Atur Emosi, Ini 5 Cara Menghadapi Orang Toksik Tanpa Baper

Dewi Maharani Astutik | Beautynesia
Kamis, 24 Oct 2024 06:15 WIB
Atur Emosi, Ini 5 Cara Menghadapi Orang Toksik Tanpa Baper
Atur Emosi, Ini 5 Cara Menghadapi Orang Toksik Tanpa Baper/Foto: Pexels/RDNE Stock project

Berinteraksi dengan orang toksik sering kali membuat kita merasa kelelahan dan terganggu. Mereka cenderung memanipulasi, merendahkan, atau membuatmu merasa tidak nyaman secara emosional sehingga berdampak negatif pada kesehatan mental.

Saat menghadapi individu semacam ini, mudah sekali terjebak dengan perasaan marah, frustasi, atau bahkan perasaan tidak berharga. Namun, penting untuk menjaga emosi tetap stabil dengan kumpulan cara menghadapi orang toksik versi Psychology Today ini!

Kenali Hal yang Membuatmu Kerap Menjadi Korban

Ilustrasi/Foto: Unsplash/Bewakoof.com Official
Ilustrasi/Foto: Unsplash/Bewakoof.com Official

Mencari tahu kontribusimu dalam suatu situasi bukan berarti kamu harus merasa bertanggung jawab atau menyalahkan diri atas perlakuan buruk orang lain. Pertimbangkan apakah keinginan untuk menyenangkan atau takut menimbulkan konflik membuatmu diam ketika temanmu memperlakukanmu dengan buruk.

Gunakan pendekatan objektif untuk mengevaluasi interaksi yang membuatmu tidak nyaman. Fokuslah pada alasan di balik perasaanmu, bukan pada perasaan itu sendiri.

Perhatikan Responsmu

Ilustrasi/Foto: Unsplash/Alexis Brown
Ilustrasi/Foto: Unsplash/Alexis Brown

Perhatikan responsmu dalam hubungan tersebut, baik reaksi yang berlebihan ataupun kurangnya reaksi bisa secara tidak sengaja memperburuk dinamika hubungan. Jika kamu kurang bereaksi, orang yang toksik akan terus memperlakukanmu dengan cara yang sama; sedangkan orang yang narsis akan makin bersikap toksik kalau kamu bereaksi terlalu berlebihan.

Oleh karena itu, fokuslah pada pengelolaan emosimu dan buat rencana tindakan untuk mengatasi interaksi tersebut secara berbeda di masa depan. Ini memang memerlukan latihan, tetapi penting untuk membela pandanganmu.

Percayai Kata Hatimu

Saat Libur Panjang Bertemu Anggota Keluarga yang Toxic? Lakukan Ini Biar Liburanmu Tetap Menyenangkan/Foto: Freepik.com/DCStudio

Ilustrasi/Foto: Freepik.com/DCStudio

Salah satu alasan yang membuat orang dengan kecenderungan terikat dengan pasangannya tetap berada dalam hubungan yang menyakitkan adalah kurangnya kepercayaan pada diri sendiri atau penilaian mereka terhadap hubungan tersebut. Jika kamu cenderung membenarkan perilaku toksik, saatnya untuk berhenti dan memahami alasan yang membuatmu melakukannya.

Jika kamu mendapati dirimu terus melakukan pembenaran atau merasionalisasi perilaku toksik, segera hentikan! Kenali alasannya dan usahakan untuk menghadapi situasi tersebut dengan lebih objektif dan tegas.

Waspada terhadap Kesalahan Berpikir

ilustrasi dua rekan kerja perempuan di kantor

Ilustrasi/Foto: pexels/Rodnae Productions

Perhatikan kesalahan berpikir yang dikenal sebagai sunk cost fallacy, yaitu kecenderungan untuk tetap bertahan dalam suatu hal—termasuk hubungan—meskipun hal itu merugikan, karena sudah banyak yang dipertaruhkan.

Hal ini sesuai dengan penjelasan Daniel Kahneman dan Amos Tversky dalam karya mereka, yakni bahwa manusia cenderung menghindari kerugian dan lebih memilih mempertahankan apa yang sudah ada, bahkan jika melepaskannya bisa lebih menguntungkan dalam jangka panjang.

Hal ini pun terjadi dalam hubungan, di mana kamu sering kali terjebak dalam pola pikir menyayangkan investasi emosional, waktu, atau bahkan uang yang telah dikeluarkan; tetapi mengabaikan fakta bahwa investasi itu tidak bisa diambil kembali. Jadi, jika kamu menemukan dirimu terjebak dalam hubungan toksik karena alasan ini, coba fokuslah pada manfaat yang bisa didapat jika kamu melepaskannya.

Kenali Kekuatan Intermitten Reinforcement

Ilustrasi mengobrol dengan orang sekitar/ foto: freepik

Ilustrasi/Foto: Freepik

Kebanyakan orang menganggap dirinya sebagai orang yang pesimis ataupun realis, tetapi penelitian menunjukkan bahwa secara umum manusia malah cenderung terlalu optimis. Buktinya, kamu mungkin sering kali melihat kekalahan tipis sebagai “hampir menang”, sehingga kamu akan terus berusaha untuk meraihnya. Misalnya, ketika bermain mesin slot; ketika 3 simbol yang sama muncul, kita cenderung merasa jika simbol keempat juga akan segera muncul.

Sebuah penelitian yang dilakukan B.F. Skinner dengan tikus yang lapar juga menegaskan teori ini; di mana tikus yang mendapat makanan secara acak dari tuas tetap terfokus dan terus-menerus menekan tuas tersebut.

Tetap termotivasi untuk terus berjuang dan mengubah kemenangan yang hampir tercapai itu menjadi kenyataan sebenarnya adalah hal yang baik. Sayangnya, hal ini malah akan menjadi bumerang dalam sebuah hubungan yang toksik, di mana perilaku baik yang jarang terjadi justru membuat kita terus berharap dan bertahan.

***

Ingin jadi salah satu pembaca yang bisa ikutan beragam event seru di Beautynesia? Yuk, gabung ke komunitas pembaca Beautynesia, B-Nation. Caranya DAFTAR DI SINI!

(naq/naq)
Komentar
0 Komentar TULIS KOMENTAR
Belum ada komentar.
Jadilah yang pertama memberikan komentar.

RELATED ARTICLE