pengeluaran yang tidak terlalu penting untuk dialihkan ke dana darurat atau investasi.

5. Menunda Investasi

Menunda investasi/ Foto: Freepik.com/benzoix

Saat ekonomi lesu, sebagian orang memilih berhenti  berinvestasi  karena takut rugi. Padahal, justru saat ini banyak aset mengalami penurunan harga dan berpotensi rebound saat ekonomi pulih.

Namun, investasi tidak bisa dilakukan tanpa pemahaman. Banyak orang terburu-buru ikut tren seperti crypto, saham gorengan, atau investasi tanpa riset hanya karena FOMO, alias ikut-ikutan. Hal tersebut tentu berisiko tinggi, apalagi jika menggunakan dana yang seharusnya untuk kebutuhan pokok.

Sebaiknya pelajari dasar-dasar investasi terlebih dahulu. Gunakan dana yang benar-benar “dingin” dan mulailah dari instrumen yang sesuai dengan profil risiko yang dimiliki, seperti reksa dana pasar uang atau obligasi pemerintah.

***

Ingin jadi salah satu pembaca yang bisa ikutan beragam event seru di Beautynesia? Yuk, gabung ke komunitas pembaca Beautynesia B-Nation. Caranya DAFTAR DI SINI!

(sim/sim)
Komentar
0 Komentar TULIS KOMENTAR
Belum ada komentar.
Jadilah yang pertama memberikan komentar.

RELATED ARTICLE